Bola.com, Jakarta - Upaya keras yang dilakukan Ketua Umum PSSI Erick Thohir untuk mempertahankan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 dinilai sudah maksimal.
Hal di atas diungkapkan oleh Pengamat Sepakbola Yusuf Kurniawan atau akrab disapa Yuke. Meskipun pada akhirnya, FIFA membatalkan status tuan rumah Piala Dunia U-20 dari tangan Indonesia.
Menurut Yuke, upaya Erick itu ternodai hingga gagal akibat ulah sebagian elite politik yang menentang kehadiran Tim Nasional Israel di Indonesia.
"Upaya Erick Thohir sudah optimal. Tapi sayang upaya Erick tidak maksimal karena tersandera oleh sikap politis para elite politik kita yang menentang kehadiran tim sepak bola israel," ungkap Yuke saat dihubungi di Jakarta, Minggu (09/04/2023).
Sama dengan Temuan Survei Nasional
Pandangan Yuke sama dengan temuan Survei Nasional yang dilaksanakan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Salah satu temuan LSI adalah 80,6% responden percaya bahwa Ketum PSSI Erick Thohir sudah berupaya optimal agar Penyelenggaraan Piala Dunia FIFA U-20 tetap dilaksanakan di Indonesia, meskipun pada akhirnya FIFA membatalkan status tuan rumah dari tangan Indonesia.
Atas temuan ini, Yuke memandang bahwa itu merupakan fenomena akan harapan baru. Karena pengurus PSSI yang sebelumnya kadung terstigma negatif.
"Jadi, istilahnya siapa aja ketum-nya yang penting orang baru. Setidaknya bisa memberikan harapan baru lebih baik daripada mempertahankan orang lama yang terbukti memberikan harapan palsu," tegasnya.
Jika yang Negosiasi Bukan Erick Thohir, Hasil Akhir Akan Sama
Dengan demikian, hasil negosiasi dengan FIFA agar penyelenggaraan Piala Dunia FIFA U-20 tetap dilaksanakan di Indonesia akan tetap sama, meskipun pelaku negosiasinya adalah orang lain selain Erick Thohir.
"Hasilnya akan tetap sama saja," kata Yuke.
Dia menambahkan bahwa penyebab utama Indonesia gagal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 adalah karena Indonesia dianggap tidak mampu memegang komitmen dengan kesepakatan persetujuan yang telah dibuat sendiri.
"Kebetulan yang jadi pemicunya Israel, yang suka gak suka, memang anak istimewa FIFA," kata Yuke.
"FIFA jelas standart ganda, tetapi suka gak suka, kita yang harus kompromi dengan hal itu. Jika ingin tetap bisa beredar di orbit sepak bola internasional yang jadi propertinya FIFA," pungkasnya.