Bola.com, Jakarta Setelah Arab Saudi, kini giliran Australia yang merasakan betapa tangguhnya pertahanan Timnas Indonesia. The Socceroos dibuat ngos-ngosan dan sulit bernafas ketika bertamu di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, Selasa (10/9/2024) malam WIB.
Menargetkan kemenangan, Australia akhirnya harus puas bermain imbang tanpa gol bahkan boleh dibilang nyaris kalah mengingat Indonesia memiliki sejumlah peluang emas.
Bermain di hadapan ribuan pendukung tuan rumah, The Socceroos yang merupakan tim peringkat ke-25 FIFA tak bisa berbuat banyak.
Menurunkan semua pemain terbaiknya di starting XI, dengan formasi 4-4-2, pasukan Graham Arnold mendapat perlawanan tangguh sejak menit-menit awal pertandingan.
Panjaga gawang sampai harus jatuh bangun guna menyelamatkan keperawanan gawangnya dari serbuah penyerang-penyerang tuan rumah yang dimotori Rafael Struick dan Ragnar Oratmangoen.
Australia mengalami kesulitan di semua lini, sampai-sampai Graham Arnold nyaris terus berdiri di pinggir lapangan guna memberikan instruksi. Pergantian pemain yang dilakukan Graham Arnold juga tak membuahkan hasil sama sekali.
Ketangguhan lini tengah serta "sapu bersih" yang dilakukan bek-bek Indonesia membuat pemain-pemain The Socceroos frustrasi tingkat tinggi.
Australia benar-benar tak menyangka akan mendapat perlawanan mengerikan, mengingat dalam 17 pertemuan terakhir mereka jauh lebih mendominasi dengan 16 kemenangan.
Hasil ini membuat Australia gagal meraih kemenangan dalam dua laga, mengingat pada laga sebelumnya mereka dipermalukan kuda hitam Bahrain 0-1.
Sebaliknya, Indonesia kembali membuktikan level Asia-nya setelah sebelumnya juga nyaris mempermalukan negara langganan Piala Dunia seperti Australia, Arab Saudi, dengan skor imbang 1-1.
Hasil di positif di Senayan tentunya tak lepas dari kerja keras semua pemain, termasuk yang masuk di babak kedua seperti Thom Haye, Witan Sulaeman, Pratama Arhan, serta Wahyu Prasetyo.
Tapi, setidaknya ada sejumlah pemain Timnas Indonesia yang layak diacungi jempol karena kinerjanya yang sangat ciamik.
Siapa saja mereka? Kita panggilkan:
Maarten Paes
Tak diragukan lagi, kiper 26 tahun ini layak dijadikan Man of the Match. Bagaimana tidak, si ganteng bermata elang kepunyaan FC Dallas, Amerika Serikat, itu tampil sangat gemilang dengan melakukan sedikitnya enam penyelamatan luar biasa.
Entah apa jadinya jika gawang Indonesia tak dijaga pria kelahiran 14 Mei 1998 tersebut. Maarten Paes memang kiper top. Di Negara Paman Sam, ia salah satu penjaga gawang terbaik di pentas LMS yang sudah terbiasa menghadapi pemain kelas dunia macam Lionel Messi dan Luis Suarez.
Laga kontra Australia di kandang sendiri merupakan debut pertama Maarten Paes di depan publik Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Kehadiran ribuan pendukung setia membuat Maarten Paes kian bersemangat dan termotivasi mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya.
Rizky Ridho
Lugas, pandai membaca arah bola, serta tak pernah ragu bertarung membuat Rizky Ridho menjadi karang yang sangat tangguh dan terjal bagi penyerang-penyerang Australia.
Tebasan, juga penjagaan super ketat yang dilakukan kapten Persija Jakarta beberapa kali meluputkan lini belakang Indonesia dari ancaman mematikan.
Kehadiran tukang jagal yang masih berusia 22 tahun sangat membanggakan, seperti yang juga ia lakoni pada laga sebelumnya bareng Timnas Indonesia.
Tak heran, aksinya yang keren dan paten mendapat aplaus dari ribuan pecinta Skuad Garuda yang menyemuti Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta.
Calvin Verdonk
Berjibaku tanpa henti, Calvin Verdonk menjadi kenyataan pahit bagi Australia. Fullback 27 tahun itu, tanpa kenal lelah dan gentar, terus melakukan perlawanan sengit terhadap semua tukang gedor The Socceroos.
Calvin Verdonk tak hanya bertugas mematikan semua pergerakan lawan yang berani mendekat ke gawang Maarten Paes, melainkan juga sering melakukan tikaman dari sisi kiri via skema serangan balik.
Calvin Verdonk tak tergantikan sepanjang pertandingan. Totalitasnya membuat Shin Tae-yong tenang dan fans senang.
Ragnar Oratmangoen
Sebelum Rafael Struick ditarik keluar pada menit jelang bergulirnya babak kedua, Ragnar Oratmangoen berperan sebagai second striker.
Namun, keputusan Shin Tae-yong menarik keluar Rafael Struick dan memasukkan Witan Sulaeman membuat Ragnar Oratmangoen beralih menjadi striker utama.
Keputusan yang sangat tepat, mengingat lini gempur Indonesia kian tajam setelah diserahkan kepada Ragnar Oratmangoen.
Ragnar Oratmangoen beberapa kali mendapat kans mencetak gol, namun nasib baik belum berpihak kepada pemain Dender, Belgia, itu.
Berhadapan dengan bek-bek Australia, terlebih Harry Souttar yang tingginya mencapai dua meter, memaksa Ragnar Oratmangoen harus putar otak untuk bisa mendekati kotak penalti atau paling tidak melepaskan tembakan jarak jauhnya.