Wawancara Eksklusif Dinan Javier: Eks Timnas Indonesia U-19 yang Pensiun Dini, Kini Meniti Karier sebagai Pelatih

oleh Hery Kurniawan diperbarui 11 Des 2024, 09:15 WIB
Wawancara Eksklusif - Dinan Javier (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Medio 2013 sempat terjadi kehebohan di sepak bola Indonesia. Kehebohan itu disebabkan oleh keberhasilan Timnas Indonesia U-19 menjuarai Piala AFF 2013. 

Prestasi Timnas Indonesia U-19 saat itu memang luar biasa. Sebab, sepak bola Indonesia sempat lama kering prestasi.

Advertisement

Banyak pemain Timnas Indonesia U-19 yang saat itu diharapkan menjadi bintang masa depan sepak bola Indonesia. Dinan Javier menjadi salah satu pemain yang diharapkan.

Saat pertama kali muncul, Dinan Javier sangat menarik perhatian. Dinan bermain di posisi sayap penyerangan. Sosok satu ini memiliki ketajaman dan kecepatan yang baik. 

Belum lama ini Bola.com mendapatkan kesempatan wawancara eksklusif dengan Dinan Javier. Simak wawancara lengkapnya di bawah ini?

2 dari 6 halaman

Kabar Terkini

Dinan Yahdian Javier (Timnas U19 - kiri) berusaha mempertahankan bola dari hadangan Boas Artururi (PSIS) dalam laga yang digelar di Stadion Jatidiri Semarang pada Jumat 14 Februari 2014 (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah).

Mungkin banyak orang yang penasaran dengan keputusan pensiun dini yang Anda ambil. Bagaimana ceritanya?

Sebenarnya pensiun atau enggaknya saat itu belum pasti. Karena memang waktu itu saya cedera ankle. Saya sudah melakukan operasi empat kali, tapi Qodarullah belum sembuh juga. Belum sembuh-sembuh, ya sudah akhirnya. Mungkin karena lama dan capai juga.

Saya empat kali menjalani operasi, sebenarnya untuk berolahraga atau fun masih bisa. Tapi untuk bermain secara profesional lagi tidak memungkinkan.

Kapan kira-kira cedera itu kali pertama didapatkan Dinan Javier?

Sebenarnya cedera itu akumulasi dari banyaknya tekel dari lawan.

Apakah ada penyesalan karena harus mengakhiri karier pemain profesional di usia 25 tahun, usia yang masih sangat muda?

Namanya awal-awal dulu, saya istilahnya cedera saat panas-panasnya. Saat itu saya belum bisa menerima. Waktu itu belum bisa nerima namanya yang lain.

Saya ada rasa kecewa, tapi karena seiring waktu, sekarang sudah sembuh. Menyesal juga, tapi sekarang realistis, saya enggak bisa idealis terus.

Dengar-dengar, Dinan Javier punya kesibukan lain saat ini. Katanya punya bisnis kuliner ya?

Alhamdulillah  lancar. Ini kebetulan barusan ini tadi, habis praktek ini, teman-teman mampir ke warung soto kami. Namanya, Soto Kaki Jangi. Alhamdulillah saat ini baru tiga cabang.

 
 
3 dari 6 halaman

Meniti Karier Baru

Pemain Mitra Kukar, Dinan Javier (kanan), berebut bola dengan pemain Semen Padang, Vendry Mofu, pada lanjutan Grup D Piala Jenderal Sudirman 2015 di Stadion Manahan, Solo, Selasa (15/12/2015). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Belum lama ini saya mendapatkan informasi kalau Dinan Javier sedang meniti karier untuk menjadi pelatih. Bagaimana perkembangannya sejauh ini Dinan?

Waktu itu saya kebetulan ambil lisensi C pada 2021 di Batu. Jadi saya sudah lisensi C waktu itu. Kalau mantan-mantan pemain Timnas Indonesia itu bisa langsung C dan sekarang sedang proses untuk mengambil lisensi B. 

