Bola.com, Jakarta - Jalan-jalan ke negara maju secara tidak langsung menumbuhkan asa, termasuk saat bicara perkembangan sepak bola dan fasilitasnya di Indonesia. Hal itu dirasakan Pelatih Persikabo 1973 musim lalu, Djadjang Nurdjaman setelah berkunjung ke beberapa negara di Eropa.
Ya, pria yang sukses memberikan gelar juara untuk Persib Bandung pada musim 2014 ini berkunjung ke Eropa belum lama ini. Djadjang Nurdjaman kembali ke Indonesia pada 11 Juni lalu.
Pelatih yang karib disapa Djanur itu berangkat ke Italia bersama sang istri untuk menengok salah satu putrinya, Marlina Nurdjaman yang menetap di Verona, Italia, setelah menikah dengan seorang warga negara yang terkenal dengan Pasta dan Pizza itu.
"Ya, saya berangkat ke eropa bersama istri tujuan utamanya adalah menengok anak dan cucu yang tinggal di Verona, Italia. Tentunya memanfaatkan waktu luang libur kompetisi, kita refreshing dulu melihat kota-kota di Eropa," kata Djanur kepada Bola.com, Kamis malam (13/6/2024).
Selama ada di Eropa, Djadjang Nurdjaman mengatakan ia dan keluarganya mengunjungi tempat-tempat bersejarah bukan hanya di Italia, tetapi di beberapa negara tetangganya, seperti halnya Prancis.
Mengunjungi Stadion di Eropa
Djadjang Nurdjaman juga sempat mengunjungi stadion-stadion klub di Eropa. Maklum, menurut Djanur jika datang ke Eropa belum lengkap jika tidak mengunjungi stadion-stadion yang ada.
Selama liburan tersebut, menurut Djanur, ia dan keluarganya mengunjungi Prancis, Belgia, Jerman dan Swiss.
Jarak tempuh dari Verona ke Paris, kata Djanur, ditempuh selama 11 jam memakai mobil. Dari Paris ke Brussels perjalanan ditempuh 3,5 jam dan Brussels ke Amsterdam ditempuh dengan waktu perjalanan kurang lebih 2,5 jam. Kembali ke Verona dari Amsterdam memakan waktu sekitar 12 jam.
"Saya mengunjungi stadion Paris Saint-Germain, kemudian jalan-jalan ke Johan Cruyff Arena dan stadion di Verona, yaitu Stadion Marcantonio, Bentegodi, yaitu homebase Hellas Verona," ungkapnya.
Berbeda dengan di Indonesia
Berkunjung ke tiga stadion itu tentu saja berbeda rasanya dengan kebanyakan stadion yang dipakai klub-klub di Indonesia walau ada beberapa yang memiliki akses dan fasilitas lengkap, seperti Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta International Stadium, dan Stadion Manahan.
"Ya tentu ada beberapa perbedaan dengan stadion di sini ya, terlihat sangat terawat, akses yang mudah, dan tentu saja mereka sudah standar FIFA," ujar Djanur.
Kalau di Indonesia pun kita tahu ada beberapa stadion yang memang sudah bisa dipakai pertandingan internasional ya. Namun, di Eropa terlihat lain saja, tidak sembarangan orang bisa keluar masuk stadion," tuturnya.
Kata Djanur keberadaan stadion yang megah di negara-negara Eropa menjadi bukti jika sepak bola mereka sudah lebih maju dari negara-negara lain bukan hanya di Indonesia saja.
Kiblat Sepak Bola
Sepak bola Eropa memang sudah tidak disangsikan lagi selalu menjadi kiblat sepak bola di belahan negara lain. Malah pemain dari Brasil atau Amerika Selatan selalu berusaha keras masuk ke kompetisi di negara Eropa karena sepak bola mereka sudah maju.
Sudah menjadi rahasia umum, semua pemain sepak bola selalu berharap untuk bisa berkarier di Eropa. Kadang, perubahan dalam regulasi atau laws of the game pun banyak dipengaruhi oleh persepakbolaan di daratan Eropa.
Djanur berharap sepak bola Indonesia ke depannya bisa menyamai sepak bola negara-negara Eropa, baik secara prestasi maupun fasilitas.
Menurutnya, hal itu bukanlah hal yang mustahil selagi ada kemauan keras dari stakeholder sepak bola di Indonesia dan titik tolak kebangkitan sepak bola Indonesia sudah mengarah ke sana setelah Timnas Indonesia lolos untuk kali pertama ke putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Tetap Harus Bangga
Timnas Indonesia lolos ke putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia setelah menumbangkan Filipina dengan skor 2-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Selasa (11/6/20245).
"Keberadaan stadion itu yang membedakan dengan kita di Indonesia, meskipun kita juga patut bangga karena memiliki beberapa stadion bertaraf internasional meskipun belum merata di daerah-daerah," ujar Djanur.
"Jadi, standar yang sudah mendekati dengan stadion-stadion Eropa itu, seperti Stadion Manahan, SUGBK, JIS, itu kan milik pemerintah. Sedangkan di Eropa kebanyakan itu sudah merupakan milik klub."
"Karena memang itu menyangkut finansial. Kalau klub finansialnya kuat, bisa saja memiliki stadion sekelas Eropa, meskipun perencanaannya butuh waktu lama karena banyak aspek."
"Semoga suatu saat klub-klub di Indonesia, khususnya klub-klub besar punya stadion seperti di Eropa," Djanur mengakhiri pembicaraan.