Bola.com, Jakarta Di dunia sepak bola, sering terjadi pelatih kepala membawa gerbong pemain saat pindah ke beberapa klub. Hal itu juga terjadi di Indonesia. Antara almarhum Benny Dollo dengan gelandang serang Firman Utina. Keduanya diibaratkan bapak dan anak.
Maklum, Bendol, sapaan akrab Benny Dollo menemukan bakat Firman sejak di Persma Manado. Mereka selalu bersama ketika di Persita Tangerang, Arema Malang dan Sriwijaya FC.
Praktis selama 8 tahun awal sebagai pesepak bola profesional, Firman selalu ditangani Bendol. Lalu di tahun 2016, tempat terakhir Bendol melatih, Firman kembali mengikuti jejaknya ke Sriwijaya FC.
Dalam sesi interiew di kanal youtube Mahardika Entertainment, Firman mengutarakan peran Bendol dalam kariernya. Pelatih pertama yang membuka pintu kepadanya ke sepak bola profesional.
Waktu itu, dalam sebuah tarkam, Firman Utina berposisi sebagai striker berhasil mencetak 12 gol dalam satu pertandingan. Itu yang membuat Bendol merekomendasikannya ke tim senior Persma. Karena sebelumnya dia bermain di tim kelompok usia Persma.
Jasa Besar
Bendol juga yang mengubah posisi Firman dari striker menjadi gelandang serang. Di posisi itu, permainannya lebih berkembang. “Beliau sosok yang sangat saya butuhkan.
Bahkan ketika saat karier saya mulai menurun, saya membutuhkannya untuk bisa mengangkatnya kembali. Seperti saat gabung dengan Sriwijaya (2016). Namun, beliau waktu itu kami sulit berkomunikasi karena beliau sakit dan butuh istirahat,” katanya.
Di matanya, Bendol pelatih dengan karakter disiplin. Meski kadang emosional dan dikenal sebagai pelatih galak, dia punya tangan dingin. Firman dibawanya jadi pemain andalan Timnas Indonesia. Namun, dibalik hubungan baik keduanya, ada momen dimana Bendol sempat marah besar kepada pemain kesayangannya itu.
Copa Indonesia 2005
Tempatnya menjelang final Copa Indonesia 2005. waktu itu Firman jadi anak buah Bendol di Arema FC. Mereka menjalani pemusatan latihan di Kuningan, Jawa Barat untuk persiapan laga final melawan Persija.
“Waktu TC di Kuningan, satu malam saya sempat pulang ke rumah di Tangerang. Ketika saya kembali ke hotel waktu subuh, Om Bendol sudah ada di parkiran. Jadi saya ketahuan kalau pulang. Beliau marah besar. Waktu di meja makan saya tidak ditegur sapa. Istilahnya didiamkan,” ceritanya.
Waktu itu, Firman sudah menerima apapun sanksi yang akan diberikan sang pelatih. Dia mengira jika di partai final, Bendol tidak akan menurunkannya sebagai pemain inti.
“Waktu ketahuan pulang, tahu sendiri seperti apa Om Bendol kalau marah. Semua kata-kata 'khas' keluar. Dia bilang jika pertandingan ini final bukan asal-asalan. Saya diminta untuk lebih dewasa dan berfikir dan profesional,” katanya.
Momen Penting
Namun Firman kaget jelang pertandingan, namanya masih ada dalam line up pemain inti.
“Sebelum pertandingan, beliau baru bicara. Kalau saya tidak memberikan yang terbaik di laga ini, akan dicoret,” lanjutnya.
Firman menjawab kepercayaan itu dengan permainan luar biasa. Dia membuat hattrick dan dan terpilih sebagai pemain terbaik. Arema pun menang 4-3. Sebuah pertandingan yang kembali melambungkan nama Firman sebagai salah satu gelandang serang terbaik Indonesia saat itu.