Bola.com, Solo - Direktur Teknik Safin Pati Sports School, Muhammad Hanafing Ibrahim punya pandangan bijak terkait nasib para pemain yang memperkuat Timnas Indonesia U-17 di Piala Dunia U-17 2023. Menurutnya, penggawa Garuda Muda harus tetap mendapatkan perhatian setelah kejuaraan tersebut berakhir.
Hal ini disampaikan Hanafing dalam sesi konferensi pers di Pusat Informasi Piala Dunia U-17 2023 di Solia Zigna Kampung Batik, Kamis (16/11/2023). Dia berujar, harus ada langkah-langkah lanjutan yang diperhatikan oleh PSSI agar potensi para pemain tak tenggelam.
Hanafing mengatakan, setidaknya ada dua opsi yang harus diambil federasi untuk penjaga keberlanjutan perkembangan para pemain Timnas Indonesia U-17 setelah Piala Dunia U-17 2023.
Yang pertama yakni menitipkan para pemain asuhan Bima Sakti untuk berlatih bersama klub-klub Liga 1. Syaratnya, klub tersebut harus punya model pembinaan usia muda yang dijalankan dengan serius.
“Mereka harus bisa melanjutkan pembinaan di akademi klub Liga 1. Namun, para pemain ini harus bergabung dengan akademi yang dijalankan dan dikelola dengan baik,” ujar Hanafing.
---
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Serius Jalankan Pembinaan
Syarat yang disampaikan pelatih asal Ujungpandang itu bukan tanpa alasan. Sebab, sebagai salah satu orang yang bertugas mengulas proses verifikasi AFC Club Licensing, Hanafing mendapatkan gambaran soal klub-klub yang memang serius menjalankan model pembinaan pemain usia dini.
Berdasarkan penilaiannya terhadap aspek sporting, cuma ada tujuh klub Liga 1 yang layak dan memenuhi syarat untuk mendapatkan lisensi klub profesional. Aspek ini berkaitan dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang digunakan untuk pembinaan pemain usia muda.
“Jadi setelah mereka selesai di Piala Dunia U-17 2023, para pemain harus dititipkan kepada klub-klub Liga 1 yang punya akademi yang dikelola dengan baik. Sehingga lebih muda dipantau selama menjalani proses pembinaan,” kata pemain yang ikut membawa Timnas Indonesia meraih medali emas SEA Games 1991 itu.
“Untuk mendapatkan lisensi klub AFC, mereka harus punya akademi, lapangan latihan khusus untuk akademi, punya pelatih yang berlisensi, hingga direktur akademi,” sambungnya.
Program Jangka Panjang
Adapun opsi kedua yaitu membuat program jangka panjang seperti ketika era PSSI berada di bawah kepemimpinan Kardono. Hanafing memaparkan, program pembinaan jangka panjang sudah dilakukan oleh beberapa negara tetangga, mulai dari Vietnam, Malaysia, hingga Jepang.
“Jadi setelah Piala Dunia U-17 2023, anak-anak ini jangan dibiarkan untuk kembali ke klubnya masing-masing. Kalau klubnya bagus seperti akademi Persib Bandung, ya tidak masalah. Namun, kalau klubnya tidak berkualitas, nanti jadi persoalan,” ucapnya.
“Salah satu contohnya ialah Timnas Indonesia U-19 era Evan Dimas. Setelah juara Piala AFF U-19 2013, mereka terpecah-pecah. Ada yang bermain di Liga 3, itu pasti turun performanya. Sebab, model kompetisinya sangat instan,” tambah dia.
Sistem Tertata
Pria yang juga berstatus sebagai Instruktur Pelatih PSSI itu berharap, para pemain Timnas Indonesia U-17 bisa melanjutkan program pembinaan dengan sistem yang lebih tertata.
Berbicara youth development, sama halnya berbicara soal pembinaan jangka panjang. Top performa pemain, kata Hanafing, ada di usia 19 hingga 20 tahun. Di situlah mereka mendapatkan semua pengetahuan soal sepak bola.
“Jika bisa bergabung dengan akademi, mereka akan mendapatkan menit bermain. Berarti pengalamannya bertanding cukup. Minimal 30 match dalam satu tahun," terangnya.
"Namun, sekali lagi, akademinya harus akademi yang betul-betul membina pemain dengan baik,” pungkas mantan Direktur Teknik EPA Persebaya Surabaya itu.
Baca Juga