Sukses


Kiprah 5 Playmaker Terbaik Indonesia dari 5 Generasi Berbeda

Bola.com, Jakarta - Lini tengah sebuah tim sepak bola dinilai sebagai kunci permainan. Pasalnya, sektor tersebut diplot sebagai pengontrol jalannya strategi sebuah tim ketika bertahan dan menyerang dalam sebuah pertandingan.

Berbicara strategi menyerang di setiap pertandingan, sosok playmaker sebuah tim harus bisa mengalirkan bola ke striker melalui umpan-umpan matang yang nantinya dapat menciptakan gol. Tak jarang banyak seniman-seniman lapangan hijau yang lahir dari posisi gelandang, sebut saja seperti Diego Maradona, Zinedine Zidane, Kaka, Xavi Hernandes dan Andres Iniesta.

Khusus di Indonesia, banyak playmaker yang terlahir piawai dalam melancarkan umpan-umpan kepada striker, bahkan tak jarang dari mereka menciptakan gol dengan akurasi tendangan jarak jauh dari luar kotak penalti atau berakselerisasi ke dalam kotak penalti lawan.

Berikut, 5 playmaker terbaik Indonesia dari lima generasi yang berbeda versi Bola.com:

1. (Alm) Ronny Pattinasarani

(Alm) Ronny Pattinasarani. (Google)

Pendiri Sekolah Sepak Bola (SSB) ASIOP tersebut dikenal sebagai gelandang serang terbaik Indonesia pada eranya. Ketika menjadi pemain, pria kelahiran 9 Februari 1949 ini, dikenal sebagai playmaker yang memiliki umpan handal dan terukur, serta memiliki tendangan dengan akurasi yang baik.

Seringkali, legenda PSM Makassar tersebut mencetak gol dari luar kotak penalti. Pria berdarah Ambon kelahiran Makassar tersebut memulai karir sepak bolanya bersama tim kebanggaan kota kelahirannya, PSM Makassar. Ia bermain selama 10 musim bersama Juku Eja. Pada tahun 1978, dirinya memutuskan hengkang ke kompetisi Galatama bersama klub Warna Agung. Bersama Warna Agung penampilan gemilangnya kian terasah.

Karirnya di Timnas Indonesia dimulai pada tahun 1973. Dengan penampilan gemilangnya, ia membawa timnas Indonesia pada masa kejayaan dan ditakuti di persepak bolaan Asia. Hal tersebut membuat sang legenda diberi mandat menjadi kapten Timnas Indonesia era 1982.

Bersama Timnas Indonesia, ia meraih medali perak Sea Games tahun 1979 dan 1981. Selain itu, dirinya juga mendapatkan berbagai macam penghargaan individu seperti, pemain Asia All Stars pada tahun 1982, Olah Ragawan Terbaik Nasional pada tahun 1976 dan 1981, dan Pemain Terbaik Galatama pada tahun 1979 dan 1980.

Seusai pensiun, Om Ronny sapaan akrabnya, memulai karir kepelatihannya saat menangani Petrokimia Putra. Ia mempersembahkan gelar Juara Surya Cup, Juara Petro Cup dan runner-up Tugu Muda Cup.

Pada usia 60 tahun atau tepatnya 19 September 2008, ia menghembuskan nafas terakhirnya setelah menderita sakit yang berkepanjangan.

2. Fachry Husaini

Fachry Husaini

Mantan pelatih Timnas U-16 dan U-19 Indonesia tersebut dikenal sebagai playmaker yang handal pada pertengahan 1990-an. Fachry memulai karir profesionalnya sebagai pesepak bola pada tahun 1984 bersama Bina Taruna.

Setelah membela Bina Taruna, pria yang kini berumur 49 tahun tersebut memutuskan hengkang ke Lampung Putra pada tahun 1989. Selanjutnya, Fachry memutuskan untuk hengkang ke Petrokimia Putra.

Semusim membela Petrokimia Putra, Fachry memutuskan pindah ke Pupuk Kaltim. Di sanalah, pria kelahiran Aceh tersebut mengalami masa jayanya sebagai pesepak bola. Playmaker yang piawai memberikan umpan dan tendangan akurat tersebut mengantarkan Pupuk Kaltim menjadi runner up Liga Indonesia musim 1999-2000.

