Bola.com, Jakarta - Tragedi Kanjuruhan akan selamanya membekas di benak suporter Indonesia. Noda hitam itu tak akan pernah hilang.
Hashtagnya kini tenggelam, suasana duka perlahan hilang, namanya pun akan terlupakan, pertandingan kembali ramai, suporter pun kembali bersorak. Tapi, orang tua korban akan selalu menjadi pembenci sepak bola.
Tapi, ada satu yang akan terus menjadi untaian pahala bagi korban jiwa tragedi 1 Oktober 2022 itu. Tak lain adalah semangat perdamaian suporter klub Indonesia, yang menggema di mana-mana setelah kejadian kelam itu.
Tagar Sepakat Damai menggema di jagat Twitter sampai Selasa (4/10/2022), dua hari setelah tragedi yang merenggut 132 korban jiwa di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Tragedi memilukan ini, paling kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia, menjadi refleksi bagi suporter Indonesia. Seluruh suporter Indonesia berdoa dan bergerak, menyerukan pengusutan tuntas tragedi itu.
Ribuan suporter menyalakan lilin, berdoa untuk korban dan keluarga. Bahkan di Surabaya, ribuan Bonek turun ke jalan, memberi penghormatan terakhir untuk suporter yang menjadi rival mereka selama ini.
Di luar Jatim, khususnya di DIY dan Solo, suporter juga bergerak. Suporter-suporter trah Mataram, PSIM Yogyakarta, PSS Sleman, Persis Solo, dan Persiba Bantul, menggemakan "Sepakat Damai". Mereka berkumpul, bergandengan tangan, dan mendoakan korban tragedi Kanjuruhan.
Ini menjadi fenomena baru di kalangan suporter Indonesia. Jika biasanya kita melihat petinggi-petinggi suporter, contohnya Viking dan The Jakmania, duduk satu tribune, tongkrongan, atau akrab di sosmed, kini gerakan damai justru muncul dari akar rumput.
Kabar damai terus menyebar ke seluruh penjuru Indonesia meski masih didominasi di sosial media. Tapi ini awal yang bagus untuk membangun iklim yang lebih sehat di kalangan suporter Indonesia.
Dengarkan Kata Sesepuh Aremania: Stop Nyanyian Kebencian!
Sesepuh Aremania, Anto Baret, optimistis misi perdamaian suporter di Indonesia bisa terwujud.
Dia melihat energi perdamaian sudah muncul dari seluruh Indonesia, dan atas kesadaran sendiri. Dia juga meminta nyanyian bernada hujatan dihilangkan atau jangan sampai terdengar di stadion. Dia menegaskan dendam dan benci harus dikubur dalam-dalam.
"Sebagai suporter saya ingin meninggalkan kenangan indah berupa perdamaian. Kasihan adik-adik kecil kita (kalau terus disuguhi perseteruan). Saya berkali-kali bilang, nyanyian hujatan yang diperdengarkan di stadion dan ditayangkan di televisi bisa menjadi racun," kata Anto Baret, kepada Bola.com.
"Nyanyian kebencian itu harus dihapus. Kita semua harus mengubur dendam dan benci, di bawah kibaran kasih sayang," imbuhnya.
Anto Baret mengatakan semua elemen suporter di Tanah Air prihatin dengan tragedi di Stadion Kanjuruhan. Itulah yang memunculkan energi perdamaian.
"Semuanya prihatin. Pokoknya, semua selesailah sudah, selesaikan sekarang. Apa gunanya bertengkar?" ujar Anto Baret yang merupakan seorang musisi yang dekat dengan sosok Iwan Fals itu.
"Ini sebenarnya sesuatu yang sebetulnya berat, karena masih ada duka yang mendalam. Saya kadang-kadang masih menangis sendiri, tapi tidak apa-apa."
Anto Baret menyatakan sebagai warga Malang tidak bisa dilarang untuk menyuarakan perdamaian suporter ini, karena merupakan panggilan jiwa.
