Bola.com, Jakarta - Program naturalisasi pemain keturunan gencar dilakukan belakangan ini. Justin Hubner menjadi pemain keturunan terbaru yang sudah menyelesaikan proses kepindahan menjadi WNI.
Namun, program itu tak melulu mendapatkan dukungan. Satu sosok yang beberapa kali melontarkan kontra terhadap masifnya program naturalisasi pemain keturunan adalah pengamat sepak bola nasional, Tommy Welly.
Kekhawatiran Tommy Welly mengarah kepada PSSI. Menurutnya, federasi sepak bola Indonesia itu terlalu fokus kepada prestasi Timnas Indonesia.
Padahal menurut Tommy Welly, PSSI bertanggung jawab kepada sepak bola Indonesia secara menyeluruh. Termasuk mengembangkan potensi kompetisi di dalam negeri.
"Kalau PSSI yang sekarang memutuskan semua naturalisasi bisa saja. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah di mana positioning kompetisi kita," kata sosok yang akrab disapa Bung Towel itu pada acara Diskusi Turun Minum bertema 'Naturalisasi Pemain, Mereduksi atau Memotivasi' di Kantor Kemenpora RI, Kamis (21/12/2023).
---
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Penjelasan
Tenaga Ahli Kemenpora RI bidang Diaspora dan Kepemudaan, Hamdan Hamedan yang juga menjadi pembicara dalam diskusi itu memberikan penjelasan mengenai proses naturalisasi yang belakangan digencarkan di Indonesia.
"Naturalisasi ini kata benda, yaitu proses hukum yang dilakukan seseorang untuk mengubah status kewarganegaraannya dari WNA menjadi WNI. Jadi frasa pemain naturalisasi itu sebetulnya tidak tepat karena belum eligible, masih proses," kata Hamdan Hamedan.
"Namun, ketika seseorang itu sudah berhasil dinaturalisasi, disumpah, dan menandatangani sumpah, maka dia sudah menjadi WNI dan mempunyai kesamaan dalam hukum dan pemerintahan," sambungnya.
Hamdan Hamedan kemudian menolak adanya anggapan miring mengenai motif pemain keturunan yang mau menjadi WNI. Banyak yang menilai hal itu dianggap karena mereka tak mampu bersaing untuk memperkuat timnas negara asalnya.
Mereka juga dinilai melihat peluang untuk terkenal dari banyaknya pecinta sepak bola di Indonesia.
"Ada pemain grade A yang bermain di salah satu klub terbaik di dunia, dia ingin membela Indonesia. Dia mengatakan, saya ingin sekali membela Indonesia," jelas Hamdan.
Hapus Dikotomi
Sementara itu anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga, memiliki pendapat yang menarik. Pria asal Sumatra Utara itu secara tegas menolak dikotomi pemain naturalisasi dan lokal.
Terutama istilah local pride yang sebelumnya sempat ramai menjadi perbincangan. Menurut Arya, yang paling penting adalah untuk kepentingan sepak bola Indonesia.
"Dikotomi ini harus diselesaikan sekarang, istilah local pride, atau anti-naturalisasi harus dihentikan. Naturalisasi hanya proses, tapi sepanjang dia punya darah Indonesia, maka dia berhak mewakili bangsa kita," kata Arya Sinulingga.