Karir Fachry Husaini di Timnas Indonesia terbentang dari tahun 1986-1997. Di penghujung karirnya berseragam Merah Putih, Fachry bersama Kurniawan Dwi Yulianto meraih medali perak di SEA Games 1997 di Indonesia, setelah dikalahkan Thailand melalui drama adu tendangan penalti. Bersama Timnas Indonesia, Fachry mencatatkan 13 gol dari 42 penampilan.

Fachry akhirnya memutuskan pensiun dan beralih profesi menjadi pelatih. Fachry mengikuti kursus kepelatihan hingga berhasil mendapat sertifkat C-1 dan berkesempatan menimba ilmu pelatih saat Timnas Indonesia diasuh Peter Withe.

Pada tahun 2004, Fachry memutuskan melatih Tim PON Kalimantan Timur. Ia mempersembahkan medali perunggu dalam ajang PON tahun 2004 tersebut. Selanjutnya, pria kelahiran 27 Juli 1965 itu langsung melatih mantan klub yang dibelanya selama sembilan tahun, Pupuk Kaltim.

Seusai melatih Pupuk Kaltim, Fachry dipanggil Badan Tim Nasional (BTN) untuk membesut Timnas Indonesia U-16 dan U-19. Namun, kisruh yang melanda sepak bola Tanah Air, membuat karier Fachry terhenti setelah PSSI membubarkan Timnas U-16 dan U-19 menyusul skorsing dari FIFA.

3. Eduard Ivakdalam

Eduard Ivakdalam. (Google)

Playmaker kelahiran Merauke, Papua tersebut dikenal memiliki tendangan bebas yang akurat. Selain itu, Edu piawai mengeksekusi tendangan penalti dan memberikan umpan matang kepada striker.

Pria yang sekarang berumur 40 tahun tersebut memulai karir sepak bolanya di akademi PS Merauke dan PS Maren Jayapura. Sebagai putra daerah, Ia lebih memilih berseragam Persipura Jayapura pada tahun 1994. Bersama Mutiara Hitam, pria kelahiran 19 Desember 1974 tersebut langsung memperlihatkan penampilan ciamiknya sebagai motor serangan.

Hal tersebut membuat senior Boaz Salossa itu diberi mandat menjadi kapten Persipura Jayapura dan dipanggil membela Timnas Indonesia pada tahun 1996. Pemain bernomer punggung 10 tersebut membela Timnas Garuda mulai dari tahun 1996-2004 dengan catatan 11 caps dan menyumbangkan tiga gol.

Karir gemilangnya dihabiskan untuk Persipura Jayapura. Bersama Mutiara Hitam, ia menyumbangkan 59 gol dari 300 penampilannya di seluruh ajang kompetisi yang diikuti Persipura Jayapura.

Selain itu, pemain yang kemudian pindah ke Persidafon Dafonsoro tersebut mempersembahkan gelar Liga Indonesia bagi Persipura Jayapura di tahun 2005 dan 2009, serta Piala Community Shield Indonesia di tahun 2009.

Dikenal sebagai sosok playmaker yang ramah di luar maupun di dalam lapangan, Edu dinobatkan sebagai pemain Fair Play ISL musim 2009-2010.

4. Firman Utina

Firman Utina. (Google)

Memasuki era sepak bola modern, pengatur serangan piawai Indonesia saat itu boleh dibilang ada di dalam diri Firman Utina. Pria kelahiran Manado tersebut, memulai karier profesionalnya sebagai pesepak bola bersama Persma Manado.

Setelah itu, Firman memutuskan hijrah ke Persita Tangerang. Bersama La Viola, Firman mulai dikenal pecinta sepak bola nasional melalui penampilan gemilangnya.

Dengan penampilan gemilangnya tersebut Firman dipanggil masuk ke dalam Timnas Indonesia untuk ajang Sea Games 2001 di Malaysia. Selanjutnya, Firman menjadi pemain yang sering masuk Timnas Indonesia.

