Bola.com, Jakarta - Mesin waktu sejenak mengantarkan Tati Sumirah ke tanggal 6 Juni 1975. Memorinya masih sangat tajam mengingat detail peristiwa penting dalam hidupnya pada Jumat malam tersebut.
Bukan tanpa alasan, malam itu menjadi pertaruhan nyata buat Indonesia sebagai tuan rumah Piala Uber edisi ketujuh alias 1975. Malam itu, seluruh penjuru tanah air tertuju ke Istora Senayan.
Advertisement
Baca Juga
Masyarakat yang berada di Jakarta dan pinggirannya, tak ingin melewatkan momen yang terjadi dengan menyambangi Istora Senayan. Adapun yang berada di penjuru nusantara, ikutan deg-degan memantau pertandingan melalui udara alias siaran radio.
Maklum, tim bulutangkis putri Indonesia ketika itu bermain di final Piala Uber 1975. Lawan yang dihadapi Srikandi Tanah Air adalah Jepang, negara yang mengandaskan mimpi dua gelar juara pada edisi sebelumnya secara berturut-turut.
Wajar bila seluruh Tanah Air dibuat greget dengan pertandingan final yang kini digelar di kandang sendiri.
Detak jantung masyarakat Indonesia mulai tak karuan. Pemain pertama Indonesia dari sektor tunggal yakni Theresia Widiastuti takluk dua gim langsung dengan skor 7-11 dan 1-11 dari Hiroe Yuki.
Tiba saatnya partai kedua yang kini memainkan Tati Sumirah kontra Atsuko Tokuda. Tekanan wajar terasa karena Tati dituntut untuk meraih kemenangan untuk menjaga asa Indonesia.
"Penonton sampai meluber di pinggir lapangan. Saat itu, saya sama sekali tak tertekan, justru terbantu dukungan dari penonton," kenang Tati ketika dijumpai Bola.com di kediamannya di Jakarta Timur pada Juli 2018.
Pada gim pertama, Atsuko Tokuda tak memberikan sedikitpun celah untuk Tati. Namun, hal itu justru membuat permainan Tati semakin menjadi. Dengan tenang dan fokus dia meladeni permainan cepat hingga gim pertama sepenuhnya dalam genggaman berkat kemenangan 11-5.
Memasuki gim kedua, teriakan demi teriakan penonton semakin menjadi. Semangat berapi-api yang ditunjukkan penonton semakin memotivasi Tati yang akhirnya meraih kemenangan dengan skor 11-2. Asa Indonesia belum sirna berkat Tati.
"Saya bermain seperti kesetanan. Padahal, saya orangnya pemalu. Akan tetapi, Akan tetapi, ketika itu dukungan penonton berupa teriakan dan tepuk tangan membuat saya semakin bersemangat," ujar Tati.
Kemenangan Tati juga memotivasi pemain lain di tim Indonesia. Sejarah akhirnya tercipta, Indonesia meraih gelar perdana di Piala Uber setelah mengalahkan Jepang dengan skor 5-2. Tak hanya Tati Sumirah, seluruh rakyat pun berpesta.
"Setelah dipastikan menang, saya sendiri masih tidak percaya. Bengong dan rasanya seperti mimpi. Akhirnya saya dipeluk dan diarak keliling lapangan di Istora," ujar Tati yang lahir di Jakarta pada 9 Februari, 66 tahun silam itu.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Asian Games Kebanggan Tak Ternilai
Lima tahun setelah mempersembahkan gelar Piala Uber pertama untuk Indonesia, Tati Sumirah memantapkan diri untuk gantung raket. Seleksi alam yang ketat berkat bermunculannya generasi dan bakat baru bulutangkis membuat Tati sadar diri.
Sejak saat itu pula bulutangkis tak lagi menjadi prioritas dalam hidup Tati. Namun, memori Istora 1975 tetap akan selalu menjadi bagian dalam setiap nafas Tati.
Rasa antusiasnya akan bulutangkis pun kembali bergelora pada 2018 ini. Seketika Tati mengetahui Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games 2018. Pesta olahraga terbesar antarnegara Asia yang sudah tak asing buat Tati.
