Wasit Indonesia Anggap Pelanggaran Alfeandra Dewangga ke Pemain Guinea U-23 Layak Penalti

oleh Ana Dewi diperbarui 11 Mei 2024, 09:00 WIB
Winger Timnas Indonesia U-23, Witan Sulaeman, berjuang sekuat tenaga saat bersua Timnas Guinea U-23 pada laga playoff Olimpiade 2024 Paris di INF Clairefontaine, Clairefontaine-en-Yvelines, Prancis, Kamis (9/5/2024) malam WIB. Sayangnya, Tim Garuda Muda menyerah 0-1 dari Guinea. (AFP/Miguel Medina)

Bola.com, Jakarta - Sejumlah keputusan kontroversial wasit mewarnai pertandingan Timnas Indonesia U-23 melawan Timnas Guinea U-23 di play-off Olimpiade 2024 Paris. Pada laga tersebut Tim Garuda Muda harus menyerah dengan skor tipis 0-1.

Duel antara Timnas Indonesia U-23 versus Guinea berlangsung di INF Clairefontaine, Clairefontaine-en-Yvelines, Prancis, Kamis (9/5/2024) malam WIB. Satu-satunya gol dalam laga ini dicetak via penalti Ilaix Moriba pada menit ke-29.

Advertisement

Tim yang dijuluki Syli National tersebut mendapat hadiah penalti akibat pelanggaran Witan Sulaeman di kotak terlarang. Ilaix Moriba yang maju sebagai algojo tak membuang kesempatan emas tersebut dan membawa timnya unggul.

Kekalahan menyakitkan tersebut mengubur mimpi Timnas Indonesia U-23 berlaga di Olimpiade 2024. Sementara itu, Guinea menjadi tim terakhir yang meraih tiket ke Paris.

 

2 dari 4 halaman

Seharusnya Tendangan Bebas

Ekspresi Witan Sulaeman usai didakwa wasit melakukan pelanggaran di area penalti saat Timnas Indonesia U-23 melawan Timnas Guinea U-23 dalam laga play-off Olimpiade 2024 Paris, Kamis (9/5/2024) malam WIB. (AFP/Miguel Medina)

Dalam pertandingan tersebut, banyak keputusan kontroversial diambil wasit asal Prancis, Francois Letexier. Dua di antaranya adalah hadiah penalti yang diberikan kepada Guinea.

Pada penalti pertama, Witan Sulaeman dinilai menjatuhkan salah satu pemain Guinea di kotak terlarang. Jika melihat tayangan ulang, pelanggaran tersebut terjadi di luar kotak penalti.

Hukuman penalti selanjutnya, Alfeandra Dewangga dianggap melanggar pemain Guinea. Padahal, tekel Dewangga terlihat mengarah ke bola. Beruntung, eksekusi penalti Algassime Bah berhasil digagalkan Ernando Ari.

Salah satu wasit Indonesia, Umar S. Nahdi memberi pandangannya terkait pengadil yang memimpin laga antara Timnas Indonesia U-23 lawan Guinea. Apa katanya?

"Terkait penalti yang dilakukan Witan Sulaeman memang itu terjadi saat counter attack sehingga posisi wasit sangat jauh sekali, saat kejadian seandainya ada VAR saya kira tidak jadi penalti, tapi akan menjadi tendangan bebas langsung," ujar Umar kepada Bola.com, Jumat (10/5/2024).

"Kemudian ada hal lagi yang saya cermati terkait tendangan penalti pertama di mana ada pemain Guinea yang masuk area penalti, ada Guinea sama pemain timnas kita yang masuk kalau tidak salah, seharusnya tendangan penalti tersebut diulang."

"Karena menurut peraturan kalau ada pemain, kecuali yang masuk itu pemain Timnas atau pemain lawan. Maka kalau gol, gol-nya sah, kalau tidak gol ya diulangi tetapi saat bola mau ditendang ada pemain Guinea dan Timnas kita juga masuk, di mana seharusnya setahu saya tendangan penalti tersebut diulangi," sambungnya.

 

3 dari 4 halaman

Foul Dewangga Layak Penalti

Timnas Indonesia akhirnya gagal meraih tiket terakhir ke Olimpiade Paris 2024 usai takluk 0-1 dari Guinea U-23 pada laga play-off antar-konfederasi menuju Olimpiade Paris 2024 di Stade Pierre Pibarot, Centre National du Football de Clairefontaine, Prancis, Kamis (9/5/2024). Gol tunggal kemenangan Guinea dicetak melalui eksekusi penalti Ilaix Moriba pada menit ke-29. Keputusan penalti yang diberikan wasit Francois Letexier terbilang kontroversial, karena Witan Sulaeman menjatuhkan pemain Guinea masih di luar kotak penalti. Keputusan kontroversial kembali diulangi wasit berkelas Liga Champions Eropa tersebut dengan kembali mengganjar penalti Garuda Muda pada menit ke-73, padahal tekel Alfeandra Dewangga jelas-jelas terlebih dahulu mengenai bola saat berduel dengan Algassime Bah di dalam kotak penalti. (AFP/Miguel Medina)

Sementara itu, terkait pelanggaran Alfeandra Dewangga, Umar S. Nahdi sepakat dengan keputusan Francois Letexier. Menurutnya, pengambilan bola yang dilakukan bek PSIS Semarang itu cukup brutal dan berpotensi mencederai lawan.

"Kemudian terkait penaltinya Dewangga, mungkin Dewangga secara niat pengambilan bola sudah tepat memang mengenai bola tetapi secara pengambilannya sangat brutal sekali, mungkin itu yang dianggap wasit sebuah pelanggaran," katanya.

"Jadi memang mengenai bola betul, tetapi banyak yang mengenai bola hanya kakinya saja tapi dari hampir seluruh badannya itu menjatuhkan dan mungkin wasit melihat karena pengambilan yang sangat brutal seperti itu."

"Dan masuk dalam kategori mencederai lawan tapi kalau ada VAR mungkin bisa lebih beda lagi ceritanya. Tapi kaitannya dengan wasit saya kira normal kecuali di penalti pertama, yang harusnya bukan penalti tetapi tendangan bebas langsung saja di luar area penalti. Jika tidak terjadi penalti dan gol mungkin ceritanya bisa beda lagi," lanjut Umar.

 

4 dari 4 halaman

Andai Ada VAR

Namun, terlepas dari segala kontroversi di sepanjang laga tersebut, ada satu hal yang menjadi pertanyaan Umar S. Nahdi. Kenapa dalam pertandingan penentuan seperti itu tidak dilengkapi fasilitas Video Assistant Referee alias VAR.

"Saya juga agak bingung kok enggak ada VAR, padahal pertandingan itu penentuan siapa yang akan lolos ke Olimpiade Paris dan VAR penting untuk mereview kejadian," ucapnya.

"Tapi ya saya menekankan terkait wasit, wasit hanya manusia biasa. Kemudian tujuan atau fungsi utama mengapa ada wasit dalam lapangan adalah meminimalis, meminimalisir terjadinya benturan kesalahan, kecurangan dan lain-lain,".

"Jadi jangan pernah berpikir sebenarnya di benak kita bahwa kalau wasit harus sempurna enggak bisa, wasit pasti ada salahnya," pungkas Umar.