Bola.com, Jakarta - Di Liga Indonesia, tak sedikit pemain asing yang wara-wiri, bahkan hingga sampai saat ini. Namun, bisa dibilang, hanya sedikit yang bisa menjadi legenda.
Satu di antaranya yang layak dikenang adalah Herman Dzumafo. Bagi pencinta sepak bola lawas, nama Dzumafo Herman bukanlah nama yang asing di telinga.
Ia sudah hadir di Liga Indonesia sekian purnama silam, tepatnya pada 2007. Meski pernah memperkuat sejumlah klub, namun veteran yang kini berusia 44 tahun itu kadung dikenal sebagai legenda PSPS Pekanbaru.
Wajar, mengingat pemain asal Kamerun cukup lama membela Askar Bertuah, dari 2007 hingga 2012. Dari PSPS Pekanbaru pula striker kelahiran 21 Februari 1980 mengembara ke klub-klub lain dan hingga kini masih bertahan di Persela Lamongan.
Meski nihil gelar bersama klub-klub yang pernah memakai jasanya, namun Dzumafo Herman dikenal sebagai sosok bomber tokcer di masa jayanya. Ia mengukuhkan diri sebagai top score Divisi Utama Liga Indonesia 2008/2009 dengan torehan 17 gol.
Lama tak jadi sorotan, apa kabar Dzumafo Herman? Masih ramah seperti dulu, ia bercerita banyak ihwal perjalanan kariernya di kancah balbalan Indonesia via Bicara Bola besutan Akmal Marhali.
"Almarhum ibuku sebenarnya tak mendukungku untuk menjadi seorang pemain bola. Dia maunya saya sekolah saja. Tapi paman saya, adik bapak, dia mungkin melihat bakat saya dan mendorong saya," kata Dzumafo.
Minat dan bakatnya terhadap sepak bola sudah muncul sejak masih anak-anak, tepatnya saat berusia 10 tahun. Karena keterbatasan tempat, Dzumafo Herman dan kawan-kawan kecilnya bermain sepak bola di jalan-jalan di sekitaran rumahnya di Kamerun.
Setiap pulang sekolah, tak langsung pulang ke rumah tapi bermain sepak bola. "Main bola dulu, baru pulang ke rumah," katanya.
Dzumafo Herman sebenarnya tak bermaksud menentang keinginan sang ibu. Tapi lingkunganlah yang membuatnya terseret jauh ke sepak bola. "Semua teman-temain bermain sepak bola," imbuhnya.
Sampai pada suatu titik, Dzumafo Herman berhasil membuktikan niat dan kerja kerasnya. Sebelum terbang ke Indonesia, ia lebih dulu berkecimpung di klub kampung halaman serta klub lainnya di Kamerun.
Awal Karier
Bagaimana awal berkarier di Indonesia? Ternyata, orang yang berjasa di balik kedatangan Dzumafo Herman ke Indonesia adalah almarhum Christian Lenglolo. Juga berasal dari Kamerun, Christian Lenglolo dua tahun lebih dulu tiba di Liga Indonesia dari Dzumafo Herman. Ia pernah memperkuat Persipura pada 2005 dan setahun kemudian hijrah ke Persikota Tangerang.
"Saya dapat tawaran dari almarhum Christian Lenglolo waktu dia di sini. Ketika kami tiba di sini ternyata tak sesuai. Nah, pas mau pulang tiba-tiba ada agen yang menawarkan saya. Daripada kamu pulang coba dulu lagi ke PSPS," kenang Dzumafo Herman.
"Saya awalnya tidak tahu Indonesia. Tapi keinginan saya untuk mencoba untuk keluar dari zona nyaman. Apalagi waktu itu Indonesia baru saja dilanda tsunami. Dari tsunami itulah saya tahu Indonesia. Kalau saya tidak berani, kapan lagi".
Langsung Cocok
Kenapa tidak ke negara lain? "Saya pernah enam bulan di Afrika Selatan. Tapi tidak cocok. Akhirnya ke Indonesia".
PSPS sebenarnya bukan tujuan awal, tapi Persikota Tangerang. Maklum, selain di sana ada Christian Lenglolo, sejumlah pemain asal Kamerun juga memperkuat Bayi Ajaib.
"Karena Christian Lenglolo kemudian pindah ke Sriwijaya FC, daripada sakit hati akhirnya saya lepas (Persikota). Karena pada waktu itu kami bertiga rencanya mau main di Persikota bersama Christian Lenglolo. Manajemen tak jadi mengambil kami".
Bagaimana pertama kali melihat Indonesia? "Ternyata tak seperti yang dibicarakan banyak orang. Pas saya tibaa, ternyata sangat berbeda".
Sejarah kemudian mencatat, Dzumafo Herman merasa kerasan tinggal di Indonesia hingga kini. Sepak bola Indonesia pula yang melambungkan namanya. Selain PSPS, pengagum Roger Milla pernah pula berkostum Arema Indonesia, Persib Bandung, Mitra Kukar, Dewa United, Persela Lamongan, Bhayangkara, dan sejak 2023 kembali merapat ke kandang Laskar Joko Tingkir.