Pengamat: Minimal Butuh 10 Tahun agar Indonesia Punya Timnas Kuat, Erick Thohir Jangan Mundur Dulu dari PSSI

oleh Gatot Sumitro diperbarui 17 Nov 2024, 15:54 WIB
Pemain Timnas Indonesia, Kevin Diks (kedua kanan) berfoto bersama dengan para starting XI saat laga lanjutan putaran ketiga Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Jepang di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta, Jumat (15/11/2024). (Bola.com/Bagaskara Lazuardi)

Bola.com, Jakarta - Kekalahan telak Timnas Indonesia dari Timnas Jepang dengan skor  0-4 di SUGBK, Jumat (15/11/2024), membuka mata stakeholder sepak bola nasional dan para pencinta Tim Garuda.

Publik yang menyaksikan pertandingan pasti sepakat kualitas Timnas Indonesia asuhan Shin Tae-yong masih jauh di bawah pasukan Hajime Moriyasu, baik dari sisi mental, skill individu, dan kerja sama tim.

Advertisement

Namun, jika merunut ke belakang, performa Blue Samurai saat ini tidak diraih dengan tiba-tiba melainkan melalui proses panjang dan konsistensi membangun sepak bola. 

Sementara Indonesia hanya bangga dengan nostalgia bahwa negara kita pernah dijadikan tempat belajar Federasi Sepakbola Jepang (JFA) pada era 1990-an. Selanjutnya, kita tetap jalan di tempat. Sedangkan Jepang lari cepat untuk mencapai tujuannya.

"Selama ini ada pendapat salah bahwa Jepang belajar sepak bola dari Indonesia. Mereka tak belajar teknis main bola, tetapi cara pengelolaan sepak bola profesional di era Galatama. Kita jalan di tempat karena sering ribut sendiri di PSSI. Sementara Jepang mengerahkan segala sumber dayanya untuk sepak bolanya," kata Bambang Nurdiansyah, mantan pemain Timnas Indonesia era 80-90an, yang kini berprofesi sebagai pelatih.

2 dari 3 halaman

Ganti Belajar dari Jepang

Pelatih PS Polri, Bambang Nurdiansyah, sewot ketika ditanya perihal lini depan timnya yang masih mandul. (Bola.com/Iwan Setiawan)

JFA, lanjut Bambang Nurdiansyah, hanya mengadopsi manajemen sepak bola profesional. Soal pembinaan masif, mereka belajar dari negara-negara lain yang sudah maju.

"Seharusnya Indonesia yang sekarang menimba ilmu pembinaan pemain dari Jepang. Kita tak usah malu untuk belajar dari negara lain," ujarnya.

Padahal, sebenarnya sudah lama Indonesia memiliki sentra-sentra pembibitan atlet berbentuk diklat di berbagai daerah.

"Banyak pemain Timnas Indonesia dulu jebolan Diklat Ragunan dan Salatiga. Tapi, saya tak tahu bagaimana kurikulum diklat-diklat itu sekarang. Sudah saatnya diklat itu dikembalikan ke marwahnya kembali," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Salut Program Naturalisasi

Ketua Umum PSSI, Erick Thohir memberikan keterangan kepada wartawan saat konferensi pers perihal Satgas PSSI yang berlangsung di GBK Arena, Senayan, Jakarta, Jumat (28/04/2023). (Bola.com/Bagaskara Lazuardi)

Bambang Nurdiansyah, di sisi lain, salut dengan gebrakan PSSI di bawah Erick Thohir yang mempercepat kemajuan Timnas Indonesia dengan program naturalisasi.

"Program ini idealnya sebagai trigger atau pemicu. Berikutnya, PSSI dan insan sepak bola membina secara masif di grassroot. Jika anak-anak yang sekarang berusia 10 tahun dibina dengan serius, minimal sepuluh tahun lagi kita punya Timnas yang tangguh," paparnya.

Dengan masa jabatan Ketua Umum PSSI yang berdurasi empat tahun maka Erick Thohir setidaknya harus memimpin federasi selama 2,5 periode.

Jadi, Erick Thohir jangan mundur dulu karena dia harus "bertanggung jawab" atas kekalahan Timnas Indonesia atas Jepang kemarin.

Berita Terkait