"Kita semua harus mengikuti panggilan jiwa, energi ketulusan, mengawal kasus ini dan juga mengawal perdamaian, sampai selamanya," imbuh pria yang juga budayawan tersebut.
Pentolan Bonek: Pertama, Ayo Saling Respek!
Pentolan bonek yang juga koordinator Green Nord, Husin Ghozali, urun suara terkait wacana perdamaian suporter, terutama dengan Aremania. Dia mengatakan langkah pertama yang harus dilakukan adalah saling respek terlebih dahulu.
Husin Ghozali atau yang akrab disapa Cak Cong datang ke Stadion Kanjuruhan untuk menyampaikan duka cita, Rabu (5/10/2022). Kedatangan mereka disambut hangat oleh suporter Arema FC, Aremania, yang berada di sekitar stadion itu.
Cak Cong mengatakan perdamaian suporter baru bisa terwujud jika dimulai dari hati masing-masing, atau diri sendiri terlebih dahulu.
"Kalau dari saya, damailah dengan diri kita dulu, hati kita dulu. Tidak perlu bilang 'ayo damai'. Damai itu harus dari kemauan dari diri sendiri memang mau damai," kata Cak Cong, ketika berbincang dengan Bola.com di Warkop Pitulikur, Surabaya, Selasa (11/10/2022).
"Yang pertama kita saling saling respek saja dulu. Atas kejadian di Kanjuruhan ini, kami memberi dukungan semangat. Malang itu bagian dari Indonesia, harus tetap semangat."
Cak Cong meminta suporter melakukan evaluasi terhadap diri sendiri terlebih dahulu. "Kita semua harus melakukan evaluasi, apa yang harus diperbaiki. Mungkin selama ini rivalitasnya kurang sehat, pola pikir teman-teman kita semua harus diubah, rivalitas itu harus bagaimana. Ke depan kita harus ubah rivalitas menjadi yang sehat," urai Cak Cong.
"Sekali lagi, kita saling respek dulu saja. Tidak perlu ada mediator dan semacamnya, yang penting ada niat damai. Mereka datang ke sini, kita sowan ke sana, saling seperti itu, nantinya akan cair sendiri," sambung dia.
Tentang kelanjutan rencana perdamaian suporter Malang dan Surabaya, Cak Cong mengaku masih menunggu dan mengamati. Dia mengatakan sudah banyak Bonek yang membuka diri dengan wacana ini, begitu juga Aremania yang juga melakukan hal yang sama.
"Mereka juga sudah mau membuka diri. Terbukti ketika saya menyampaikan duka cita ke sana, kemudian saat peringatan tujuh hari tragedi juga ada yang datang dari Surabaya. Mereka welcome," ujar pemilik Warkop Pitulikur tersebut.
"Tapi kita tidak bisa melihat per kasus seperti itu. Kita harus melihat secara global. Bagaimana pun menyelesaikan masalah suporter ini tidak gampang, harus dari kemauan kita bersama," tegasnya.
Cak Cong mengaku memendam keinginan untuk bisa satu tribune dengan suporter tim-tim rival, termasuk Aremania.
“Terus terang saya ingin melakukan away ke Malang pakai jersey Persebaya, pasti bangga. Siapa yang tidak ingin seperti itu? Mereka juga pasti ingin tandang ke Surabaya pakai kostum Arema. Kami ingin bisa satu tribune tanpa provokasi, tanpa intimidasi, kita tetap saudara.”
Dari Yogyakarta, Menyebar ke Seluruh Indonesia
Sekjen kelompok suporter PSIM Yogyakarta, Brajamusti, Niko Angga menyebut rivalitas antarsuporter di Indonesia sudah tidak sehat. Kejadian di Kanjuruhan, Malang pada 1 Oktober 2022 lalu membuka mata para suporter lain, termasuk Brajamusti.
"Kami sudah mulai membuka hati kepada suporter yang pernah tersakiti dengan Brajamusti. Kami mengadakan acara doa bersama untuk Kanjuruhan, kami memulai menjadi suporter yang lebih baik lagi," katanya kepada Bola.com.
Acara doa bersama untuk korban Tragedi Kanjuruhan itu dilakukan pada 4 Oktober 2022, atau hanya tiga hari setelah kejadian memilukan di Malang, Jawa Timur, yang merenggut nyawa ratusan orang itu.
Dalam acara doa bersama itu hadir pula para kelompok suporter yang selama ini menjadi rival dari Brajamusti. Mereka adalah kelompok suporter PSS Sleman dan Persis Solo.
"Kami juga sudah mengundang suporter dari Sleman baik itu BCS, dari Bantul dan Solo juga. Alhamdulillah acara itu dapat berjalan dengan lancar, semuanya hadir. Kami yang selama ini tidak bisa berangkulan, bisa berangkulan bareng-bareng," jelas Niko.
Niko tak khawatir, perdamaian ini hanya terjadi di level atas kelompok suporter saja. Ia merasa di level bawah para suporter sudah paham.
"Kami kemarin mengajak teman-teman semua yang dulu menjadi rival untuk saya suruh datang semua sebanyak-banyaknya ke acara itu. Dari Solo 2500-an orang, dari Sleman sekitar 3000-an. Grassroot sudah membuka hati, dari Brajamusti juga banyak diterima," jelas Niko.
"Yang kedua adalah kami ini dari pihak pengurus Brajamusti, kami ada grup WA, kami mengajak di situ untuk menyudahi rivalitas yang tidak sehat. Kami sudah membikin gerakan mural di tempat-tempat strategis di Yogyakarta, dengan baliho juga. Ini salah satu cara menanggulangi mereka yang belum setuju. Alhamdulillah di Brajamusti sudah banyak yang setuju," lanjut Niko.
Menurut Niko, apa yang terjadi di Yogyakarta pada 4 Oktober 2022 bahkan menjadi acuan bagi suporter lain di Indonesia. Mereka ingin mengikuti hal yang sama, seperti yang dilakukan suporter PSIM, PSS, dan Persis itu.
"Kami menjadi salah satu barometer perdamaian yang ada di Indonesia dengan ada doa bersama di Mandala Krida. Suporter lain mulai mengikuti langkah kami, dan tentunya juga kemungkinan banyak suporter yang menginginkan pertemuan suporter itu di Yogyakarta saja," tutur Niko.
Tak lupa, Niko mengungkapkan harapannya terhadap sepak bola Indonesia selepas Tragedi Kanjuruhan dan efek domino positifnya. Ia bermimpi para suporter di Indonesia bisa mendukung Timnas Indonesia berlaga di manapun laga itu dilangsungkan dengan meninggalkan identitas klub masing-masing.
"Harapan kami, sepak bola Indonesia lebih baik dalam segala hal. Pengurus harus baik, LIB harus baik, Panpel, manajemen, wasit, suporter pun harus lebih baik. Ini yang kami harapkan, sepak bola Indonesia ini sudah sangat tidak sehat dari banyak sisi. Nonton Timnas di stadion manapun, tinggalkan atribut lokal, semuanya pakai atribut Timnas atau Indonesia," harap Niko.
Slemania Sepakat Jaga Perdamaian Antar Suporter
Ketua Umum Slemania, Rengga Dian Senjaya, sepakat dan terus akan berupaya menjaga perdamaian antarsuporter yang belakangan ini terus menggema di sepak bola Tanah Air.
"Saya sepakat berdamai untuk menonton ataupun mendukung klub kebanggaan secara nyaman tanpa ada rasa ketakutan," katanya kepada Bola.com.
Rengga memiliki pandangan mengenai bagaimana seharusnya rivalitas itu terjadi di dunia sepak bola. Menurutnya, rivalitas seharusnya sudah selesai dalam 90 menit pertandingan saja.
"Rivalitas yang sehat adalah rivalitas 90 menit dalam stadion. Beradu chants dan kreativitas untuk mendukung klub kebanggaannya masing-masing. Setelah itu kita kembali menjadi saudara," ujarnya.
Pria berkacamata itu memiliki mimpi mengenai sepak bola Indonesia. Juga bagaimana harapannya soal suporter sepak bola Tanah Air di masa mendatang.
"Impian menjadi suporter di Indonesia adalah mendukung klub kebanggaan dengan rasa nyaman di kandang maupun tandang. Karena salah satu tujuan menjadi suporter adalah menjalin persaudaraan, entah itu suporter satu tim ataupun tim lawan," sambungnya.
Gerakan perdamaian suporter di Indonesia ini tentu menghadirkan angin segar. Namun, tetap ada kekhawatiran. Misalnya, perdamaian hanya terjadi di level atas saja. Sementara di level grassroots, mereka masih kurang setuju dengan perdamaian itu.
"Cara mewujudkannya adalah memberi pemahaman untuk menghilangkan permusuhan ini. Dengan cara turun langsung ke anggota atau memberi edukasi lewat media sosial," jelas Rengga.
Bobotoh: Ayo, Akhiri Rivalitas!
Pentolan Bobotoh Persib Bandung, Tobias Ginanjar menyebut insiden itu harus dijadikan momentum untuk suporter-suporter lainnya agar mengakhiri rivalitas.
"Dan itu terjadi di berbagai daerah seperti Bandung, Jakarta, Solo, Yogyakarta, Surabaya, dan sebagainya," jelas Tobias Ginanjar saat ditemui Bola.com.
Bahkan lanjut Tobias di berbagai daerah, terutama di perbatasan yang seringkali terjadi bentrok (antara bobotoh dan Jakmania) pasca insiden Kanjuruhan, banyak yang menggelar doa bersama seperti di Tangerang, Bekasi, Cikampek, dan Cirebon.
"Pokoknya di berbagai daerah yang tadinya biasa berseteru, muncul gerakan-gerakan doa bersama, bahkan di Bandung pun ada doa bersama dan Jakmania Bandung diundang," ungkap Tobias.
"Jadi saya rasa gerakannya cukup positif sehingga rivalitas yang terlalu kebablasan bisa dikurangi," lanjut adik dari mantan model dan artis Rachel Maryam ini.
Tobias juga berharap gesekan antara Bobotoh dan Jakmania tidak ada lagi di persepak bolaan Indonesia sehingga bisa sama-sama satu tribune menyaksikan tim kesayangannya bertanding.
"Ke depannya kalau sepak bola sudah dijalankan kembali, mudah-mudahan bobotoh dan Jakmania bisa satu tribune suatu saat nanti dan bisa saling mengunjungi," harap Tobias.
Sesepuh Pasoepati: Titik Balik Kita
Banyak pihak sepakat Tragedi Kanjuruhan harus menjadi titik balik agar semua kelompok suporter di Indonesia berdamai. Seperti yang diungkapkan oleh sesepuh Pasoepati, Mayor Haristanto.
Pendiri sekaligus presiden pertama Pasoepati itu sangat berharap seluruh suporter masih bergesekan untuk segera mengakhiri permusuhan, setelah apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan dua pekan lalu.
“Tragedi Kanjuruhan menyadarkan kita semuanya, bahwa rivalitas antarsuporter sudah cukup sampai di sini. Saatnya kita menatap ke depan, yuk kelompok suporter menyadari bahwa kita semua satu nusa satu bangsa sudah saatnya berangkulan penuh persahabatan dan persaudaraaan,” terang Mayor Haristanto kepada Bola.com, Sabtu (15/10/2022).
“Solo, Jogja, Sleman sudah memulai. Semoga ini menginspirasi kota-kota lain. Marilah kita sama-sama anak bangsa Indonesia demi kejayaan sepak bola Indonesia lewat suporter yang santun, kreatif, siap menang dan siap kalah,” lanjut dia.
Mayor Haristanto adalah sesepuh di Pasoepati, kelompok suporter di Solo yang berdiri pada 2000. Segudang pengalaman di dunia suporter ia lalui. Mulai dari Pasoepati yang menjadi suporter pertama dengan jumlah terbesar yang pernah datang ke markas Persebaya dan Arema, tanpa ada gesekan berarti.
Pasoepati saat ia pimpin mengusung dan menebarkan virus perdamaian antarsuporter. Karena dianggap kreatif dan cinta damai, Pasoepati pernah diundang ke sejumlah suporter untuk menularkan hal semacam itu.
“Saya pribadi juga heran kenapa antarkelompok suporter tim bertetangga saling bermusuhan. Tapi yang pasti karena ego masing-masing suporter. Sekarang Tragedi Kanjuruhan menjadi momentum menyadarkan kita semua dengan menjadi suporter yang cinta damai,” imbuh Mayor Haristanto.
“Suporter Mataram antara Solo dengan Jogja sudah berdamai. Saya sudah lama menunggu sejak 22 tahun yang lalu. Demikian panjang, saya harus hormat, salut dan bangga ternyata kita bisa berdamai meski sangat terlambat,” tuturnya.
Semeton Dewata: Perbaikan Keamanan untuk Suporter
Ketua Semeton Dewata Buldog (SDB) Ketut Subudi, menyatakan dukungan penuhnya untuk persepakbolaan Indonesia lebih baik lagi. Dia berharap besar ada standardisasi untuk penyelenggaraan pertandingan.
Misalnya keamanan dan kelayakan stadion bagi suporter.
"Menyikapi kolaborasi FIFA dan pemerintah, kami sebagai semeton dan suporter sepak bola Indonesia sangat mendukung. Ini untuk kebaikan berbagai pihak," ujarnya.
"Semoga dengan adanya kolaborasi ini, membuat standardisasi di stadion, keamanan, dan suporter bisa lebih baik. Semoga dengan hal ini, Liga Indonesia semakin maju," ungkap Ketut Budi.
Pria asal Kabupaten Buleleng ini juga tidak mempermasalahkan adanya penundaan kompetisi yang cukup lama dan diperkirakan hingga akhir November. Yang diinginkan Ketut Budi adalah perbaikan nyata.
"Kami mendukung saja kalau liga ditunda cukup lama. Ini untuk kebaikan bersama. Kami juga tidak ingin ada lagi istilahnya musuh bebuyutan di dunia suporter. Saya berharap kami semua sebagai suporter bisa menjadi jembatan untuk silaturahmi. Bisa menjadi teman, sahabat, bahkan keluarga ketika menjadi suporter di Indonesia," tutupnya.
Dirigen Pusamania: Jalan Panjang, Kita Lalui Bersama
Suara optimistis akan perdamaian antarsuporter klub Indonesia hadir dari Kalimantan Timur. Dirijen Pusamania, kelompok suporter Borneo FC, Novryanto, menyebut rencana tersebut bukan sesuatu yang mustahil terjadi di Indonesia.
"Wacana itu sangat baik. Pusamania sebagai suporter Borneo FC harus mengkampanyekan perdamaian di Indonesia, khususnya untuk suporter yang ada di Kalimantan Timur ini. Kalau memang itu untuk kebaikan dan kemajuan sepak bola Indonesia, kami siap untuk mendukung itu semua," kata Novryanto kepada Bola.com.
Namun, Novryanto sadar rencana perdamaian antarsuporter klub sepak bola di Indonesia bakal menghadapi jalan panjang dan berliku. Novryanto berharap, semua elemen bersatu padu untuk mewujudkannya.
"Pro kontra itu selalu ada. Tinggal media dan pemikiran seluruh suporter di Indonesia harus mengarah ke perbaikan. Jangan lagi share-share ujaran kebencian dan rivalitas, kita sudahi. Rivalitas itu sejatinya hanya 90 menit dan selebihnya kita bersaudara. Yang membuat kita susah bersatu dan berdamai itu rivalitas. Kita terlalu mementingkan ego".
