Jejak Pelatih-Pelatih Belanda di Indonesia: Ada yang Baik, Ada yang Berlalu Begitu Saja.., Bagaimana dengan Patrick Kluivert?

oleh Aning Jati diperbarui 08 Jan 2025, 14:00 WIB
Kolase - Wiel Coerver, Wim Rijsbergen, Foppe de Haan, Pieter Huistra (Bola.com/Adreanus Titus)

Bola.com, Jakarta - Dengan melengserkan Shin Tae-yong dari jabatan pelatih Timnas Indonesia, PSSI pastinya harus mencari sosok baru pengganti pelatih asal Korea Selatan tersebut.

Patrick Kluivert disebut-sebut berada di baris terdepan sebagai pengganti Shin Tae-yong.

Advertisement

Bagi anak 90-an dan 2000-an awal, Patrick Kluivert mungkin tak asing lagi. Pria kelahiran Amsterdam, Belanda, ini terkenal semasa bermain sebagai striker untuk beberapa klub Eropa, dari Ajax, AC Milan, Barcelona hingga PSV dan Lille.

Selepas pensiun sebagai pemain, Kluivert menekuni dunia kepelatihan. Hanya, sejauh ini apabila mengacu pada pencapaian, rekam jejak pria berusia 48 tahun itu di dunia kepelatihan masih belum meyakinkan.

Kluivert pernah menangani Timnas Belanda dan Kamerun sebagai asisten pelatih, Timnas Curacao sebagai pelatih interim.

Di level klub, jabatan Kluivert mayoritas juga asisten pelatih, seperti ketika berada di AZ, Brisbane Roar, NEC, Ajax. Kluivert menjadi pelatih kepala terjadi pada 2023 lalu ketika membesut klub Turki, Adana Demirspor.

Sebagai catatan, durasi waktu Kluivert melatih di klub maupun timnas, terbilang singkat, kisaran satu-dua tahun.

Andai Patrick Kluivert resmi melatih Timnas Indonesia, ini bukan kali pertama Tim Garuda ditangani pelatih asal Belanda.

Melihat ke belakang, sudah ada beberapa pelatih Belanda yang berkiprah bersama Timnas Indonesia. Siapa saja mereka?

Mari membuka kembali 'cerita lama' pencapaian pelatih Belanda di Timnas Indonesia dalam berbagai masa.

2 dari 5 halaman

Wiel Coerver

Wiel Coerver (kiri), hanya sebentar di Timnas Indonesia namun amat berkesan.

Timnas Indonesia pernah ditangani Wiel Coerver. Dia adalah pelatih asal Belanda, yang mendapat julukan sebagai Albert Einstein-nya sepak bola.

Bisa dibilang, Wiel Coerver menjadikan Indonesia sebagai satu di antara objek eksperimen.

Setelah membawa Feyenoord Rotterdam juara Piala UEFA 1974, Wiel Coerver menghadapi fakta yang berbeda ketika mulai berkutat dengan sepak bola Indonesia pada 1975.

Pada waktu itu, PSSI di bawah Ketua Umum Bardosono, menunjuknya untuk mengarsiteki Timnas Indonesia untuk persiapan Olimpiade Montreal, Kanada 1976.

Setahun menangani Indonesia, Wiel Coerver kembali ke Belanda menangani Go Ahead Eagles. Ia kembali lagi ke Indonesia dan menangani PSSI Garuda untuk SEA Games 1979.

Di bawah arahannya, Timnas Indonesia menjadi tangguh. dimulai sejak proses seleksi yang super berat. Setelah terpilih, para pemain digembleng dalam latihan yang juga berat.

Beberapa highlight Wiel Coerver bersama Timnas Indonesia di antaranya, ia menciptakan metode Pyramid of Player Development yang mencakup penguasaan bola individu, kecepatan, dan permainan grup kecil, dan prosesnya lebih fokus pada setiap individu.

Program latihan utama adalah fisik dan berlatih dengan menggunakan bola.

