Kisah Sedih Elimiati Harus Kehilangan Suami dan Anak di Tragedi Kanjuruhan

oleh Hery Kurniawan diperbarui 05 Okt 2022, 18:15 WIB
Elimiati bersama putri sulungnya di rumah duka d Jalan Sumpil, Blimbing, Kota Malang.  Elimiati kehilangan suami dan anaknya yang masih berusia 3 tahun yang meninggal dunia jadi korban tragedi Stadion Kanjuruhan Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Bola.com, Malang - Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu (01/10/2022) lalu menyisakan trauma bagi banyak orang. Terutama mereka yang ada di Stadion Kanjuruhan dalam laga antara Arema FC kontra Persebaya Surabaya itu.

Elimiati misalnya, Aremanita satu ini mengalami nasib yang tragis. Ia harus kehilangan suami serta anaknya yang masih sangat muda yakni baru berusia tiga tahun.

Advertisement

Elimiati bersama suaminya, Rudi Hartono dan putra bungsunya yang bernama M. Virdi Prayoga baru tiga kali menyaksikan pertandingan Arema FC secara bersama-sama. Mereka juga terbiasa menyaksikan laga Singo Edan di Tribune 13 Stadion Kanjuruhan.

Sialnya, tribune tersebut menjadi salah satu lokasi dengan korban terparah. Menurut banyak video yang beredar di media sosial, tribune tersebut memang mendapatkan tembakan gas air mata.

Warga Jalan Sumpil gang 2, Blimbing, Kota Malang ini mengatakan laga Arema versus Persebaya itu merupakan pertandingan ketiga mereka menonton bersama dan selalu di tribun 13. Ia mengajak anaknya ikut serta karena selain suka Arema, juga untuk hiburan.

“Biasanya ya nonton bareng di televisi. Saya mengajak menonton untuk menyenangkan anak karena selama ini jarang main akibat pandemi,” kata Elimiati dilansir dari Liputan6.com.

2 dari 6 halaman

Sudah Lama Direncanakan

Elimiati menunjukkan momen foto bersama suami dan anaknya, Rudi Harianto dan M Virdi Prayoga yang masih berusia 3 tahun saat menonton pertandingan Arema lawan Persebaya pada 1 Oktober 2022. Bapak dan anak itu jadi korban meninggal ketika terjadi tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin) 

Niat menonton pertandingan Derbi Jawa Timur itu sudah mereka rancang sejak jauh-jauh hari. Elimiati dan suaminya yakin laga itu akan aman lantaran suporter Persebaya tidak akan hadir ke Malang.

“Saya kira ini aman, ya niat melihat Arema main saja. Pagi hari sebelum pertandingan, anak saya sempat minta potong rambut biar lebih rapi,” ucap Elimiati.

Rombongan keluarga ini berangkat bersama. Selama pertandingan berlangsung, tidak ada masalah berarti apapun di dalam stadion. Elimiati bersama suami dan anaknya bahkan sempat melakukan foto bersama di tribune Kanjuruhan.

“Masih sempat foto, ternyata itu foto kebersamaan kami untuk terakhir kalinya,” katanya lirih.

3 dari 6 halaman

Petaka Mulai Terjadi

Karangan bunga fans Persebaya, Bonek untuk Aremania yang sedang berduka di Stadion Kanjuruhan, Malang. (Aditya Wany/Bola.com)

Rencana pencarian hiburan keluarga itu justru berubah menjadi bencana. Tak lama setelah wasit Agus Fauzan meniup peluit tanda pertandingan selesai, kekacauan mulai terjadi.

Begitu terjadi kekacauan, seiring banyak suporter yang masuk ke lapangan. Tak lama setelah itu aparat keamanan melepas tembakan gas air mata ke sejumlah titik termasuk tribune sektor 13.

Menurut Elimiati, saat itu suaminya langsung mengajak untuk pulang. Namun, mereka mendapati pintu Tribune 13 Kanjuruhan yang tidak bisa dilewati dengan mudah.

“Suami saya langsung mengajak pulang, ternyata pintu sektor 13 hanya terbuka sedikit. Hanya cukup untuk dilewati dua orang saja,” tuturnya.