Berarti kalau sudah dapat lisensi B bisa melatih di Liga 3 ya?

Kalau enggak salah, mungkin bisa Liga 3. Kalau Liga 2 itu masih asisten. Saya nggak tahu bagaimana regulasinya sekarang. Tapi sepertinya begitu. 

Mahal ya kalau mau mengambil kursus lisensi kepelatihan?

Saya kurang tahu kalau soal itu, karena ini ada apresiasi dari PSSI untuk mantan pemain agar bisa mengambil lisensi kepelatihan.

Bagaimana Dinan Javier melihat kondisi kepelatihan di Indonesia sekarang ini?

Program lisensi kepelatihan banyak diprogramkan di berbagai daerah. Dan juga semakin ke sini itu lisensi ini mungkin dulu Liga 3 masih bisa C, mungkin dulu EPA bisa C atau B, sekarang harus A. 

Mungkin sekarang progresnya karena makin banyak pelatih juga yang sudah ikuti kursus. Melatih juga harus mengikuti zaman juga.

Jadi latihan tahun 2010-an ke atas sama 2012-an ke atas itu pasti beda, sangat berbeda. Jadi memang pelatih itu harus update setiap saat. Dulu pemain itu sangat mengutamakan fisik, sekarang tidak begitu lagi. Sekarang murni ada taktiknya. 

Kalau di lisensi B itu apa yang dipelajari, sudah sampai taktikal yang dalam gitu nggak sih?

Kami sudah mulai taktikal, kalau di C kan masih basic. Untuk C sudah mulai ke tim, tapi masih ke fase anak-anak usia dini mungkin baru beberapa tahun ya. Namun, kalau yang B ini sudah mulai masuk ke fase taktikal, masuk ke mempersiapkan tim untuk menjalani pertandingan.

Ada rencana langsung mengambil lisensi A?

Kalau saya sih sebenarnya nggak ada target langsung A. Kita ini sekolah kan ibaratnya teori, walaupun ada prakteknya cuma nanti aplikasinya kita di lapangan. Kalau sudah kembali ke tim masing-masing jadi mungkin fokus dulu aja kita cari pengetahuan yang penting dulu.

4 dari 6 halaman

Kiblat Kepelatihan

Pelatih Timnas Indonesia U-20, Indra Sjafri, saat memberikan instruksi kepada pemain asuhannya saat sesi latihan di Bali United Training Center pada Rabu pagi (30/10/2024). (Bola.com/Alit Binawan)

Sebagai orang yang sedang meniti karier sebagai pelatih, ada sosok pelatih yang diidolakan Dinan Javier?

Kalau misalnya di internasional, jelas pelatih yang banyak trofinya. Tujuan main bola menang, kecuali development beda. Kalau tujuannya menang pasti Pep Guardiola. Tapi, kalau di nasional ini jelas ya mantan pelatih saya, Coach Indra Sjafri. 

Coach Indra sangat bagus kepemimpinannya, termasuk juga para asistennya dulu seperti Coach Eko Purdjianto, Coach Nursaelan.

Mungkin memang kalau ada apa-apa itu tergantung pelatih kepala. Tapi, pelatih kepala itu tidak akan bisa jalan kalau tidak ada asistennya.

Bahkan saya dengar Shin Tae-yong itu timnya itu ada 20 lebih asistennya. Banyak sekali, termasuk analis, semua itu yang membentuk coach menjadi coach yang baik.

5 dari 6 halaman

Masa-Masa SAD Indonesia

Rudolof Yanto Basna (kiri) dan Dinan Yahdian Javier memilih fokus kuliah setelah kompetisi ISL tidak ada lagi. (Bola.com/ Vincensius Sawarno)

Dulu Coach Indra Sjafri menemukan banyak pemain berbakat di Timnas Indonesia dengan cara blusukan ke berbagai daerah. Dulu bagaimana ceritanya bisa ditemukan oleh Coach Indra?