Saat pertama menukangi Timnas Indonesia, Wiel Coerver memperjuangkan nasib para pemain di depan pengurus PSSI. Pada waktu itu, Coerver memiliki prinsip ia tak ingin penghasilannya lebih banyak dari pasukannya. Hal ini sempat mendapat kritik dari PSSI karena dianggap mengutamakan uang ketimbang nasionalisme.

Namun, para pemain justru menomorduakan materi. Bagi mereka, mengenakan seragam Garuda adalah sebuah kebanggaan dan tanggung jawab.

Wiel Coerver juga memberikan ilmunya kepada pelatih-pelatih lokal yang berpotensi membesut timnas, seperti Sinyo Aliandoe, Harry Tjong, hingga Bertje Matulapelwa.

Saat berada di Indonesia, ia kerap mengadakan diskusi dengan pelatih lokal dengan tujuan mencetak lebih banyak pelatih sehingga Indonesia bisa memaksimalkan talenta pemain.

Wiel Coerver juga menghadapi kendala bahasa ketika melatih Timnas Indonesia. Namun, pada waktu itu banyak pemain Indonesia yang bisa berkomunikasi dengan bahasa Belanda, seperti Ronny Pattinasarany dan Rudy Keltjes.

Sebaiknya, para pemain memang juga harus aktif menambah kemampuan yang mendukung dalam proses latihan.

3 dari 5 halaman

Foppe de Haan

Foppe de Haan, pelatih junior berkebangsaan Belanda menyesuaikan kacamatanya saat latihan melawan timnas junior di Katwijk 11 Mei 2006. Pertandingan berakhir 0-0 setelah timnas tampil lemah. (FOTO AFP: MAARTJE BLIJDENSTEINMAARTJE BLIJDENSTEIN/AFP)

Satu di antara contoh pelatih asal Belanda yang tidak mencapai kesuksesan bersama Timnas Indonesia adalah Foppe de Haan. 

Foppe de Haan bukan pelatih sembarang pelatih. Ia pernah melahirkan bintang-bintang sepak bola dunia seperti Marco Van Basten, Klaas-Jan Huntelaar, dan Ryan Babel.

Foppe de Haan tercatat pernah menjabat sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia U-23 saat Asian Games 2006 di Qatar.

Pelatih yang membawa Belanda meraih gelar juara Piala Eropa U-21 pada 2006 dan 2007 itu diharapkan mampu membawa Tim Garuda Muda tampil kompetitif. Hanya, hasilnya jauh dari harapan.

Menghabiskan 19 tahun melatih SC Heerenveen (1985–2004), De Haan diberi waktu empat bulan untuk mempersiapkan Timnas U-23 melalui pelatihan di Belanda. Ia didampingi pelatih lokal, Bambang Nurdiansyah.

Namun, hasil di lapangan tidak menggembirakan. Timnas U-23 takluk 0-6 dari Irak, kalah 1-4 dari Suriah, dan hanya mampu bermain imbang 1-1 melawan Singapura.

Setelah kegagalan ini, Ketua Umum PSSI saat itu, Nurdin Halid, memberhentikan De Haan.

Foppe de Haan sempat mengungkapkan sulitnya melatih Timnas Indonesia, bahkan di level U-23.

Beberapa 'highlight'-nya ketika itu seperti pemain Indonesia sudah salah urus sejak dini, tidak mendapat bekal latihan yang cukup. De Haan berujar, di level U-23 semestinya ia melatih pemain memahami strategi sepak bola, akan tetapi masih harus mengajari teknik-teknik dasar.

Lalu, ia juga mengungkapkan pola kerja yang tidak ideal di Timnas Indonesia, termasuk menyinggung adanya intervensi dalam pemilihan pemain.

 

4 dari 5 halaman

Wim Rijsbergen

Wim Rijsbergen saat melatih Timnas Indonesia. (Bola.com/FIFA)

Pelatih asal Belanda lain yang pernah jadi pelatih Timnas Indonesia adalah Wim Rijsbergen. Ia menduduki jabatan bergengsi ini dari jabatan lamanya sebagai pelatih PSM Makassar.

