Tragedi Kanjuruhan, Sesepuh Pasoepati: Yuk, Rivalitas Antarsuporter di Indonesia Disudahi!

oleh Aryo Atmaja diperbarui 15 Okt 2022, 19:30 WIB
Ilustrasi - Duka Cita Sepak Bola Warna Hitam - Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Solo - Dua pekan sudah sepak bola Indonesia diselimuti peristiwa kelam, Tragedi Kanjuruhan. 132 nyawa melayang usai kerusuhan yang terjadi setelah laga Arema kontra Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu.

Pengungkapan kasus terus berjalan, dengan perkembangan terbaru adalah Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan baru saja melaporkan hasil investigasinya kepada Presiden Joko Widodo.

Advertisement

Tragedi Kanjuruhan juga membuka mata bagi semua pelaku sepak bola di Indonesia. Termasuk para suporter yang ikut menjadi garda terdepan dalam membangun sepak bola yang lebih baik.

Bak gayung bersambut, beberapa saat setelah pecahnya Tragedi Kanjuruhan sebagian kelompok suporter yang pernah terlibat perseteruan menunjukkan sikap yang sejuk. Seketika permusuhan menjadi hilang.

Pentolan suporter Persebaya yaitu Bonek datang ke Malang memberikan tanda belasungkawa. Bahkan mereka siap memfasilitasi rencana perdamaian dengan Aremania yang sudah memanas bertahun-tahun lamanya.

Kemudian hubungan Viking dengan Jakmania yang mulai terlihat membaik setelah Tragedi Kanjuruhan. Bisa dilihat dengan adanya doa bersama yang digelar oleh kelompok suporter Persib dan Persija itu.

Begitu juga perdamaian di bumi Mataram, ketika tiga kelompok suporter dari Solo, Yogyakarta, dan Sleman berkumpul dan berdoa bersama di Stadion Mandala Krida. Padahal suporter Solo dengan Jogja terlibat permusuhan sejak 22 tahun lamanya.

2 dari 4 halaman

Sudahi Permusuhan

Karangan bunga fans Persebaya, Bonek untuk Aremania yang sedang berduka di Stadion Kanjuruhan, Malang. (Aditya Wany/Bola.com)

Banyak pihak sepakat jika Tragedi Kanjuruhan harus menjadi titik balik agar semua kelompok suporter di Indonesia berdamai. Seperti yang diungkapkan oleh sesepuh Pasoepati, Mayor Haristanto.

Mantan pendiri sekaligus presiden pertama Pasoepati itu sangat berharap seluruh suporter masih bergesekan untuk segera mengakhiri permusuhan, setelah apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan dua pekan lalu.

“Tragedi Kanjuruhan menyadarkan kita semuanya, bahwa rivalitas antarsuporter sudah cukup sampai di sini. Saatnya kita menatap ke depan, yuk kelompok suporter menyadari bahwa kita semua satu nusa satu bangsa sudah saatnya berangkulan penuh persahabatan dan persaudaraaan,” terang Mayor Haristanto kepada Bola.com, Sabtu (15/10/2022).

“Solo, Jogja, Sleman sudah memulai. Semoga ini menginspirasi kota-kota lain. Marilah kita sama-sama anak bangsa Indonesia demi kejayaan sepak bola Indonesia lewat suporter yang santun, kreatif, siap menang dan siap kalah,” lanjut dia.

3 dari 4 halaman

Kendala

Presiden Pertama Pasoepati, Mayor Haristanto. (Tangkapan layar YouTube pinggir lapangan)

Mayor Haristanto adalah sesepuh di Pasoepati, kelompok suporter di Solo yang berdiri pada tahun 2000 lalu. Segudang pengalaman di dunia suporter ia lalui. Mulai dari Pasoepati adalah suporter pertama dengan jumlah terbesar yang pernah datang ke markas Persebaya dan Arema, tanpa ada gesekan berarti.

Pasoepati saat ia pimpin mengusung dan menebarkan virus perdamaian antarsuporter. Karena dianggap kreatif dan cinta damai, Pasoepati pernah diundang ke sejumlah suporter untuk menularkan hal semacam itu.

“Saya pribadi juga heran kenapa antar kelompok suporter tim bertetangga saling bermusuhan. Tapi yang pasti karena ego masing-masing suporter. Sekarang Tragedi Kanjuruhan menjadi momentum menyadarkan kita semua dengan menjadi suporter yang cinta damai,” imbuh Mayor Haristanto.

“Suporter Mataram antara Solo dengan Jogja sudah berdamai. Bagi saya sudah lama menunggu sejak 22 tahun yang lalu. Demikian panjang, saya harus hormat, salut dan bangga ternyata kita bisa berdamai meski sangat terlambat,” tuturnya.

4 dari 4 halaman

Belajar dari Aremania

Bendara Merah Putih saat dibentangkan di tribune Stadion Kanjuruhan jelang pertandingan Arema melawan Persebaya (15/8/2019). (Bola.com/Iwan Setiawan)

Lahirnya Pasoepati dalam sejarahnya tidak terlepas dari peran Aremania. Pasoepati lahir pada 9 Februari 2000, ketika tim Pelita Solo hadir di tengah-tengah kota Bengawan.

Ada satu momen yang membuat Pasoepati menganggap Aremania adalah guru mereka. Tepatnya pada 17 Februari 2000, Stadion Manahan Solo dibanjiri sekitar 5 ribu Aremania. Momen itulah yang membuka mata dan telinga suporter di Solo untuk mengikuti jejak Aremania sebagai suporter yang anti anarkistis.

Menurut Mayor Haristanto, Aremania kala itu menebar inspirasi sebagai suporter modern dengan atraksinya yang luar biasa. Selama 90 menit pertandingan mereka meneriakkan yel-yel dan nyanyian untuk memompa semangat tim kebanggaan mereka.

“Sejak tahun 2000, Pasoepati selalu membawa misi atau kampanye suporter cinta damai. Diawali dari tur ke Surabaya dengan tajuk ‘from Solo with love’, kemudian berlanjut ke Malang dengan tajuk ‘from Solo with more love’.”

“Karena kami sadar bahwa Aremania adalah guru besar kami, inspirator kami. Itu sejak 22 tahun lalu. Untuk sekarang tidak ada kata terlambat hal itu diterapkan lagi, dengan slogan kampanye yang lebih kekinian seperti penak seduluran. Ini menjadi cara kami, meski memang belum berhasil tapi setidaknya jadi upaya kecil menenteramkan suporter di Indonesia,” tegas Mayor Haristanto mengakhiri.

Berita Terkait