Bola.com, Yogyakarta - Pada hari ini, tepatnya 27 Mei 2006 gempa bumi dahsyat mengguncang wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Gempa berkekuatan 5,9 skala richter itu berpusat di Sesar Opak Padukuhan Potrobayan, Kalurahan Srihardono, Pundong Kabupaten Bantul.
18 tahun berlalu, peristiwa gempa bumi itu masih terekam jelas diingatan para mantan penggawa PSIM Yogyakarta. Begitu membekas karena kejadian itu membuat aktivitas masyarakat terhenti, termasuk sepak bola.
Saat gempa terjadi, skuad PSIM Yogyakarta tengah menikmati sarapan pagi di mes pemain. Penggawa Laskar Mataram saat itu sedang bersiap melakoni pertandingan away ke Pasuruan.
“Kami lagi persiapan ke Pasuruan, sudah mandi, saya baru makan itu. Habis itu tiba-tiba buminya bergoyang sampai piringnya saya bawa keluar," kenang salah satu pemain PSIM, Hatri Nur Handaya, Senin (27/5/2024).
"Saya langsung lihat Gunung Merapi, karena pada saat itu Gunung Merapi sedang aktif juga. Memang ada gumpalan asap, tapi setelah itu kan dikonfirmasi gempanya dari Bantul,” sambungnya.
Gagal Away
Berbeda dengan pemain, ofisial Tim Laskar Mataram kala itu sudah tiba lebih dulu di Bandara Adi Sucipto. Namun, pada akhirnya mereka gagal away ke Pasuruan, Jawa Timur. Adanya gempa susulan dan demi keselamatan tim jadi pertimbangan manajemen saat itu.
“Jam 5 kami sudah siap ke bandara. Perangkat seperti dokter dan pelatih juga sudah berangkat dulu, terus baru pemain nyusul," cerita Haris Budi Setyawan, kepala fisioterapi PSIM musim itu.
"Nah jam 6 kurang itu keluar semua yang di bandara. Tidak jadi berangkat,” tambah Haris Budi Setyawan.
Bersyukur
Marjono, kapten tim musim itu bersyukur tidak mengalami gempa bersama rekan setimnya. Sebab, saat itu tidak ikut dalam skuad yang akan berangkat ke Pasuruan.
“Waktu itu saya kebetulan tidak di mes karena saat itu kan mau tur dan saya tidak ikut karena kondisi saya kurang bagus. Saya sedang di rumah waktu gempa terjadi,” kisah Marjono.
Marjono menceritakan kondisi mes pemain tidak mengalami kerusakan parah. Sebab, kala itu dinding mes masih terbuat dari kayu, sehingga membuat bangunan kokoh berdiri ketika gempa.
“Jangan dibayangkan mes PSIM Yogyakarta seperti saat ini, dulu masih gedhek. Kalau tembok dah rubuh itu,” ucap Marjono.
Mundur dari Kompetisi
Gempa tersebut memaksa PSIM Yogyakarta dan klub tetangga PSS Sleman mengundurkan diri dari kompetisi Divisi Utama 2006. Keputusan itu diambil bukan hanya karena kondisi fisik dan emosional pemain yang terguncang, namun juga karena infrastruktur serta fasilitas latihan rusak berat.
Untungnya, pada musim itu PSSI meniadakan degradasi bagi kedua tim asal Kota Gudeg tersebut. Laskar Mataram kemudian kembali berkiprah di kompetisi musim berikutnya.
Gempa Jogja 27 Mei 2006 menjadi kenangan yang tidak akan pernah dilupakan para penggawa PSIM. Peristiwa itu menjadi bagian dari sejarah klub. Mengingatkan mereka akan kekuatan, ketangguhan, dan semangat juang yang tetap menyala meski menghadapi tantangan berat.
Kendati terpaksa mengundurkan diri dari kompetisi, semangat untuk bangkit dan berjuang tetap menjadi motivasi utama mereka dalam menghadapi musim-musim selanjutnya.
Baca Juga