Bola.com, Jakarta - Shin Tae-yong kini menjadi satu di antara pelatih yang membuat sejarah untuk Timnas Indonesia. Meskipun belum memberikan trofi juara, pelatih asal Korea Selatan itu membuat Indonesia bisa diperhitungkan di level Asia.
Buktinya, dia membuat Indonesia melaju hingga 16 besar di Piala Asia 2024. Sedangkan di kualifikasi Piala Dunia 2026, Asnawi Mangkualam dkk kini masuk ke babak penyisihan ketiga. Untuk Timnas Indonesia U-23, mereka berhasil masuk ke semifinal Piala Asia U-23 2024.
Wajar jika dia disejajarkan atau bahkan melebihi pelatih-pelatih terdahulu di Indonesia. Itu diakui mantan pelatih Dewa United, Kas Hartadi. Lewat podcast di kanal youtube Hamka Hamzah, dia melihat progres yang diperlihatkan Timnas Indonesia saat ini luar biasa.
“Cara bermainnya dari kaki ke kaki cukup bagus. Begitu juga transisi permainannya. Tim yang bagus itu tergantung pelatih juga,” kata pelatih asal Solo tersebut.
Perubahan Positif
Selain STY, Indonesia pernah ditangani pelatih asing yang berprestasi, yakni Anatoli Polosin. Pelatih asal Rusia tersebut membawa perubahan positif dan mempersembahkan medali emas SEA Games 1991 di Manila, Filipina. Wajar jika keduanya kini disandingkan.
Kas Hartadi merasakan gemblengan Polosin. Dia masuk dalam skuat Indonesia yang meraih medali emas di Manila.
“Waktu dilatih Polosin, terkenal dengan latihan fisik yang berat. Latihan tiga kali sehari. Efeknya memang ada. Bisa bermain 90 menit plus perpanjangan waktu. Modal kami waktu itu hanya fisik saja,” terangnya.
Saat dilatih STY, juga ada persamaan. Karena dia sempat fokus membenahi fisik pemain. Sehingga Asnawi dkk kini bisa bermain lebih stabil hingga menit akhir. Sebelum ditangani mantan pelatih Korea Selatan tersebut, Indonesia sering keteteran di babak kedua.
“Saya setuju dengan persoalan fisik. Karena itu, STY juga memperbaiki fisik saat pertama datang,” jelasnya.
Beda di Sumber Daya Pemain
Lantas, apa yang membedakan dua pelatih tersebut? Kas melihat jika bedanya ada di sumber daya pemain. Ketika dilatih Polosin, pilihan pemainnya tidak banyak. Bahkan ada yang memilih mundur karena program latihan berat yang diberikan Polosin.
“Sistem yang dipakai Polosin dulu pemain keluar-masuk. Ketika kompetisi libur, ada pemain trial. Tapi jumlahnya tidak banyak. Lebih banyak sekarang materi pemainnya,” katanya. Dengan pemain terbatas, Polosin berhasil membuat anak buahnya mati-matian di latihan. Tapi saat pertandingan, mereka merasakan hasilnya.
Sedangkan saat STY, materi pemainnya melimpah. Tidak hanya dari lokal, tapi juga naturalisasi sehingga kualitas tim bisa terangkat dengan cepat. Tapi, di sisi lain, STY dianggap bisa menyatukan para pemain tersebut. Itu terlihat dari kolaborasi pemain di lapangan.
“Sepertinya STY pendekatan kepada pemain juga bagus. Itu salah satu kunci juga bagi keberhasilan pelatih,” tegasnya.
Setuju dengan Kontrak Jangka Panjang
Saat ini bisa dibilang STY jadi pemain jangka panjang Indonesia. Dia akan dikontrak sampai 2027 dan bisa jadi pelatih terlama Indonesia, sejak 2020.
Kas Hartadi sepakat dengan kontrak durasi panjang untuk pelatih.
“Menurut saya, pelatih harus diberi waktu yang panjang. Tidak bisa dikontrak hanya untuk 1 ajang saja. Waktu Polosin, persiapan untuk SEA Games saja 2 tahun. Jadi, saat STY diperpanjang, saya setuju. Karena kelihatan progresnya,” imbuh pelatih 53 tahun ini.
Jika dapat waktu yang panjang, pelatih juga punya program yang berkesinambungan. Jika mudah berganti pelatih, itu membuat perubahan pula dalam program kedepan. Saat ini, kerangka timnas Indonesia dihuni banyak pemain muda sehingga mereka bisa digunakan sampai beberapa tahun ke depan.