Bola.com, Munchen - Setiap negara bagian di Jerman sepertinya memiliki atmosfer yang berbeda-beda. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Bola.com ketika sudah meninggalkan North Rhine-Westphalia (NRW) dan tiba di Munchen yang berada di Wilayah Bavaria.
Ketika berada di NRW, masyarakatnya lebih banyak menggunakan moda transportasi kereta untuk segala kegiatannya. Apalagi jaringan kereta di negara bagian ini memang lengkap, bahkan sulit untuk menghapalnya.
Sesampainya di Stasiun Sentral Munchen, Bola.com melihat bahwa suasana kota yang lebih besar begitu terasa. Apalagi ketika menggunakan transportasi taksi menjadi pilihan untuk mengejar waktu karena jadwal pertandingan yang sudah mepet.
Namun, ternyata Munchen langsung mengingatkan Bola.com dengan Jakarta. Ya kesan pertama yang didapatkan adalah macet. Yah, kebetulan juga memang waktu tiba di kota yang menjadi markas Bayern Munchen ini adalah sore hari, sekitar pukul 15.00.
Tak hanya itu, ketika Bola.com hendak menuju ke public viewing Euro 2024 yang ada di Olympiapark, boleh dibilang pemandangan macet langsung terlihat di depan mata ketika menunggu bus di halte.
Bahkan jika selama di Wuppertal, Bola.com melihat bus selalu datang pada menit yang sama dengan yang dijadwalkan, berbeda di Munchen. Bus sedikit telat, tetapi memang tidak sampai lima menit.
Bicara tentang pemandangan kemacetan yang terlihat, Bola.com pun meminta pendapat seorang warga negara Indonesia yang juga tinggal di Munchen mengenai kemungkinan adanya kemacetan tiap harinya.
"Relatif sebenarnya. Pada dasarnya kalau Jakarta memang macet terus. Sementara kalau di Munchen, biasanya ada penyebabnya, atau memang bertepatan dengan jam pulang kerja di Mittlerer Ring," ujar Ceris, WNI yang tinggal di Munchen ketika dihubungi Bola.com.
Langsung Macet Ketika Ada Kecelakaan atau Mobil Mogok
Pada hari pertama merasakan kemacetan di Munchen, Bola.com langsung mendapatkan dua penyebab utamanya.
Pertama, ketika naik taksi menuju penginapan, kemacetan yang dihadapi karena adanya kecelakaan. Kedua, ketika menuju Olympiapark pun begitu.
Ceris mengaku bahwa kecelakaan adalah salah satu dari sebab mengapa jalan-jalan di Munchen bisa tiba-tiba macet. "Ada kecelakaan, mobil mogok, atau ketika liburan sekolah," ujarnya.
Kemacetan diakui Ceris akan bisa dilihat hampir setiap hari di Munchen. Namun, jika diminta membandingkan dengan Jakarta, menurutnya tidak sebanding karena Munchen masih lebih baik.
Banyak Penduduk Munchen Senang Bersepeda
Namun, ada pemandangan yang berbeda ketika Bola.com sudah merasakan perjalanan di Munchen. Begitu banyak sepeda terihat terparkir di pinggir jalan. Banyak pula masyarakat Munchen yang berlalu-lalang menggunakan sepeda.
Dari pengamatan Bola.com, warga Munchen tampaknya sangat suka bersepeda. Jika bicara olahraga, belum terlihat, tetapi nyaris di setiap sudut jalan, orang-orang tampak beraktivitas dengan menggunakan sepeda.
Tentu saja pemandangan itu menarik di tengah kemacetan yang harus dihadapi di kota ini. Namun, bicara alasan, ternyata banyak pesepeda di Munchen karena kesadaran yang kompak soal kepedulian terhadap lingkungan.
"Mungkin lebih bisa dibilang, akhir-akhir ini kesadaran untuk peduli terhadap lingkungan memang sangat tinggi. Itu termasuk penggunaan kendaraan tanpa bahan bakar, salah satunya sepeda," ujar Ceris.
Dengan alasan kepedulian terhadap lingkungan, itu menjadi lebih jelas. Karena selain sepeda, banyak pula skuter listrik yang terparkir di pinggir jalan-jalan kota Munchen, yang sebenarnya juga mirip dengan kota-kota di wilayah NRW.
Selain sepeda dan skuter listrik, penggunaan mobil listrik pun kini menjadi opsi yang disukai oleh masyarakat Munchen.
Didukung Jalur yang Aman
Kegemaran masyarakat Munchen untuk bersepeda dan menggunakan skuter listrik itu pun didukung dengan adanya infrastruktur yang baik dari pemerintahnya. Jalan-jalan di Munchen selalu memiliki trotoar yang lebar dan jalan khusus sepeda di sebelahnya.
Berbeda dengan di Jakarta, di mana jalur sepeda diletakkan sejajar dengan jalan raya yang digunakan kendaraan bermotor, jalur sepeda di Munchen diletakkan sejajar dengan trotoar pejalan kaki dengan jalur yang tetap berbeda.
Jadi potensi pengendara sepeda bertemu dengan kendaraan bermotor seperti mobil atau kendaraan besar lainnya pun menjadi nol.