Qatar Diserang Isu Non Sepak Bola di Piala Dunia 2022, Footbal Institute: Negara Lain Harus Hormati Tuan Rumah

oleh Nandang Permana diperbarui 20 Nov 2022, 20:00 WIB
Seorang pekerja berjalan melewati grafiti di sepanjang jalan menjelang turnamen sepak bola Piala Dunia Qatar 2022 di Doha, Rabu (16/11/2022). Pertandingan Qatar vs Ekuador di Stadion Al Bayt, Al Khor, akan menjadi laga pembuka Piala Dunia 2022. (AFP/Raul Arboleda)

Bola.com, Jakarta - Perhelatan Piala Dunia 2022 tak terlepas dari isu-isu yang jauh dari lapangan.

Banyaknya aturan dari penyelengara Piala Dunia 2022, Qatar membuat mayarakat internasional bereaksi. Qatar akhir-akhir ini selalu mendapat serangan statemen dari masyarak dunia.

Advertisement

Seperti diketahui, Qatar menerapkan berbagi aturan yang langsung direspon masyarakat dunia seperti, semua penonton dilarang memakai baju terbuka baik di luar maupun di dalam stadion. Larangan memakai ban kapten pelangi serta isu HAM dan pelarangan penjualan bir di sekitar stadion.

Qatar menyebut aturan itu diterapkan agar budaya mereka tidak berdampak negatif.

2 dari 5 halaman

Patuhi Aturan Lebih Nyaman

Satu hari menjelang pembukaan Piala Dunia 2022 Qatar, para suporter dari berbagai negara mulai memadati Fan Festival yang digelar di Al Bidda Park, Doha, Sabtu (19/11/2022) waktu setempat. Pada hari pertama dibukanya Fan Festival tersebut, berbagai aktivitas dilakukan para suporter yang begitu antusias menyambut pembukaan Piala Dunia 2022 Qatar yang akan dilakukan Minggu, 20 November 2022. (Dok. SCM)

Menyikapi hal itu, Founder Football Institute, Budi Setiawan mengatakan isu LGBT, alkohol, HAM, dll menjadi isu yang kian melebar dalam Piala Dunia Qatar.

Isu LGBT dan Alkohol tentunya para negara peserta dan fans harus menghormati aturan yang berlaku di Qatar sebagai host piala dunia. Ada moderasi yang sudah dicapai tapi pihak-pihak yang tidak ingin Qatar sebagai host memilih tidak mau melihat hal ini.

"Seperti misalnya untuk ban kapten. FIFA memberikan 2 alternatif ban kapten, selain ban kapten pelangi (simbol LGBT) dan satunya warna kontras dengan yang dipakai oleh tim. Jadi setiap tim peserta dibebaskan untuk memilih, seperti halnya Hugo Lloris memilih untuk tidak memakai ban kapten pelangi untuk menghormati Qatar sebagai tuan rumah," kata Budi Setiawan kepada Bola.com, Minggu (20/11/2022).

3 dari 5 halaman

Soal Bir

FIFA resmi meluncurkan logo Piala Dunia 2022 di Doha, Qatar, Selasa (3/9/2019). (AFP).

Sedangkan untuk bir, kata Budi Setiawan jelas Qatar sebagai negara islam melarang bir. Namun mereka memahami bahwa FIFA juga memiliki kontrak dengan pihak ketiga yaitu budweiser sehingga Qatar juga harus menghormati itu.

Bir dipastikan tidak akan dijual bebas selama piala dunia. Namun ada beberapa pengecualian misalnya fans di stadion boleh membeli bir H-3 jam sampai dengan H+1 di area sekitar stadion, atau area taman kota yang dikhususkan untuk fans.

Atau jika memiliki cukup uang, fans bisa menikmati bir sambil menonton pertandingan di hospitality room dengan merogoh kantong sedalam 19.000 poundsterling atau setara / senilai Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta)

"Isu HAM juga berkembang, yang mana saya tidak mau mengomentari hal ini terlalu jauh. Tempat wisatawan mancanegara di piramida di mesir, juga kan memakan korban tidak sedikit. Tapi mereka yang berfoto disana tetap saja tertawa dan tersenyum," ungkapnya.

4 dari 5 halaman

Fokus ke Sepak Bola Saja Yuk

Penggemar timnas Ekuador, Pablo Zambrano dari Quito, bersorak di Doha, Qatar, Jumat (18/11/2022). Para penggemar membanjiri Qatar pada hari Jumat menjelang Piala Dunia pertama di Timur Tengah ketika tuan rumah memutuskan untuk melarang penjualan bir di stadion selama gelaran tersebut - dalam perubahan mengejutkan di menit-menit terakhir yang disambut oleh Muslim konservatif negara itu. (AP Photo/Jon Gambrell)

Menurut pria berkacamata ini, terlalu banyak isu non sepakbola di Piala Dunia Qatar 2022 sehingga semarak piala dunia kali ini tidak mendapat exposure seperti yang sebelumnya.

Masih kata Budi Setiawan waktu pelaksanaan piala dunia yang biasanya di bulan Juni atau Juli sekarang bergeser menjadi November dan Desember karena penyesuaian iklim dan cuaca.

"Penyesuaian banyak terjadi ketika perhelatan akbar Piala Dunia yang di masa lalu tersentralisasi di Eropa tentu bukanlah hal yang mudah diadaptasi," ujarnya.

"For the good of the game, sebaiknya isu-isu non sepakbola dikesampingkan. Agar para pemain dapat lebih fokus memikirkan tentang pertandingan," kata Budi Setiawan.

5 dari 5 halaman