Bola.com, Surabaya - Pelatih Persebaya Surabaya, Aji Santoso, mengungkap dengan detail yang dialaminya dan tim saat peristiwa Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022. Tragedi yang terjadi setelah laga Arema FC kontra Persebaya itu memakan korban jiwa sebanyak 132 orang.
Dalam pertandingan tersebut, Persebaya memetik kemenangan 3-2. Kemenangan itu memecahkan rekor yang bertahan selama 32 tahun.
Persebaya mematahkan rekor buruk dalam lawatan ke markas Arema. Sebelumnya, Persebaya 23 tahun tidak pernah menang ketika berjumpa Arema di Malang.
Namun, setelah laga malah pecah insiden memilukan. Kerusuhan pecah, yang diiringi tembakan gas air mata, sehingga membuat pononton panik, dan berdesakan ingin keluar dari stadion. Akibatnya banyak suporter yang meninggal dunia karena sesak napas maupun terdorong-dorong hingga terinjak.
Lalu, bagaimana cerita Aji Santoso saat kejadian malam kelam itu? Begini cerita lengkapnya.
Permainan Menghibur
Aji mengatakan awalnya semua berjalan normal, bahkan hingga peluit panjang dibunyikan. Para pemain Persebaya bergembira karena berhasil memetik kemenangan bersejarah di Malang.
"Sebenarnya awalnya berjalan normal, kami berangkat ke stadion dengan kendaraan perintis (rantis) baracuda, tidak ada masalah apa pun. Setelah kami di stadion, lantas melakukan pemanasan dan pertandingan, semua baik-baik saja," tutur Aji saat berbincang dengan Bola.com di Apartemen Puncak Marina, Surabaya, Selasa (11/10/2022).
"Bahkan selama 90 menit kedua tim menurut saya menunjukkan permainan menghibur untuk penonton. Selama 90 menit permainannya sangat menarik, dari Arema maupun Persebaya."
"Ketika peluit panjang berbunyi, saya dan pemain Persebaya langsung meninggalkan lapangan dan masuk ke ruang ganti. Di ruang ganti, kami hanya sebentar sekitar dua menit. Kami akan melakukan konferensi pers, tapi tidak jadi. Tim kami langsung disuruh masuk ke baracuda," imbuh pria yang juga merupakan legenda Arema tersebut.
Tertahan 2 Jam di Depan Stadion Kanjuruhan
Aji dan seluruh pemain Persebaya kemudian masuk ke Baracuda dan akan dibawa langsung keluar dari Stadion Kanjuruhan, kemudian bertolak ke Surabaya. Namun, rencana itu tidak sepenuhnya berjalan mulus.
"Setelah semua pemain masuk ke Baracuda, kami tidak langsung tidak bisa jalan, karena banyak sekali suporter dl luar," tutur Aji.
"Tetapi secara umum suporter tidak melakukan penyerangan terhadap kami secara berlebihan, masih normal-normal saja."
Menurut Aji, mereka tertahan sekitar dua jam di area depan Stadion Kanjuruhan. Sekitar pukul 00.30 mereka baru bisa lepas dari Stadion Kanjuruhan, bertolak ke Surabaya. Saat itu, mereka baru tiba di Surabaya pada pukul 02.30 WIB.
Baru Tahu Banyak Korban saat Beristirahat di Rest Area
Aji Santoso mengatakan saat berada di dalam Baracuda, dirinya dan tim tidak mengetahui perkembangan insiden di Stadion Kanjuruhan. Mereka baru tahu setelah berhenti di rest area tol.
"Saat itu kami tidak tahu apa-apa. Saat itu di Baracuda ada saya, delapan pemain, sopir rantis yang dari Brimob, dua Brimob pendamping, satu guard. Kalau ada sedikit kericuhan di luar stadion kami tahu, tapi di dalam stadion kami tidak tahu apa-apa," kata Aji.
"Setelah rantis berjalan, kami sempat berhenti di rest area tol. Ada pemain yang capek, ada yang mau ke toilet, di tol itu kami baru tahu ada korban di Stadion Kanjuruhan. Sebelumnya sama sekali tidak tahu."
"Waktu itu di perjalanan kami mendengar ada beberapa suporter yang meninggal, tapi belum sebanyak kenyataan yang ada. Sebagai insan bola, pelaku langsung sepak bola sangat syok mendengat kejadian seperti, kami tidak menduga sama sekali," sambung dia.
Menangis
Saat mendengar banyak korban berjatuhan di Stadion Kanjuruhan, Aji Santoso mengaku sangat syok.
"Saya sebagai pelatih yang menbawa tim Persebaya bermain, merasa sangat syok. Saya sangat tidak menduga ada kejadian sangat besar di stadion. Saya sempat menangis, bisa membayangkan banyaknya korban di dalam stadion," ungkap pemain yang jadi legenda di Arema dan Persebaya itu.
"Ketika sampai di apartemen di Surabaya, kami baru saling cerita. Ada manajer Pak Candra Wahyudi, dan lain-lain yang malam itu hadir di stadion. Mereka mendapatkan informasi, kemudian disampaikan kepada kami. Mereka cerita banyak korban di dalam stadion."
"Setelah besok paginya baru saya tahu persis, ternyata banyak sekali korban. Saya terpukul, semua orang tahu saya tinggal di Malang. Bayangkan saja, ada orang tua kehilangan anak, ada anak kehilangan orang tua. Benar-benar saya sangat sedih mengetahui itu semua," imbuhnya, sembari mengirim doa untuk korban dari Tragedi Kanjuruhan.