Puncak karier Firman di Timnas Indonesia terjadi saat Piala AFF tahun 2010 di Indonesia. Ketika itu, Firman yang diplot menjadi kapten, mampu membayar kepercayaan pelatih Timnas Indonesia saat itu, Alfred Riedl dengan performa apiknya.

Salah satunya, ketika Firman mengirimkan umpan matang ke Cristian Gonzales untuk dijadikan gol pada leg pertama dan kedua semi final Piala AFF 2010 saat menghadapi Filipina. Namun, sang playmaker gagal membawa Timnas Indonesia menjadi juara, setelah kalah agregat dari Malaysia di partai final.

Pria berumur 33 tahun tersebut masih dipercaya untuk masuk ke Timnas Indonesia hingga saat ini. Firman telah mencetak lima gol dari 53 pertandingannya bersama Timnas Indonesia.

Di klub, Firman terbilang pemain yang dikenal suka berpindah-pindah klub. Setelah membela Persita Tangerang, pemain yang akrab dengan nomor punggung 15 tersebut hijrah ke Arema Malang lalu kembali ke Persita, kemudian membela Pelita Jaya, Persija Jakarta, Sriwijaya FC, dan Persib Bandung hingga saat ini.

Prestasi Firman di level klub diraih ketika berseragam Arema Indonesia (Arema Cronus). Ia mengantarkan tim Singo Edan meraih juara Copa Indonesia dua kali berturut-turut pada tahun 2005 dan 2006. Firman kemudian merasakan Juara ISL pada tahun 2011-2012 bersama Sriwijaya FC, kemudian pada 2014 ketika membela Persib Bandung.

5. Evan Dimas Darmono

Evan Dimas Darmono (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Siapa yang tak mengenal nama Evan Dimas Darmono. Pemain yang digadang-gadang menjadi bintang masa depan Timnas Indonesia tersebut melejit namanya ketika mengantarkan Timnas U-19 Indonesia meraih gelar Piala AFF U-19 tahun 2013 di Sidoarjo.

Evan Dimas dikenal sebagai sosok pengatur tempo permainan era modern masa kini. Perpaduan pemainan Xavi Hernandez dan Zinedine Zidane melekat pada sosok anak muda berumur 20 tahun tersebut.

Evan sangat piawai mengirim umpan-umpan matang, mengeksekusi tendangan bebas, tendangan penalti, melancarkan tendangan jarak jauh yang akurat serta mampu menjadi sosok pembeda di setiap pertandingan yang dilakoni. Evan juga punya keistimewaan dalam hal ketajaman mencetak gol.

Pemain yang memulai karirnya di SSB Sasana Bhakti dan Mitra Surabaya tersebut langsung menjadi idola pecinta sepak bola tanah air. Dengan penampilan gemilangnya di Piala AFF U-19 tahun 2012, pemain Persebaya Surabaya tersebut dipanggil masuk ke dalam skuat Timnas U-23 Indonesia untuk Sea Games 2015 di Singapura dan Timnas Senior Indonesia di ajang Piala AFF 2014.

Sayang, Evan Dimas gagal membawa pulang medali emas dalam ajang Sea Games 2015, setelah tersingkir di partai semifinal dari sang juara, Thailand dengan skor 5-0. Selain itu, Evan Dimas gagal membawa pulang medali perunggu setelah Indonesia dipermalukan Vietnam dengan skor 5-0.

Meski begitu, Evan dinilai telah menunjukan penampilan apiknya. Para pecinta sepak bola Indonesia menilai pemain yang menciptakan gol perdananya bagi Timnas Indonesia ketika menghajar Laos 5-1 di Piala AFF 2014 tersebut digadang-gadang akan menjadi sosok yang membawa Timnas Indonesia ke masa kejayaan.

Baca Juga :

Nostalgia : 7 Veteran Piala Dunia yang Bermain di Indonesia
Ini Dia 5 Pemain Asing Tersukses di Kompetisi Indonesia
Ini 12 Klub Dunia yang Pernah Berkunjung ke Indonesia 
Ini Dia 9 Stadion Termegah di Indonesia
Ini Sembilan Suporter Fanatik di Indonesia

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer