Bola.com, Kediri - Jika ingin mengejar ketinggalan dari negara lain, tampaknya percepatan prestasi sepak bola Malaysia, terutama Timnas Malaysia, lewat program naturalisasi tak bisa ditawar lagi.
Dalam era globalisasi sepak bola modern, sekarang banyak negara di belahan Bumi memilih naturalisasi sebagai cara untuk memperkuat timnas masing-masing.
Sebenarnya Federasi Sepakbola Malaysia (FAM) telah melakukan itu. FAM mulai gencar menggunakan pemain naturalisasi setelah Timnas Malaysia menjuarai Piala AFF 2010 silam.
Namun selama ini pemain yang dinaturalisasi kebanyakan legiuner asing yang berkiprah di Liga Super Malaysia. Sedangkan pemain yang memiliki darah keturunan Malaysia cukup minim. Usia mereka pun telah mencapai di atas 27 tahun.
Di Piala AFF 2024 nanti, Tim Harimau Malaya juga memiliki sembilan pemain naturalisasi. Dengan perincian lima naturalisasi dengan darah keturunan Malaysia, yaitu Matthew Davies, Daniel Ting, Dion Cools, Nooa Laine, dan Stuart Wilkin.
Sedangkan empat penggawa lainnya naturalisasi murni yang tak memiliki garis darah Malaysia, seperti Paulo Josue, Natxo Insa, Romel Morales, dan Sergio Aguero. Selain itu, ada Nooa Laine, gelandang bertahan kelahiran Finlandia yang masih berumur 21 tahun.
"Naturalisasi murni juga baik. Setidaknya FAM tahu kualitas mereka selama jadi pemain asing di Liga Malaysia. Kelemahannya, mereka baru bisa jadi pemain Timnas Malaysia, setelah bermain di Liga domestik selama lima tahun berturut-turut. Sehingga usianya pasti lebih dari 27 tahun saat jadi warga negara Malaysia," kata Raja Isa Raja Akram Syah.
Cara Srilanka juga Boleh Ditiru
Pengamat sepak bola Malaysia yang punya pengalaman melatih klub-klub di Indonesia, seperti PSM Makassar dan Persipura Jayapura itu, lebih setuju bila FAM menaturalisasi pemain diaspora berusia muda yang ada di klub-klub Eropa atau negara yang sepak bolanya lebih maju.
"Dari pengalaman saya melatih klub di Asia Selatan, cara Srilanka menaturalisasi pemain diaspora juga boleh ditiru Malaysia," ujar Raja Isa.
"Mereka menaturalisasi pemain yang bergabung di klub-klub Divisi 5 dan 6 Eropa. Namun, usia mereka rata-rata masih muda. Sehingga masih banyak waktu mengembangkan potensinya," tuturnya.
Butuh Kesabaran
Tanpa mengecilkan arti pemain muda lokal di Malaysia, kebijakan yang dilakukan oleh Srilanka itu dianggap lebih bagus untuk ditiru.
"Saya kira meski usia pemain diaspora dan pemain lokal sama-sama masih muda, tentu kemajuan sepak bola di Eropa lebih bagus. Berikutnya kita pilih yang terbaik dari pemain muda itu untuk program jangka panjang," ucapnya.
Cara ini, lanjut Raja Isa, memang butuh kesabaran.
"Membangun tim nasional tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh kesabaran karena waktunya sangat panjang," ujarnya.
Baca Juga
Sumardji Beberkan Target Timnas Indonesia pada Piala AFF 2024: Masuk Final Saja Sudah Bagus
Kembali ke Timnas Indonesia dan Bisa Duet Lagi Dengan Marselino Ferdinan, Ronaldo Kwateh Optimistis Berbicara Banyak di Piala AFF 2024
Aliyudin Menilai Timnas Indonesia Tidak Kehilangan Striker Lokal: Hanya Tidak Terlalu Menonjol