4 dari 6 halaman

Saling Dorong Lalu Terpisah

Doa bersama yang digelar oleh elemen suporter Jateng-DIY untuk korban Tragedi Kanjuruhan di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. (Dok. Brajamusti)

Akses keluar yang sulit ditambah kepulan asap gas air mata di tribun Stadion Kanjuruhan membuat penonton berebut keluar menyelamatkan diri. Saling dorong agar bisa segera keluar tak terelakkan. Elimiati berjalan bersama putranya, sedangkan suaminya berjalan di depannya.

“Posisi seperti itu, kami lalu terpisah. Saya tak tahu suami saya sudah bisa keluar atau tidak. Anak saya juga entah di mana,” katanya.

Elimiati menyatakan situasi mencekam itu berlangsung selama kurang lebih 30 menit. Elimiati kemudian diselamatkan suporter lainnya. Setelah suasana mulai kondusif, ia kembali naik ke tribune 13 Stadion Kanjuruhan.

Di tribun itu ia berjumpa dengan adik iparnya, lalu ia meminta bantuan mencari suami dan anaknya. Awalnya, ia mendapatkan kabar jika suami dan anaknya dalam kondisi aman di tempat parkir stadion. Namun, rupanya itu hanya kalimat yang keluar agar Elimiati tidak terlalu syok.

“Adik saya bilang aman mbak, ada di tempat parkiran. Ternyata maksudnya agar saya tenang menunggu di tribun bersama saudara saya lainnya. Karena suami saya saat itu sudah meninggal,” ujar Elimiati.

5 dari 6 halaman

Sempat Bertahan di Tribune

Kondisi pintu 13 tribune ekonomi Stadion Kanjuruhan, Malang, dengan lubang udara yang jebol. (Bola.com/Iwan Setiawan)

Ia dan lainnya bertahan di tribun meski harus berjuang melawan sesak nafas dengan mata dan tenggorokan terasa perih akibat gas air mata. Kondisi gerimis tanpa angin membuat asap hanya mengepul di satu titik.

Tak lama kemudian, mereka keluar stadion. Elimiati mengatakan salah seorang saudaranya meminta foto anaknya, Virdi, untuk diberikan ke polisi agar membantu mencari. Serta disebar ke grup sosial media Aremania guna memudahkan pencarian.

“Ternyata posisi anak saya ketemu dalam keadaan meninggal dunia, berada di kamar mayat RSUD Kanjuruhan. Jenasah suami saya di RS Saiful Anwar,” ujarnya.

Anaknya mengalami luka pada bagian kepala, sedangkan suaminya tak ada sedikitpun luka. Kulit kedua korban juga tak tampak seperti gosong seperti beberapa korban lainnya.

“Tak tahu apakah terinjak-injak atau sesak nafas. Tidak ada surat keterangan dari rumah sakit,” katanya.

6 dari 6 halaman

Usut Tuntas!

Banyak suporter Arema FC tak berdosa meregang nyawa saat berdesak-desakan menghindari gas air mata yang juga diarahkan ke tribune. (AP/Yudha Prabowo)

Niat mencari hiburan dengan menonton pertandingan sepakbola berakhir duka. Jenasah anaknya tiba di rumah sekitar pukul 02.00. Satu jam kemudian menyusul jenasah suaminya diantar mobil ambulans ke kediaman Elimiati.

“Saya ingin diusut peristiwa ini diusut tuntas. Terserah pemerintah mau buat keputusan apa, pokoknya ada rasa keadilan,” katanya.

Tragedi di Stadion Kanjuruhan diharapkan mengubah wajah sepakbola Indonesia. Termasuk kesiapan panitia pelaksana (panpel) pertandingan. Elimiati berharap tidak hanya panpel Arema, tapi seluruh klub belajar dari pengalaman ini.

Mempersiapkan aspek keamanan dan kesiapan tim medis sedetil mungkin agar penonton benar-benar aman. Cepat bertindak bila ada kejadian yang tidak diinginkan. Pintu di tribun misalnya, tak segera dibuka meski pertandingan akan berakhir.

“Biasanya 10 menit sebelum selesai kan dibuka, tapi kemarin tidak. Saat di dalam stadion masih banya korban, lampu malah dimatikan,” ucapnya.

Tragedi itu tidak akan membuatnya membenci Arema FC. Tapi ia sudah tak ingin lagi menonton pertandingan sepakbola di stadion. Elimiati tampak mengalami truman untuk datang kembali ke stadion.

“Trauma, ingat anak dan ingat suami. Saya tidak akan lagi masuk stadion. Saya harap ini diusut tuntas, ada keadilan untuk kami semua,” ujarnya.

Berita Terkait