Bogor Fans Militan 1973: Tugas Suporter untuk Sepak Bola yang Aman
Suporter, membawa tugas penting di sepak bola, yakni menjadikan olahraga ini aman, menarik, dan nyaman bagi penonton umum.
"Saya pribadi sepakat damai karena untuk kepentingan masyarakat, supaya menarik animo masyarakat kepada sepak bola. Bisa ajak keluarga, anak, istri, kerabat-kerabat yang belum pernah ke stadion," kata perwakilan suporter Persikabo, Soleh.
Saling berbalas chant, adu kreativitas, dan mendukung dengan total sudah semestinya diamini oleh seluruh suporter ketika menemani tim bertanding. Soleh, suporter Persikabo 1973, sepakat dengan hal tersebut.
"Kita datang ke stadion, kita chant atau nyanyi sambil psywar, tapi di luar tribun, di luar stadion masih bisa duduk bareng, ngopi, ngobrol santai soal komunitas masing-masing."
"Jadi mengenai rivalitas itu ya, dari suporternya dulu deh, mestinya bisa mengerti apa sih rivalitas itu. Ada beberapa orang yang mengartikannya dengan negatif. Tapi menurut saya hanya sebatas tensi di stadion saja, di luar itu semuanya saudara."
Panser Biru: Rivalitas Itu Bumbu Sepak Bola, tapi Harus Sehat
Sementara itu, suporter PSIS Semarang, Panser Biru, menyebut rivalitas sejati adalah bumbu sepak bola. Namun, rivalitas yang sehat hanya di lapangan saja selama 90 menit pertandingan.
"Pertama kali mendengar berita itu sangat merinding, kami semua sedih, mengapa kejadian seperti itu bisa terjadi. Saya enggak bisa membayangkan ditembak gas air mata di tribun rasanya bagaimana itu. Sedih intinya," ujar Dul Hakim, suporter Panser Biru dari PSIS Semarang.
"Warga Malang itu ramah-ramah. Kami memang beberapa kali chaos dengan Aremania, tapi saat kami ke sana dengan baik, kami kulo nuwun, mereka menyambut dengan baik pula, bahkan membukakan jalan yang macet, sampai pentolannya Yuli Sumpil turun tangan."
"Aremania menyiapkan 1.500 nasi bungkus untuk teman-teman Semarang. Itu kenangan yang tidak bisa saya lupakan," kata Dul Hakim lagi kepada Bola.com.
Rivalitas sejatinya adalah bumbu dalam sepak bola. Hanya saja memang maknanya yang abu-abu. Masih banyak orang yang menganggap rivalitas identik dengan kekerasan.
"Rivalitas sehat itu di lapangan saja, kita harus saling legawa, harus benar-benar dijalankan selama 2x45 menit saja, setelah itu saling berjabat tangan, silaturahmi lah," kata Dul Hakim menambahkan.
"Buat saya rivalitas sehat itu contohnya Semarang (PSIS) dengan Solo (Persis). Ejek-ejekan, psywar, di jalan maupun selama di stadion, tapi setelahnya enggak ada apa-apa lagi, paling ya gojekan sedikit-sedikit, wajar sih. Tidak boleh ada dendam, rivalitas ya cukup segitu saja."
Dul Hakim menambahkan dulu kendala tersulit dari perdamaian suporter adalah di akar rumput. Namun, kini malah berbeda.
"Kalau dulu yang saya tahu di grassroot, itu yang paling sulit. Tapi sekarang justru yang di grassroot deklarasi damai. Contohnya di Yogyakarta. Saat ini hampir enggak ada kendala," imbuhnya.
- Tim Peliput: Yus Mei Sawitri, Zulfirdaus Harahap, Maheswara Putra, Hery Kurniawan, Wiwig Prayugi, Gregah Nurikhsani, Aryo Atmaja