5 Pemain Argentina yang Cemerlang di Panggung Sepak Bola Indonesia: Gocekan Maut Mario Kempes hingga Gustavo Ortiz

oleh Iwan Setiawan diperbarui 17 Jun 2023, 11:00 WIB
Ilustrasi - Emanuel De Porras, Gustavo Hernan Ortiz, Robertino Pugliara (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Euforia jelang FIFA Matchday antara Timnas Indonesia melawan Argentina di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta pada 19 Juni makin terasa. Meski Lionel Messi  tidak mampir ke Indonesia, masih banyak sederet pemain Argentina yang akan menarik perhatian.

Di atas kertas, tentu kualitas Argentina masih di atas Indonesia. Mengingat tim Tango, julukan Argentina berstatus juara Piala Dunia 2022. Sebelum laga FIFA Matchday, sebenarnya pecinta sepakbola tanah air sudah sering dihibur oleh pemain dari Argentina.

Advertisement

Tidak sedikit pemain Argentina yang jadi bintang di kompetisi sepakbola Indonesia. Pemain top Argentina, Mario Kempes pernah berlabuh ke Pelita Jaya di pengujung karirnya. Setelah itu, ada era Gustavo Hernan Ortiz dan Emanuel De Porras, Franco Hita dan beberapa nama lainnya.

Mereka tak sekedar mencari peruntungan di Indonesia. Tapi juga memberi prestasi untuk klub yang dibela. Tak hanya itu, mereka jadi insipirasi anak muda untuk jadi pesepakbola profesional. Berikut kiprah para pemain Argentina yang jadi bintang di kompetisi Indonesia.

2 dari 6 halaman

Mario Kempes

Mario Kempes, top scorer Piala Dunia 1978 asal Argentina.

Mario Kempes merupakan salah satu pemain besar dunia. Mario Kempes membela Timnas Argentina dalam tiga edisi Piala Dunia. 1974, 1978 dan 1982. Dia berkontribusi memenangi Piala Dunia 1978. Waktu itu Kempes jadi mesin gol Argentina dan menggondol gelar top skorer dengan 6 gol.

Setelah performanya menurun, tahun 1996 dia didatangkan Pelita Jaya. Waktu itu Kempes dikontrak 10 bulan. Perannya sebagai pemain sekaligus pelatih. Kedatangannya jadi daya tarik sepakbola Indonesia. Meski sudah berusia 43 tahun, Kempes masih bertaji di Indonesia. Dari 15 penampilan, dia mencetak 10 gol.

Pelita Jaya jadi klub terakhirnya sebagai pemain. Setelah itu, Kempes memutuskan pensiun dan fokus menjadi pelatih dan meninggalkan Indonesia. Tapi karir kepelatihannya bisa dibilang kurang berhasil. Dia tak pernah menangani klub besar dunia.

3 dari 6 halaman

Emanuel De Porras

Mantan penyerang Persija Jakarta dan PSIS Semarang asal Argentina, Emanuel De Porras. (Dok. Istimewa)

Pada tahun 2004, ada nama penyerang Argentina yang menyita perhatian. Yakni Emanuel De Porras. Dia didatangkan Persija Jakarta waktu itu. De Porras tampil lumayan bagus di musim pertamanya. Sebanyak 16 gol diciptakannya. Hanya saja, Persija yang punya target juara waktu itu hanya bisa jadi runner up.

Musim 2005-2006 dia hengkang ke PSIS Semarang. Bersama Mahesa Jenar, dia sempat merasakan final Liga Indonesia di musim 2016. Namun, lagi-lagi dia gagal memberikan gelar juara. Karena PSIS kalah dari Persik Kediri di final.

Meski begitu, De Porras punya banyak fans. Wajah tampan tapi ganas ketika didalam lapangan. Kaki dan kepalanya sama tajamnya ketika didepan gawang. Tapi, setelah tiga musim di Indonesia, dia memutuskan berkarir di Seri C Italia.

