Bola.com, Jakarta - Hampir setiap musim, kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia atau yang sekarang dikenal dengan Liga 1, muncul pemain-pemain hebat. Terutama mereka yang merupakan pemain asing dengan posisi sebagai penyerang.
Baik karena ketajamannya didepan gawang, maupun karakternya yang doyan berduel dengan pemain lawan. Di Liga 1 musim 2022/2023 ini misalnya, nama Matheus Pato langsung melejit sebagai striker mematikan berstatus ekspatriat.
Matheus Pato baru pertama kali ini mencicipi kerasnya persaingan Liga 1. Namun ia membuktikan diri sebagai rekrutan terbaik Borneo FC, setelah mencetak 12 gol dari 11 pertandingan sebelum Liga 1 dihentikan karena peristiwa kerusuhan Kanjuruhan.
Namun tidak semua karier mereka berujung indah. Karena ada beberapa yang harus berpisah dengan sepak bola Indonesia dengan cara yang kurang mengenakkan.
Bola.com merangkum ada tiga striker asing yang punya cerita seperti itu. Ada yang berasa dari Asia Tenggara, Eropa dan Afrika.
Roger Batoum
Penyerang yang satu ini langsung jadi pemain papan atas saat awal karirnya di Indonesia. Pemain asal Kamerun ini direkrut Persija Jakarta musim 2008/2009. Dia didatangkan dari klub Hong Kong, Sun Hei. Waktu itu Batoum punya beban berat di Persija. Karena dia harus menggantikan posisi bintang Persija, Emanuel de Porras.
Namun, dia bisa menjawab kepercayaan tersebut. Batoum mengemas 20 gol dalam 25 pertandingan bersama Persija. Batoum punya karakter sebagai striker murni. Skill bagus dan ditopang dengan postur kekar. Itu membuatnya sering menang duel melawan bek lawan. Tandukan kepalanya juga berbahaya.
Hanya saja, dia bukan tipikal pemain loyal. Musim selanjutnya dia memilih hengkang ke Persikabo. Di sana, performanya sedikit menurun. Tampil dlam 26 pertandingan dan mencetak 15 gol. Musim selanjutnya, dia meninggalkan Indonesia untuk berkarir lagi di Liga Hong Kong.
Musim 2011-2012, Batoum kembali ke Indonesia. Namun dia bermain di kasta kedua bersama Persebaya Surabaya. Sebuah penurunan karir tentunya. Selain itu, produktifitasnya juga turun.
Dari 20 laga, dia hanya mengoleksi 5 gol dengan Persebaya. Tahun 2012/2013 dia hengkang klub kasta kedua lainnya, PSCS Cilacap. Disana dia bermain 22 laga dan hanya mencetak 8 gol. Itu sekaligus jadi musim terakhirnya sebagai pemain profesional. Batoum memilih pensiun di usia 35 tahun.
Noh Alam Shah
Striker legendaris Singapura ini juga tampil garang saat pertama berkarir di Indonesia. Dia bermain untuk Arema FC musim 2009/2010. Meski hanya mencetak 13 gol di musim itu, dia berhasil mengatar Arema jadi juara ISL. Sebuah gelar paling bergengsi di kasta tertinggi sepakbola Indonesia. Di Copa Indonesia, dia membawa Singo Edan jadi runner up.
Di musim kedua, Along, sapaan akrabnya masih jadi andalan lini depan Arema. Namun torehan golnya menurun. Hanya 8 gol yang dicetak dalam 19 pertandingan. Meski demikian, dia jadi pemain penting. Tugasnya tak sekedar jadi pencetak gol. Tapi juga membangkitkan motivasi rekan-rekannya.
Ketika performa Arema loyo, tak jarang Along melakukan pelanggaran keras kepada lawan untuk membangunkan rekan-rekannya. Sejatinya, pemain yang satu ini punya finishing yang bagus didepan gawang.
Buktinya, ketika membela timnas Singapura, dia jadi top skor Piala AFF dengan 11 gol. Tapi ada sisi lain yang jadi kekurangannya, yakni temperamental. Musim pertamanya di Indonesia dia menerima 6 kartu kuning dan satu kartu merah. Sedangkan musim kedua mendapatkan 4 kartu kuning.
Sinar Along meredup ketika Arema terpecah karena dualisme kompetisi musim 2012/2013. Dia sempat membela Arema yang ada di Indonesia Premier Leagus (IPL). Namun tim itu akhirnya bubar dan Along memilih pindah ke Persib Bandung di paruh musim.
Di Persib, dia hanya mencetak 4 gol dalam 14 pertandingan. Justru kartu kuningnya lebih banyak daripada jumlah gol. Yakni 5 kartu kuning.
Musim 2014, karir Along merosot. Dia bermain di kasta kedua bersama PSS Sleman. Setelah itu dia memilih pulang kampung ke Singapura dan pensiun di tahun 2014.
Marko Simic
Pecinta sepakbola tanah air tentu belum lupa dengan Marko Simic. Penyerang asal Kroasia itu jadi andalan Persija Jakarta selama 4 tahun. Yakni periode 2018-2022.
Karirnya di Indonesia dihabiskan hanya untuk Persija. Di tim ibukota, Simic menjelma jadi penyerang tajam. Dia mengoleksi gelar topskorer di Piala Presiden 2018, Liga 1 2019 dan Piala Gubernur Jatim 2022.
Padahal sebelum berkiprah di Indonesia, mantan striker Timnas Kroasia U-21 tergolong tidak terlalu produktif. Dia tak pernah mencetak lebih dari dua digit gol dalam satu musim. Baik saat main di Liga Vietnam maupun Malaysia. Tapi di Indonesia, dia seperti menemukan top performa.
Simic dapat tandem para winger yang banyak memberi suplai bola matang. Salah satunya Riko Simanjuntak. Itu yang membuatnya jadi predator kotak penalti.
Kelebihannya, Simic punya postur kokoh, finishing bagus dan tangguh dalam duel udara. Namun musim lalu ketajamannya mulai turun. Dia mencetak 14 gol dalam 27 pertandingan. Setelah musim 2021/2022 berakhir, Simic berpisah dengan Persija dengan cara yang kurang mengenakan.
Simic menyampaikan salam perpisahan dengan membuka konfliknya dengan manajemen Persija. Dia menyebut jika ada tunggakan gaji yang belum diterimanya. Sedangkan di sisi lain, Macan Kemayoran seperti ingin melepasnya karena ingin melakukan penyegaran di tim.
Sehingga hubungannya Simic dengan manajemen Persija berakhir dengan situasi panas. Kini Simic memilih berkarir di kasta tertinggi Liga Serbia, FK Radnicki. Di sana, Simic sudah tampil dalam 5 laga dan mencetak 1 gol.