Pandangan Jacksen F. Tiago soal Kultur Sepak Bola Brasil dan Indonesia: Totalitasnya Beda Banget

oleh Ana Dewi diperbarui 23 Nov 2023, 11:00 WIB
Pelatih Persis Solo, Jacksen F. Tiago, memberikan instruksi kepada pemainnya dalam sesi latihan resmi di Stadion Manahan jelang laga keempat BRI Liga 1 2022/2023 melawan Persita Tangerang, Sabtu (13/8/2022) (Dok. Persis Solo)

Bola.com, Solo - Jacksen F. Tiago membagikan perspektif soal perbedaan kultur sepak bola di negara asalnya, Brasil, dengan Indonesia. Ini sekaligus bisa jadi pelajaran bagi para pesepak bola Tanah Air, terutama penggawa Timnas Indonesia U-17 yang baru saja tampil di Piala Dunia U-17 2023.

Mantan pelatih Timnas Indonesia itu memulai karier di Indonesia pada 1994, tepatnya ketika bergabung dengan Petrokimia Putra. Sejak saat itu, dia menghabiskan perjalanan hidupnya, baik sebagai pemain maupun pelatih di Indonesia.

Advertisement

Aspek pertama yang disinggung oleh pria berusia 55 tahun itu ialah profesionalisme. Jacksen memberi contoh, di Brasil kalau seorang pemain sudah terjun di dunia sepak bola, maka dia akan mengerahkan seluruh tenaga dan fokus.

2 dari 5 halaman

Fokus Terbagi

Sebab, mereka menganggap bahwa sepak bola merupakan salah satu pintu untuk memperbaiki derajat hidup keluarganya. Sementara itu, para pemain Indonesia masih belum bisa sepenuhnya mencurahkan waktu untuk si kulit bundar.

Hal itu terbukti dari para pemain yang terikat status dengan instansi lain. Baik di dunia pemerintahan, militer, hingga pekerjaan sampingan.

"Yang membedakan Brasil dengan Indonesia terutama berkaitan dengan aspek profesionalitas. Kebanyakan pemain Indonesia berpikir bahwa sepak bola itu masih sekadar hiburan, bukan profesi utama," ujar Jacksen saat menjadi narasumber di konferensi pers Pusat Informasi Piala Dunia U-17 2023 di Solo, Rabu (22/11/2023).

"Berbeda dengan para pemain di Brasil. Kalau kami bekerja di dunia sepak bola, fokus kami 100 persen untuk sepak bola. Jadi, kami menanggapi setiap aktivitas sepak bola itu sebagai kesempatan untuk bisa meningkatkan kesejahteraan kita dan keluarga. Di situ ada perbedaan dari aspek profesionalisme," sambungnya.

 

3 dari 5 halaman

Keseriusan Pembinaan Pemain

Pemain Timnas Indonesia U-17, Welber Jardim (kiri) menguasai bola dibayangi pemain Timnas Panama U-17, Oldemar Castillo pada laga kedua Grup A Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya, Senin (13/11/2023). (Bola.com/Bagaskara Lazuardi)

Berdasarkan pengalamannya melatih, Jacksen Tiago mengatakan, ada sejumlah pemain yang tidak serius saat menjalani latihan. Mereka hanya ingin bertemu kawan dan kemudian mengobrol, lalu latihan sekadarnya. Namun ada pula yang serius berlatih.

Selain itu, mantan juru taktik Timnas Indonesia medio 2013 itu juga menyebut soal keseriusan setiap klub di Brasil untuk fokus membina pemain muda. Berbagai infrastruktur yang dibutuhkan bagi pemain tersedia dengan baik.

"Di Brasil, setiap klub memiliki psikolog, terutama untuk pembinaan usia dini. Sebab, seorang pemain muda itu dianggap sebagai aset yang sangat berharga bagi klub. Semua infrastruktur yang dibutuhkan pemain untuk berkembang itu tersedia," katanya.

"Kami biasanya berlatih jam tiga sore. Namun, pemain sudah datang ke klub pukul 10 pagi. Setelah datang, mereka masuk laboratorium terlebih dahulu untuk tes kesehatan, lalu makan siang,".

"Selanjutnya, mereka beristirahat dan melanjutkan aktivitas di pusat kebugaran sebelum latihan di lapangan," tambah pria yang sebelumnya menangani Persis Solo itu.

 

4 dari 5 halaman

Harapan Jacksen Tiago

Jacksen F Tiago yang menyaksikan pertandingan babak 16 besar Piala Dunia U-17 2023 antara Ekuador melawan Brasil di Stadion Manahan, Solo, Senin (20/11/2023), mendapatkan serbuan dari penonton untuk berfoto bersama. (Bola.com/Radifa Arsa)

Pelatih yang sukses membawa Persipura Jayapura meraih tiga gelar juara Indonesia Super League (ISL) itu berharap, klub-klub di Indonesia bisa mulai fokus membina pemain usia dini sebagai proyek jangka panjang.

"Ada perbedaan yang sangat besar dengan Indonesia, yakni soal profesionalisme. Di sana, pemain muda dianggap sebagai sebuah aset, bukan hanya sekadar seorang atlet. Namun, itu semua membutuhkan dana. Saya lihat, Indonesia masih belum punya visi ke arah sana," ucapnya.

"Jarang sekali ada klub yang benar-benar mengambil pemain di usia 15 tahun dan dijadikan proyek hingga pemain itu berusia 19 tahun dan disiapkan tampil di tim senior. Itu masih jarang ada, hanya ada beberapa klub yang punya ide itu," lanjut dia.

 

5 dari 5 halaman

Pemain Muda Abroad Saja

Jacksen menyarankan bila pemain yang memperkuat Timnas U-17 sebaiknya dikembalikan ke klub. Kemampuan mereka setidaknya tetap terasah karena bermain dan berlatih di klub.

Pelatih yang memulai dan menutup karier sebagai pemain di Petrokimia Gresik itu juga mendukung apa yang disampaikan eks pelatih junior Timnas, Fakhri Husaini. Menurut dia pemain muda sebaiknya bisa bermain di klub-klub di luar negeri.

Namun, mereka harus selektif dalam memilih negara yang akan dituju. Misalnya saja ke Brasil, Italia, Inggris, Spanyol, Jerman, Belgia, Prancis, dan Portugal. Tak masalah bermain di divisi bawah karena liga di negara-negara tersebut sudah tertata rapi.

"Pemain muda Indonesia bisa belajar, terutama attitude dan kedisiplinan. Tidak hanya belajar sepak bola tetapi sikap. Bagaimana menghormati wasit dan keputusannya, juga menghormati pemain lawan. Mereka yang sudah pernah ke Eropa misalnya tentu akan berbeda saat pulang ke Indonesia," tutur Jacksen.

Lebih jauh, Jacksen menyatakan, potensi pemain muda Indonesia sangat bagus. Mereka juga mendapat pengalaman berharga saat bermain di Piala Dunia U-17 2023.

Kalau pembinaan sepak bola makin berkembang dengan menekankan profesionalisme, maka sepak bola Indonesia bakal makin maju. Harapan mencapai generasi emas di 2045 tentu bisa tercapai.

Berita Terkait