Wim Rijsbergen ditunjuk menggantikan peran Alfred Riedl untuk memegang kendali timnas Indonesia sejak Juli 2011.

Rekam jejak Wim Rijsbergen terbilang lumayan. Sebagai pemain, Wim adalah andalan Belanda di Piala Dunia 1974 dan 1978. Ia juga bagian dari sukses Feyenoord juara Liga Belanda 1973-1974 dan Piala UEFA pada musim yang sama.

Sebagai pelatih, kariernya terbilang baik. Ia pernah menangani beberapa klub di Liga Belanda, seperti FC Volendam, NAC Breda, dan Groningen. Bersama Volendam, Wim menembus final Piala Belanda 1994-1995.

Wim Rijsbergen pernah merasakan atmosfer Piala Dunia dengan menjadi asisten Leo Beenhakker di Timnas Trinidad dan Tobago pada Piala Dunia 2006. Setelah Piala Dunia berakhir, ia dipercaya menjadi pelatih kepala Timnas Trinidad dan Tobago.

PSSI sempat yakin Wim Rijsbergen bisa membawa Timnas Indonesia berprestasi lebih baik dibandingkan Alfred Riedl, yang hanya mampu membawa Indonesia meraih posisi runner-up di Piala AFF 2010.

Namun, dalam enam bulan masa baktinya, Wim Rijsbergen tidak menghadirkan prestasi. Ia gagal di babak awal kualifikasi Piala Dunia 2014.

Total dalam 11 pertandingan di bawah arahannya, Indonesia mencatat dua kali menang, tiga kali seri, dan enam kali kalah. Semua di pertandingan resmi internasional.

Selama menangani Timnas Indonesia, Wim Rijsbergen kerap jadi sorotan. Sebagai pelatih, Rijsbergen sangat jarang memberi instruksi. Ia justru selalu terlihat asyik mencatat setiap kali kejadian di atas lapangan.

Hubungannya dengan sejumlah pemain Timnas Indonesia pun tidak harmonis. Hal itu yang memicu opini negatif publik, ditambah lagi Timnas Indonesia tidak menunjukkan permainan yang bertaji.

Wim Rijsbergen diberhentikan PSSI pada Januari 2012.

5 dari 5 halaman

Pieter Huistra

Pelatih kepala Borneo FC, Pieter Huistra saat menghadapi Persija Jakarta pada laga pekan ke-7 BRI Liga 1 2023/2024 di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Rabu (9/8/2023). (Bola.com/Bagaskara Lazuardi)

Pelatih Borneo FC Samarinda, Pieter Huistra, memiliki sejarah dengan sepak bola Indonesia. Huistra pernah sebulan berstatus sebagai pelatih interim Timnas Indonesia.

Pada 7 Mei 2015, PSSI memutuskan Pieter Huistra sebagai pelatih interim Timnas Indonesia senior.

Tugas Huistra adalah dua pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Asia Grup F melawan Taiwan pada 11 Juni 2015 dan Irak pada 16 Juni 2015.

PSSI memiliki alasan mengenai status interim yang melekat pada Pieter Huistra itu. Saat itu situasi dinilai tak memungkinkan bagi Timnas Indonesia untuk memiliki pelatih tetap.

Hanya, sebulan selepas penunjukan itu, PSSI mendapatkan sanksi dari FIFA. PSSI dinilai mendapatkan intervensi yang kuat dari pemerintah.

Dari rekam jejak, Pieter Huistra bukan sosok sembarangan di Belanda. Sebagai pemain, ia pernah memperkuat klub-klub dengan nama besar, seperti FC Groningen, Twente, dan Rangers.

Bahkan, Pieter Huistra pernah menjadi bagian dari Timnas Belanda. Ia tercatat memiliki delapan caps untuk skuad De Oranje.

Sebagai pelatih, Huistra juga pernah menukangi beberapa klub Belanda, seperti FC Groningen, Vitesse, dan De Graafschap.

Berita Terkait