Tapi di tahun 2011 dia kembali ke Indonesia. Waktu itu De Porras bergabung dengan Jakarta FC yang bermain di kompetisi IPL. Sayang, kehabatannya tak seperti dulu. Karena di musim 2013, dia pergi ke Malaysia membela, Negeri Sembilan.

4 dari 6 halaman

Gustavo Hernan Ortiz

Gustavo Hernan Ortiz. (Dok Pribadi)

Dia datang bersama Emanuel De Porras tahun 2004 ke Persija Jakarta. Gelandang berambut gondrong ini punya skill tinggi. Ketika membawa bola, pertahanan lawan dibuat ketar-ketir. Karena dia bisa mengirimkan umpan matang kepada pemain depan.

Meski belum pernah merasakan gelar juara kompetisi tertinggi, Ortiz bermain di Indonesia lebih lama ketimbang De Porras. Ketika partnernya ke Italia, Ortiz melanjutkan karirnya di Persisam Samarinda. Setelah itu, mereka sempat reuni kembali di Jakarta FC musim 2011. Di tahun yang sama, Ortiz sempat hengkang ke Persibo Bojonegoro.

Dari permainan, pemain kidal ini bisa dibilang konsisten. Selain jago mengatur serangan, dia punya keistimewaan lewat tendangan bebas. Namun, usia tak bisa dilawan. Persibo jadi klub terakhirnya di Indonesia.

5 dari 6 halaman

Franco Hita

Mantan pemain Arema dan Persema Malang asal Argentina, Franco Hita. (Dok. Pribadi)

Penyerang yang satu ini merintis kariernya agak lama di Indonesia. Untuk jadi pemain bintang, dia lebih dulu harus memperkuat tim seperti Persigo Gorontalo dan Persiter Ternate. Kehebatannya mulai terlihat ketika dibawa pelatih Benny Dollo ke Persita Tangerang di musim 2005.

Puncak karirnya terjadi di Arema pada 2005-2006. Lagi-lagi dia dibawa oleh Benny Dollo. Di Arema, dia meraih gelar dua gelar Copa Indonesia. Dari 46 pertandingan di kompetisi, dia menyumbangkan 22 gol. Skill oke, kuat menahan bola dan punya insting gol bagus. Dia bisa melepaskan tembakan keras dengan kaki kanan maupun kiri. Hita juga unggul dalam duel bola atas.

Dengan kemampuan lengkap, jadi salah satu penyerang papan atas waktu itu. Namun entah mengapa, di musim 2007 dia pindah ke klub sekota Arema, Persema Malang. Di sana Hita memang jadi andalan. Tapi dia tak bisa memberikan prestasi. Hita sempat menghilang karena berkarir di Liga Chili.

Tapi, pada tahun 2009 dia kembali lagi untuk membela Mitra Kukar. Meski sempat mampir ke Persela, dia kembali ke Mitra Kukar musim 2010-2011. Setelah itu dia kembali ke Amerika Latin untuk menutup buku sebagai pemain.

6 dari 6 halaman

Robertino Pugliara

Gelandang Persebaya Surabaya, Robertino Pugliara, hanya bermain selama 41 saat menghadapi Sriwijaya FC. (Bola.com/Aditya Wany)

Dia jadi salah satu pemain Argentina paling banyak membela klub besar Indonesia. Robertino datang ke Indonesia di tahun 2007 untuk membela Persija Jakarta. Skill mengolah bola dan visi bermainnya di atas rata-rata. Sempat ke Persiba Balikpapan di tahun 2009, dia kembali lagi ke Persija musim 2011.

Setelah itu, Robertino bergantian membela PSM Makassar, Persipura Jayapura, PS Polri (kini Bhayangkara FC), Persib Bandung hingga Persebaya Surabaya. Deretan klub dengan basis suporter besar yang dibelanya.

Sayang, Robertino belum pernah merasakan gelar juara di kasta tertinggi. Dia hampir membawa Persipura jadi juara di musim 2014. Tapi di final kalah dari Persib Bandung. Yang menarik dari karier Robertino di Indonesia, dia merasakan empat era berbeda. Dari Liga Indonesia, ISL, ISC dan kini menjadi Liga 1. 

 

Berita Terkait