Bola.com, Jakarta - Mantan pemain Timnas Indonesia era 80-an, Elly Idris mengamati adanya cara yang dinilainya kurang tepat di dalam kompetisi domestik Indonesia. Salah satunya menyangkut keberadaan pemain asing.
Di kasta Liga 1, ada regulasi maksimal delapan pemain asing yang boleh dimiliki sebuah tim. Sementara regulasi pemain asing di Liga 2 Indonesia musim 2024/2025 adalah setiap klub diperbolehkan mengontrak maksimal tiga pemain asing.
Sebagai mantan pemain profesional dan kini menggeluti pembinaan usia muda, regulasi yang diberlakukan tersebut dapat menghambat proses pencarian pemain lokal untuk naik ke level Timnas Indonesia.
"Sebanyak 9 tim di Liga 1 pakai kiper asing, saya tidak tahu apa yang dilakukan para pengurus di sepak bola kita. Soal bagaimana masa depan pemain-pemain muda lokal. Mungkin cukup satu pemain asing untuk setiap posisi di masing-masing klub," tutur Elly Idris dalam obrolan di Kanal Youtube Bicara Bola by Akmal
"Di Timnas Indonesia juga demikian, pelatih memilih pemain naturalisasi, padahal tujuan dari kompetisi ini adalah menciptakan pemain. Tekad dari anak-anak muda ini untuk jadi pemain bola profesional juga perlu diperhatikan. Jangan sampai cita-cita mereka pupus karena banyaknya pemain naturalisasi," tambahnya.
Arab Saudi Jadi Contoh
Timnas Indonesia di era kepelatihan Shin Tae-yong terus bertransformasi dalam membangun skuadnya pada persaingan di Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Dari 23 anggota Timnas Indonesia yang ada saat ini, atau di pertandingan terakhir kontra China, ada 11 pemain naturalisasi dari garis keturunan dan juga nenek moyang yang lahir di Indonesia. 12 pemain lain merupakan produk lokal asli Indonesia.
Ditambah dengan kondisi serbuan pemain asing di level klub, membuat produk lokal semakin sulit menembus tim utama. Elly Idris menggambarkan kondisi Timnas Arab Saudi yang sudah merasakan dampak dari regulasi semacam itu.
Liga Pro Arab Saudi sedang jor-joran mendatangkan pesepak bola top yang diawali dari Cristiano Ronaldo. Timnas mereka ketika masih dibesut Roberto Mancini jadi kurang garang, hingga Mancini harus digantikan Herve Renard.
"Lihat saja Arab Saudi saat Mancini kesulitan membikin skuad terbaik ketika sebagain besar pemainnya jadi cadangan di level klub. Arab Saudi dulu seperti apa bisa menang berapa nol melawan Indonesia. Sekarang kekuatannya berkurang jauh, nah ini dikhawatirkan Indonesia bisa seperti itu nanti," tegas Elly.
"Ada belasan pemain diaspora di Timnas Indonesia ya mungkin ini jadi sebuah spekulasi antara STY dan para pengurus PSSI. Ini masih berjalan dan kita belum tahu akhirnya nanti seperti apa," lanjut dia.
Perubahan Paradigma Sepak Bola Usia Dini
Di sisi lain, Elly Idris juga menyoroti pedoman dasar dari para penggiat sepak bola usia dini yang masih salah kaprah. Menurutnya, sepak bola Indonesia butuh satu proses yang akan diteruskan melalui metode kepelatihan.
Diakuinya perlu perubahan paradigma anak-anak dalam bermain bola dari kaki ke kaki, karena setiap turnamen banyak yang bermain long passing, bukan build-up yang menjadi dasar permainan sepak bola.
"Bukan masalah kalah menangnya. Kemudian ada problem besar banyak pesepak bola yang mulai hilang di level profesional. Barangkali karena tidak ada keberlanjutan, enggak ada pantauan."
"Kemudian ada kesalahan dalam program pembinaan usia muda, ketika bermain seharian dari pagi sampai sore. Bermain siang hari dan di lapangan sintetis yang panas. Kalau mau lebih baik lagi, cara itu harus diubah."
"Pelatih-pelatih harus dikumpulkan sebelum turnamen, disamakan visi dan misinya. Kebanyakan kejuaraan usia dini adalah turnamen dan membuat perkembangan seolah terputus," jelasnya memungkasi.
Kiprah Elly Idris di Sepak Bola Nasional
Elly Idris adalah pesepak bola langganan timnas Indonesia dari 1985 sampai 1993 dan kini lebih sibuk untuk melatih anak usia dini.
Elly Idris semasa aktif bermain merupakan pesepak bola dengan gelar juara Galatama yang bergengsi. Musim pertama level senior pada musim 1980-1982, dia menjadi bagian PS Jayakarta yang merupakan runner-up Galatama edisi kedua.
Kemudian, pemain yang berposisi gelandang bertahan ini pindah ke Yanita Utama dan membawa klub yang bermarkas di Bogor ini menjuarai Galatama 1983-1984 dan 1984.
Yanita Utama bubar, Elly Idris gabung Kramayudha Tiga Berlian dan menjuarai kompetisi semi-pro pertama Indonesia ini untuk musim 1985 serta 1986-1987.
Meninggalkan Kramayudha Tiga Berlian, Elly Idris gabung Pelita Jaya dan jadi jawara Galatama edisi 1988-1989 serta 1990. Bersama timnas Indonesia, Elly Idris menjadikan skuad Garuda menempati posisi empat besar Asian Games 1986.
Elly Idris terakhir membela timnas Indonesia pada SEA Games 1993 asuhan Ivan Toplak.
Sumber: Kanal Youtube Bicara Bola by Akmal
Baca Juga