Bola.com, Malang - Pelatih PSMS Medan, I Putu Gede, terkesiap saat mendengar Tragedi Kanjuruhan yang muncul selepas pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya (1/10/2022). Hingga berita ini diturunkan, setidaknya 131 nyawa melayang.
Ia semakin mengelus dada setelah melihat video yang beredar di dunia maya. Gas air mata dianggap menjadi pemicu Tragedi Kanjuruhan sebagai insiden paling kelam di dunia sepak bola pada abad ke-21 ini.
Putu Gede pun lantas teringat dengan kejadian puluhan tahun lalu saat masih menjadi pesepakbola. Tepatnya pada semi-final Liga Kansas yang mempertemukan Bandung Raya kontra Mitra Surabaya pada Juli 1997 silam.
Pertandingan yang dihelat di Stadion Utama Gelora Bung Karno tersebut tak akan pernah hilang dari ingatannya. Saat itu, pihak keamanan juga menembakkan gas air mata setelah terjadi kericuhan penonton.
Korban Gas Air Mata
Putu Gede tahu betul rasanya terkena gas air mata. Padahal saat itu, ia tak terlibat langsung dalam kericuhan tersebut.
Imbasnya, beberapa pemain terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Mereka pingsan setelah menghirup gas yang berputar-putar di dalam stadion.
"Jadi saya juga enggak tau, kok tiba-tiba pedih mata kan. Terus baunya kok menyengat banget waktu itu. Karena mungkin kondisi lelah ya waktu itu dan kondisi kami habis intensitas tinggi. Saya enggak kepikiran itu gas air mata," ujarnya.
"Tapi pas saya kucek mata kok tambah parah. Akhirnya saya lari. Tapi kok dada malah tambah sesak, pengen muntah. Di samping lapangan itu disiram air. Ada yang bilang 'ini gas air mata'. Jadi baru tahu ini yang namanya gas air mata. Terus itu saya sudah enggak sadar, bangun-bangun sudah di rumah sakit. Ya untungnya gak parah ya, gak terjadi apa apa," lanjut Putu.
Trauma
Putu Gede beruntung tak mengalami dampak fisik serius dari insiden tersebut. Ia pun diperbolehkan segera pulang pada dini hari setelah dirawat beberapa jam di rumah sakit.
Tetapi pria kelahiran Denpasar itu mengaku mengalami trauma dengan kejadian tersebut. Apalagi, ia dan pemain lain yang terkena gas air mata 'terpaksa' harus menuntaskan laga yang dilanjutkan keesokan harinya.
"Karena tuntutan ya harus selesaikan sisa pertandingan, harus ikuti walaupun kondisi enggak stabil. Terutama psikologis waktu itu. Kan habis kami kena situasi seperti itu terus main lagi, itu yang bikin aduh ini mampu enggak ini," paparnya.
Simpan Video Kejadian
Peristiwa tersebut benar-benar membekas di benak pelatih berusia 48 tahun itu. Ia bahkan masih menyimpan video dari kejadian tersebut.
Setiap mendengar penggunaan gas air mata di dalam stadion, ingatannya pun selalu kembali dengan insiden yang pernah dialami. Tragedi Kanjuruhan membuat traumanya seolah kembali.
"Makanya pas tahu kabar kejadian di Kanjuruhan, saya langsung ingat saat saya kena gas air mata. Pasti panik, pasti sedih karena saya pernah mengalami. Apalagi yang kena juga ada ibu-ibu, anak anak. Pasti lebih panik. Pasti sudah. Sedihnya disitu," sesalnya
Khawatir Peristiwa di Pekanbaru
Belum lama ini, rasa traumanya juga sempat muncul kala memimpin Ayam Jantan Kinantan, julukan PSMS, saat melawat ke markas PSPS Riau dalam lanjutan Liga 2 medio September lalu.
Suporter tuan rumah mengamuk lantaran PSMS berhasil mengungguli tim kesayangannya. Aksi lempar-lempar kursi pun tak terhindarkan dari tribun penonton.
Beruntung, pihak keamanan lebih bijak dengan tak menggunakan senjata kimia tersebut.
"Saya ngomong ke asisten pelatih sama anak-anak PSMS. Waduh ini jangan sampai nembak gas air mata, bisa-bisa kita kena ini. Ternyata mereka hanya pakai water canon. Lantas kenapa di Kanjuruhan pakai gas air mata?" tanyanya.
Hukum Harus Ditegakkan
Putu Gede yang pernah membela panji Arema, sangat terpukul dengan insiden tragis di Kanjuruhan. Ia berharap tragedi yang telah disoroti dunia Internasional ini, tak lagi ditutup-tutupi seperti kejadian-kejadian sebelumnya.
"Harus ada pembenahan dan mesti ada yang bertanggung jawab. Karena jaman saya dulu, tidak ada yang tanggung jawab. Sekarang harus diubah dong. Jamannya sudah beda enggak kayak dulu," tegasnya.
"Harus diselesaikan, harus diusut tuntas. Kalo dulu bisa ditutupi, kalo sekarang kan jamannya udah keterbukaan. Ya yang salah harus dihukum. Ini kan sudah menghilangkan nyawa. Harus ada pembenahan, semua untuk sepakbola kita," jelas I Putu Gede memungkasi.