Bola.com, Jakarta - AC Milan mengawali kiprahnya di Liga Champions musim ini dengan kekalahan memalukan dari Liverpool. Hasil 1-3 di San Siro membuat Paulo Fonseca, pelatih AC Milan semakin berada di bawah tekanan yang besar.
Sebelumnya, Sang pelatih memang sudah berada di bawah tekanan dengan hanya mampu meraih dua poin dari tiga pertandingan pertaman di Serie A musim ini. Kemenangan besar 4-0 atas Venezia pada pekan ini sebenarnya diharapkan menjadi titik balik bagi AC Milan.
Terlebih AC Milan sempat unggul cepat melalui gol Christian Pulisic saat laga masih berjalan 3 menit. Namun, The Reds mampu membalikkan keadaan berkat dua gol sundulan yang dicetak Ibrahima Konaté dan Virgil van Dijk melalui situasi bola mati, serta satu gol tambahan dari Dominik Szoboszlai pada babak kedua.
Fonseca mengakui bahwa timnya tidak mengikuti rencana, anak asuhnya kehilangan keseimbangan mental setelah kebobolan dua gol di babak pertama.
"Kami memulai pertandingan dengan baik, tetapi setelah kebobolan dua gol dari situasi bola mati, semuanya berubah, Kami kehilangan keseimbangan mental dan gagal menjalankan apa yang sudah kami persiapkan." ujar Paulo Fonseca kepada Sky Sport Italia.
Rapuhnya Pertahanan AC Milan
Fokus utama kekalahan Milan terletak pada rapuhnya sisi pertahanan, terutama dalam duel bola mati. Kedua gol dari Liverpool datang dari sundulan bek tengah mereka.
Sebenarnya sudah diprediksi Fonseca, AC Milan mamakai strategi individual marking untuk mencegah situasi ini. Namun pemain gagal menjalankan dengan baik dan sering berbuat kesalahan
Selain masalah di atas, cederanya Mike Maignan pada pertandingan ini juga memperburuk situasi. Penjaga gawang utama Milan tersebut terpaksa meninggalkan lapangan setelah mengalami cedera, setelah tanpa sengaja Fikayo Tomori menghantam lutut kirinya.
Formasi 4-3-3
Penampilan buruk Milan di pertandingan ini juga memunculkan pertanyaan mengenai formasi yang digunakan Fonseca. Mantan direktur Milan, Zvonimir Boban, mempertanyakan apakah sistem 4-3-3 yang digunakan cocok dengan karakteristik pemain seperti Tijjani Reijnders dan Ruben Loftus-Cheek.
Fonseca menjelaskan bahwa meskipun timnya tampil dengan beberapa variasi formasi, kelemahan utama Milan terletak pada pertahanan dan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Ia menambah sedang mencoba untuk menemukan karakteristik terbaik dari para gelandang yang dimiliki AC Milan.
"Saya pikir kami bisa bermain dengan beberapa formasi berbeda, tetapi kami terlalu lemah dalam bertahan, buruk dalam duel individu dan membuat keputusan yang salah," jawab Fonseca.
"Saya mencoba menemukan karakteristik terbaik dari para gelandang kami. Loftus bisa menjadi pemain nomor 10 atau 8, Reijnders bukanlah seseorang yang bisa bermain di samping Fofana."
"Saya pikir kami memiliki tiga atau empat situasi bagus di babak pertama dengan Loftus dan Pulisic. Ini adalah struktur yang saya sukai dengan dua pemain di lini tengah, dengan Reijnders, Loftus dan Pulisic berkombinasi, di situlah kami menciptakan situasi yang paling berbahaya," tutup pelatih berkebangsaan Portugal tersebut.
Jelang Derby della Madonnina
Kekalahan ini menambah tekanan bagi Fonseca yang baru mendapatkan 5 poin dari empat pertandingan di Serie A 2024/2025. Meskipun kemenangan 4-0 atas Venezia sedikit menetralkan situasi. Namun, Derby della Madonnina melawan Inter Milan pada akhir pekan ini akan menguji masa depan Fonseca sebagai pelatih.
AC Milan kini telah kebobolan sembilan gol dalam lima pertandingan terakhir, hanya mencatatkan satu clean sheet sejauh ini. Dengan pertahanan yang terus menjadi masalah utama, Fonseca harus bekerja keras untuk menemukan solusi agar kembali ke jalan yang tepat.
Penulis: Muhamad Luthfi Ma'ruf