Maklum, Tati pernah turut andil mencatatkan prestasi di Asian Games. Ketika itu Tati bersama tim bulutangkis putri meraih medali perak di Asian Games edisi 1974 yang dihelat di Tehran, Iran.
Menurut Tati, meraih medali di Asian Games adalah kebanggaan tak ternilai. Apalagi event tersebut merupakan hajatan negara dan juga membawa harum nama pribadi dan seluruh Indonesia.
"Sama seperti Piala Uber, Asian Games itu kan kehormatan bangsa yang dipertaruhkan. Jadi, siapapun yang bermain dan berprestasi pasti kebanggaannya tak akan ternilai," ucap Tati.
Asian Games 2018 dikatakan Tati merupakan momentum yang tepat buat Indonesia. Sebagai tuan rumah, Indonesia harus mampu sukses secara prestasi dan juga penyelenggaraan.
"Ini kan hajatan negara. Kita sebagai tuan rumah harus mampu dong mempersembahkan yang terbaik. Saya yakin, seluruh Indonesia bakal dukung. Apalagi bermain di Istora, rasanya kalau bisa kembali muda saya mau deh main lagi untuk Asian Games ini. Sebab, Istora itu tempat keramat dan seharusnya seperti itu sampai kapan pun," tegas Tati Sumirah.
Advertisement
Arti Kemenangan untuk Ibunda dan Asmara
Mesin waktu yang membawa Tati Sumirah ke 1975 tadi kini mengembalikannya pada kenyataan. Rambut Tati kini sudah memutih. Tak banyak aktivitas yang bisa dilakukannya. Tubuh yang dulu lincah, kini menjadi terbatas pergerakannya seiring usia yang mulai senja.
Meski bulutangkis tak lagi jadi prioritas, namun sejarah tetap tak bisa mengabaikan nama Tati Sumirah. Sebagai pahlawan bangsa dengan catatan sejarah membawa Indonesia meraih gelar perdana di Piala Uber 1975.
Prestasi-prestasi yang pernah membuat Tati Sumirah tersohor kini tinggal menyisakan tulisan sejarah. Sederhana memang, namun maknanya teramat dalam buat Tati.
"Kalau dulu semua kenal Tati. Sekarang sih sudah berbeda, tetangga saja tak tahu kalau saya dulu atlet bulutangkis yang berprestasi," ucap Tati sembari tertawa.
Meski demikian, tak ada sedikitpun penyesalan dalam diri Tati. Sebab, kemenangan-kemenangan yang sudah diraihnya selain penuh makna, juga sudah cukup membuat dirinya, keluarga, dan bangsa berbangga.
"Buat saya kemenangan itu sebuah kebanggaan. Sebagai atlet, kalau meraih kemenangan itu rasanya senang luar biasa. Artinya, apa yang kita korbankan dan perjuangkan di lapangan itu tak sia-sia," ujar Tati sembari bibirnya bergetar.
Kemenangan dalam bulutangkis tentu hal yang sudah dicukupkan Tati dalam kariernya. Namun, Tati nyatanya masih memiliki kemenangan lain yang harus dikejar dalam hidupnya.
"Kalau kemenangan dalam hidup sih saya hanya ingin berbakti dan mengurus ibu saya yang sedang sakit. Arti kemenangan itu ya selalu ada buat ibu saya di sisa hidupnya. Selain itu, kalau masih ada yang mau, saya juga ingin menikah dan berkeluarga," harap Tati Sumirah yang sampai ini belum pernah mencicipi bahtera rumah tangga.
Buat Tati Sumirah, kemenangan dalam karier merupakan hal biasa. Namun, kemenangan itu dekat bisa diawali dengan berbakti pada ibunda.
Tati bersama enam legenda olahraga Indonesia ambil bagian dalam kampanye Kemenangan Itu Dekat yang diprakarsai perusahaan jasa aplikasi Grab yang jadi salah satu sponsor Asian Games 2018. Program ini mengajak masyarakat Indonesia untuk mendukung atlet-atlet Tanah Air yang akan berlaga di ajang mutievent terbesar di Asia. Dukungan dari legenda diharapkan kian memompa semangat mereka.
"Orang-orang boleh lupa siapa saya, tetapi sejarah bangsa ini sudah mencatat nama saya kok," ujar Tati Sumirah