Waktu itu saya langsung bergabung dengan Timnas Indonesia, saya mantan bagian dari SAD Indonesia yang di Uruguay. Jadi setelah SAD bubar, saya langsung pulang dari Uruguay, saya langsung gabung ke Timnas Indonesia U-19. 

Saat itu saya bergabung dengan Timnas Indonesia U-19 bersama pemain SAD yang lain seperti Awan Setho, Maldini Pali, Yanto Basna, dan pemain yang lain.

Saat itu di Uruguay berapa tahun Dinan, ada hal yang menarik yang dipelajari dari negara itu?

Waktu itu kami di sana di 2012-2013 ya. Jadi kita bisa bilang 10 tahun yang  lalu mereka sudah sports science-nya itu sudah maju. Kami latihan juga enggak kayak di Indonesia. Waktu itu sehari 2 kali misalnya di Indonesia, di sana cukup sehari sekali.

Di Indonesia kami dibiasakan latihan sehari dua kali, dan kalau latihan itu harus lelah. Sampai ke sana itu ada culture shock, waktu itu di Uruguay sehari sekali terus cuma kayak gitu.

Di Uruguay juga sudah ada periodisasinya, kita itu di sana setiap Sabtu main. Jadi mereka sudah ada dari Senin sampai Jumat, programnya sudah ada.

Waktu itu sudah mulai pakai heart rate. Kalau sekarang kan yang pakai kayak tank top itu ya. Di Uruguay saat itu semua perhitungan dilakukan dengan data. Jadi perbedaan sama Indonesia ya beda memang di bagian fasilitas itu.

Misalnya waktu itu kami bermain di kandang Penarol, mereka punya lapangan latihan sampai lima. Itu sebenarnya hal kecil yang harus dimiliki setiap klub profesional, padahal itu tim youth-nya Penarol.

6 dari 6 halaman

Mengenang Timnas Indonesia U-19

Selebrasi Timnas U-19 saat meraih gelar Piala AFF 2013 (www.aseanfootball.org)

Ada harapan tinggi untuk Timnas Indonesia U-19 generasi 2013. Namun, banyak dari mereka yang justru kini sudah tidak aktif sebagai pemain profesional. Apa yang terjadi Dinan?

Kalau dari saya pribadi mungkin kesalahan dari youth-nya. Mungkin ya. Mungkin kan memang kalau yang saya tahu sekarang ini bahwa memang dari kecil fase kecil itu kita memang enggak bisa di-push-lah istilahnya. Namanya anak kecil. Mungkin kan kebiasaan kita dulu di latihan, mau senior, mau kecil, itu latihannya sangat berat. 

Jadi mungkin karena memang otot orang dewasa dan anak-anak remaja, usia-usia muda, itu kan beda. Usia muda masih berkembang, masih tumbuh, dia masih bisa tumbuh tinggi lagi, usia berkembang. Jadi ototnya juga belum 100 persen yang kuat, bagaimana sudah dilatih dengan yang mungkin porsinya overload.

Kalau saya pribadi, kalau teman-teman yang lain, saya nggak bisa komentar karena mungkin kasusnya beda-beda. Kalau dari saya mungkin itu sih overload. Memang saat kecil, istilahnya superior kita, tapi ternyata harusnya kan fasalnya progres ke atas, tapi mungkin malah jadi menurun,. Bukan turun fisiknya, tapi mungkin turun masa ototnya.

Apa harapan Dinan Javier dalam hal karier sebagai pelatih. Ingin melatih Timnas Indonesia di masa depan?

Harapan saya bisa berguna sebagai pelatih. Kalaupun nggak bisa melatih di level nasional, yang penting saya bisa berguna di sekitar saya dulu. Mungkin SSB di Piala Soeratin. Dan sebenarnya sepak bola level nasional ini dimulai dari daerah.

Harapannya bisa membina untuk untuk program SSB, tapi pelatih-pelatih juga harus up to date dengan latihan-latihan zaman sekarang juga. Yang saya rasa juga kebanyakan pelatih-pelatih SSB juga masih menggunakan metode-metode lama, tapi itu wajar.

 
 

Berita Terkait