Bola.com, Jakarta - Perbedaan bahasa tak menghalangi para pemain PSIS Semarang untuk saling berkomunikasi. Di ruang ganti Mahesa Jenar, ada beberapa bahasa yang digunakan untuk berinteraksi.
PSIS Semarang sebagai klub sepak bola tak ubahnya sebuah komunitas yang bersifat multikultural karena memiliki personel yang berasal dari berbagai suku dan bangsa. Perbedaan bahasa pun jamak ditemui di ruang-ruang seperti ini.
Bek asing PSIS, Roger Bonet, mengakui bahwa perbedaan bahasa ini tidak menjadi hambatan untuk beradaptasi sejak pertama kali bergabung. Dia kini juga berusaha belajar bahasa Indonesia agar interaksi dengan pemain lokal bisa lebih luwes.
"Sejujurnya, faktor bahasa tidak menjadi masalah buat saya untuk beradaptasi. Saya pikir di banyak negara yang pernah saya kunjungi, saya mencoba mempelajari bahasa yang digunakan di sana," ujar Roger Bonet dikutip dari kanal YouTube milik PSIS.
"Saya coba mengikuti kelas bahasa karena saya pikir itu hal yang amat penting. Apalagi, tidak semua orang di sana juga bisa berbahasa Inggris. Jika Anda pergi ke suatu negara, Anda setidaknya perlu belajar dasar-dasarnya," imbuh bek yang gabung PSIS Semarang akhir Juni lalu ini.
Diwarnai Banyak Bahasa
Pemain yang akrab disapa Ruxi itu mengatakan, ruang ganti PSIS Semarang memang sangat unik. Sebab, bek asal Spanyol ini bisa mendengarkan banyak bahasa yang digunakan untuk interaksi antarpemain.
Saat berkomunikasi dengan Boubakary Diarra atau Sudi Abdallah, Ruxi menggunakan bahasa Prancis. Namun, ketika harus berbicara dengan Joao Ferarri yang jadi rekan duetnya di jantung pertahanan, ada tiga bahasa yang bisa dipakai.
'Komunikasi saya dengan rekan setim di PSIS sangat lucu karena di ruang ganti kami, Anda bisa mendengar setidaknya 10 bahasa. Kami berbicara menggunakan bahasa yang berbeda-beda," ungkap Ruxi.
"Saya dan Diarra biasanya menggunakan bahasa Prancis. Sudi Abdallah juga berbahasa Prancis. Sementara saya dan Joao Ferrari berbicara campuran antara bahasa Portugis, Inggris, dan Spanyol," tambahnya.
Bahasa Italia hingga Jawa
Contoh lainnya yang menarik ialah pola komunikasi antara pelatih kepala, Gilbert Agius, yang berasal dari Malta, dan Boubakary Diarra, yang berasal dari Prancis. Keduanya malah menggunakan bahasa Italia untuk berhubungan.
"Saya dengan Coach Alberto juga berbicara bahasa Spanyol. Lalu, ada juga bahasa Indonesia yang digunakan para pemain lokal. Coach Agius dengan Diarra bahkan menggunakan bahasa Italia untuk komunikasi," ujar Ruxi.
Itu belum termasuk bahasa-bahasa daerah yang digunakan para pemain lokal. Mengingat PSIS adalah klub yang berbasis di Jawa Tengah, para pemain putra daerah pun menggunakan bahasa Jawa dalam interaksi sehari-hari.
"Para pemain lokal PSIS Semarang juga terkadang menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Sangat lucu karena ada banyak bahasa yang digunakan di sini," bek berusia 29 tahun itu menambahkan.
Tetap Bisa Bercanda
Ruxi mengakui, perbedaan bahasa ibu tidak menjadi hambatan di antara pemain, termasuk ketika bercanda satu sama lain. Hal ini tetap bisa membangun kekompakan yang solid di internal Mahesa Jenar.
"Sejujurnya, komunikasi dengan tim sangat mudah. Meski kami tak bicara dalam bahasa yang sama, kami bisa saling memahami bahasa satu sama lainnya," ujarnya.
"Hanya dengan tersenyum, para pemain di sini bisa menciptakan candaan. Terkadang bahkan kami tak mengerti yang mereka katakan, tetapi kami tetap bisa saling bercanda," imbuhnya.
Baca Juga
Musim Hujan, Begini Siasat Pelatih Persik Agar Para Pemainnya Tidak Sakit Jelang Laga Melawan PSIS
Bursa Transfer Paruh Musim BRI Liga 1 2024 / 2025 Bakal Panas: Siapa Lagi yang Merapat Selain Eks Bek Lazio?
Berstatus Raja Tandang, tapi Jeblok di Kandang: Pelatih Persik Bertekad Jadikan PSIS Tumbal Kebangkitan di BRI Liga 1