Bola.com, Jakarta - Penyerang sayap Manchester United (MU), Antony, berbagi kisah hidupnya yang sulit dan sangat berat ketika tumbuh berkembang di favela, Brasil. Bahkan ia pernah melihat mayat tergeletak di jalanan saat masih berusia delapan tahun.
Pemain muda berusia 22 tahun itu baru saja bergabung bersama MU dari Ajax pada musim panas 2022. Antony direkrut oleh MU dengan nilai transfer 85 juta pound.
Namun, beberapa tahun lalu, ketika masih berusia 18 tahun, pemain asal Brasil itu masih berbagi tempat tidur dengan ayahnya di Sao Paulo, dalam sebuah area yang disebut Inferninho, yang artinya neraka kecil.
Inferninho merupakan sebuah area yang biasa juga disebut favela, istilah untuk wilayah tempat tinggal penduduk kelas pekerja di Brasil yang begitu terkenal di Rio de Janeiro dan Sao Paulo. Area tersebut biasanya dipenuhi oleh anak-anak geng dan bandar narkoba.
Sepak bola menjadi cara Antony melarikan diri dari lingkungan yang berbahaya, di mana Antony mengaku belajar melakukan trik sepak bola dari pemain-pemain seperti Neymar, Ronaldinho, dan Cristiano Ronaldo.
Melewati Mayat di Jalan Menuju Sekolah Saat Berusia 8 Tahun
Dalam cerita mengenai kehidupannya, Antony juga mengungkapkan betapa sulit kehidupannya saat masih kecil, bahkan melihat mayat berada di jalanan ketika masih berusia delapan tahun.
"Dalam perjalanan ke sekolah pada suatu pagi, ketika saya sekitar 8 hingga 9 tahun, saya menemukan seorang pria tergeletak di gang. Dia tidak bergerak. Ketika saya makin dekat, saya menyadari dia sudah mati," ujar Antony kepada The Player's Tribune yang dikutip The Sun.
"Anda bisa menjadi mati rasa terhadap hal-hal seperti ini di favela. Tidak ada jalan lain dan saya harus pergi ke sekolah. Jadi saya hanya memejamkan mata dan melompati mayat tersebut."
"Saya tidak mengatakan ini terdengar berat. Itu hanya realita yang saya jalani. Faktanya, saya selalu mengatakan bahwa saya sangat beruntung sebagai anak kecil, karena terlepas dari semua perjuangan kami, saya diberikan hadiah dari surga."
"Bola penyelamatku. Cinta bagi saya. Ketika di Inferninho, kami tidak peduli dengan mainan untuk Natal. Bola yang menggelinding sudah sempurna bagi kami," lanjutnya.
Sepak Bola Jadi Jalan Keluar
Keluarga Antony sangat miskin sehingga mereka tidak mampu membelikannya sepatu untuk bermain sepak bola. Namun, hal itu tak menghentikan anak muda berbakat itu untuk terus mencoba dan mengejar mimpinya.
"Setiap hari, kakak laki-laki saya akan membawa saya ke alun-alun untuk bermain sepak bola. Di favela, semua orang bermain. Anak-anak, orang tua, guru, pekerja konstruksi, supir bus, pengedar narkoba, gangster," kisah Antony.
"Di sana, semua orang sama. Pada masa ayah saya, itu adalah lapangan tanah. Pada masa saya, itu sudah diaspal. Pada awalnya saya bermain tanpa alas kaki, sampai berdarah. Kami tidak punya uang untuk membeli sepatu yang layak."
"Saya kecil, tapi menggiring bola dengan keajaiban yang datang dari Tuhan. Menggiring bola selalu menjadi sesuatu yang ada di dalam diri saya, sebuah bakat alami."
"Saya menolak untuk menundukkan kepala saya ketika menghadapi siapapun. Saya akan melakukan elastico kepada bandar narkoba, melakukan rainbow kepada supir bus, melakukan nutmeg kepada para pencuri. Saya benar-benar tidak peduli. Dengan bola ada di kaki saya, tidak ada takut yang saya rasakan," lanjutnya.
Tidak Punya Rasa Takut
Antony kemudian menjelaskan bagaimana ia membungkam tekanan yang ada di lapangan hijau. Menurutnya, semua pengalaman masa kecilnya telah membuat dirinya tak lagi memiliki rasa takut.
"Saya pergi dari daerah kumuh ke Ajax dan Manchester United dalam tiga tahun terakhir. Orang-orang selalu bertanya kepada saya mengenai bagaimana saya memutar kunci begitu cepat. Sejujurnya, ini karena saya tidak merasakan tekanan di lapangan sepak bola. Tidak ada rasa takut," ujar Antony.
"Takut? Apa itu takut? Ketika Anda bertumbuh dengan melompati mayat saat pergi ke sekolah, Anda tak bisa takut lagi dengan apa pun di sepak bola," lanjutnya.
Bukan Piala Dunia, Bawa Keluarga Keluar dari Favela Adalah Mimpinya
Antony saat ini sedang bersiap untuk menjalani kiprah di Piala Dunia 2022 yang dihelat di Qatar. Pemain MU ini masuk dalam 26 pemain yang dibawa oleh Tite ke Qatar.
Meski Timnas Brasil masuk sebagai favorit untuk menjadi juara, Antony menegaskan mimpinya bukan untuk memenangkan Piala Dunia, bukan juga mendapatkan Ballon d'Or atau Liga Champions.
Menurutnya itu semua hanyalah tujuan, tapi untuk mimpinya adalah membawa orang tuanya keluar dari favela atau mati saat mencoba melakukannya.
Antony melangkah dari favela ke Manchester United dalam waktu tiga tahun saja. Dalam satu tahun ia beralih kembali ke favela setelah mencetak gol untuk Sao Paulo di final Paulista 2019, kemudian bermain di Liga Champions bersama Ajax.
Saat berada di Belanda, Antony membelikan ibunya sebuah mobil Range Rover berwarna merah, mobil yang dijanjikan Antony kepada sang ibu saat masih kecil. Setelah membeli mobil, Antony mengatakna kepada ibunya, "Anda lihat? Sudah saya katakan akan menaklukkan dan saya melakukannya."
Paul Scholes Tak Akan Pernah Mengerti
Sementara itu, pemain sayap MU itu juga mengambil kesempatan untuk mengkritik balik Paul Scholes yang melabelinya dengan sebutan badut pada bulan lalu setelah memamerkan skill kala MU bertanding melawan Sheriff Tiraspol.
Antony merespons, "Jika Anda pikir saya hanya seorang badut, maka Anda tidak mengerti mengenai cerita saya."
Sumber: The Sun