Bola.com, Jakarta - Timnas Indonesia U-23 gagal mengulang pencapaian 68 tahun yang lalu. Ambisi lolos ke Olimpiade Paris 2024 pupus di tangan Guinea U-23 usai kalah 0-1 pada babak play-off yang berlangsung di Clairefontaine, Paris, Kamis (9/5/2024) malam.
Menghadapi tim yang mayoritas pemainnya bermain di Eropa, tak membuat anak asuh pelatih Shin Tae-yong gentar. Garuda Muda tak hanya mampu mengimbangi secara permainan, tetapi mampu membuat serangan-serangan berbahaya.
Sayangnya, sebuah serangan balik cepat Guinea dihentikan Witan Sulaeman di kotak terlarang. Walau sedikit kontroversial, eksekusi Ilaix Moriba pada akhirnya merobek gawang Timnas Indonesia U-23, Ernando Ari.
Terlepas dari kontroversi sang pengadil, Indonesia juga nyaris kebobolan dengan cara serupa di babak kedua. Serangan balik cepat Guinea dihentikan Alfeandra Dewangga di kotak penalti dan wasit langsung menunjuk titik putih.
Beruntung, Ernando Ari kali ini mampu menghentikan tembakan 12 pas tersebut. Namun, sampai akhir pertandingan, Timnas Indonesia U-23 gagal memanfaatkan momentum yang didapat usai penyelamatan krusial tersebut.
Lantas, apa saja yang perlu menjadi perhatian khusus pelatih yang akrab disapa Shin Tae-yong di pertandingan semalam? Berikut ulasan selengkapnya versi Bola.com:
Transisi Bertahan Buruk
Timnas Indonesia U-23 sepertinya lupa setiap kesalahan bisa berakibat fatal. Ambisi mencetak gol lebih dulu membuat struktur bertahan mereka kacau. Terdapat gap yang sangat luas antarlini yang bisa dimanfaatkan oleh tim Gajah Nasional.
Itulah yang terjadi saat Guinea mendapatkan dua penalti di pertandingan tersebut. Lawan begitu mudah menembus jantung pertahanan Indonesia dengan kecepatan terutama di sektor kanan permainan.
Pengalaman dan kematangan yang lebih baik membuat Guinea punya banyak tipu muslihat untuk memenangkan pertandingan. Aksi 'teatrikal' mereka dinyatakan sebuah pelanggaran walaupun sentuhan yang dilakukan terbilang minim.
Kepayahan Second Ball
Timnas Indonesia U-23 kesulitan mengimbangi lapangan tengah Guinea di pertandingan ini. Progresi bola ke depan terbatasi dengan cerdiknya pemain belakang wakil Afrika itu meng-cover Rafael Struick dkk. yang meminta bola.
Alhasil, tim Merah Putih hanya bisa mengandalkan long ball ke jantung pertahanan lawan. Namun, langkah tersebut dengan mudah dipatahkan lantaran para pemain terpaku menatap bola alih-alih berusaha merebut second ball.
Pada akhirnya, serangan Indonesia terlihat tidak terorganisasi menjelang akhir pertandingan. Serangan sporadis itu gagal membuahkan hasil lantaran Witan Sulaeman dkk seperti kebingungan mengeksekusinya.
Lemparan Panjang Pratama Arhan Mulai Terbaca
Satu hal yang tak pernah berubah adalah bagaimana Timnas Indonesia U-23 memanfaatkan lemparan ke dalam Pratama Arhan untuk menciptakan peluang. Dari level senior hingga kelompok umur, spesialisi pemain berusia 22 tahun itu selalu diandalkan.
Namun, cara tersebut sepertinya sudah mulai terbaca lawan. Kiper lawan akan selalu berusaha menyongsong bola terlebih dahulu dengan para bek lawan menjauhkan pemain yang menggangu kiper mereka.
Senjata ini juga semakin mudah diminimalkan saat lawan memiliki pemain dengan postur tinggi menjulang. Inilah yang terjadi saat menghadapi Guinea. Lemparan Pratama Arhan tak sekalipun menghadirkan ancaman berbahaya.
Baca Juga
Piala AFF 2024: Media Vietnam Sambut Positif Ketidakhadiran Rafael Struick dan Maarten Paes di Timnas Indonesia
Hasil Liga Italia: Sundulan Bek Timnas Indonesia Jay Idzes Membentur Mistar Gawang, Venezia Takluk dari Lecce
Jelang Piala AFF 2024, Vietnam Dinilai Masih Belum Mampu Menandingi Timnas Indonesia