Sukses


Wawancara Carlos Tevez: Argentina Selalu Jadi Tujuan Akhir Saya

Bola.com, Buenos Aires - Ada frasa populer di Amerika Serikat berbunyi “You can take the man out of the ghetto, but you can’t take the ghetto out of the man". Kalimat ini sangat cocok menggambarkan Carlos Tevez yang akhirnya kembali ke Argentina setelah bertahun-tahun berkelana di Eropa.

Salah satu alasan yang dituturkan Tevez terkait alasan kepulangannya ke Argentina ialah rasa rindu terhadap rumah keduanya di Argentina, Ejercito de Los Andes atau lebih dikenal dengan nama Fuerte Apache. Padahal, selama ini lingkungan yang disebut Tevez sebagai rumah keduanya itu terkenal rawan kejahatan dan sebagian masyarakatnya hidup dalam kemiskinan.

Namun tanpa menghiraukan persoalan uang, sepreman-premannya seorang pesepak bola, dia akan kembali ke rumahnya. Seperti penuturan Tevez dalam wawancara yang dirangkum Bola.com dari berbagai sumber.

Bisa ceritakan bagaimana kehidupan masa awal hidup Anda dalam merintis karier di dunia sepak bola? Anda bisa saja dengan mudahnya terpengaruh mendapat kekayaan yang mudah melalui bisnis Narkoba.

Masa kecil saya cukup keras. Saya hidup di daerah di mana narkoba dan pembunuhan menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Namun, saya memilih jalan saya sendiri dan tak pernah membenarkan narkoba dan pembunuhan. 

Saya punya teman bernama Dario Coronel. Dia memiliki segalanya yang dibutuhkan untuk sukses. Tetapi, dia memilih jalur lain, kriminalitas, dan obat-obatan. Hingga akhirnya, dia tak bersama kami lagi. Ini bukan perkara keberuntungan, tetapi memilih jalan lebih mudah.

Meski sukses di Inggris, Anda pernah terlibat perselisihan dengan Roberto Mancini semasa berseragam Manchester City. Sesungguhnya apa yang menjadi penyebab utama insiden itu terjadi? 

Kala itu kontrak saya menyisakan setahun lagi dan mereka ingin memperpanjang durasinya. Namun saya lebih memilih untuk pulang ke kampung halaman tapi itu semua sangat sulit karena City tak rela melepas saya dengan gratis.

Presiden Boca Juniors selalu membuka pintu klubnya dan saya sangat ingin kembali menegenakan kostum mereka sekali lagi dan mengakhiri karier profesional. Itu merupakan mimpi saya dan keluarga.

Sekalut apa hati Anda di momen-momen tersebut, apakah bisa diceritakan? Tentu mendapatkan banyak uang buka prioritas utama lagi bukan?

Sejujurnya saya hampir pensiun pada 2012. Saya kehilangan gairah untuk bermain dan menghabiskan waktu di kamar, menangis sendirian. Kejadian buruk datang satu demi per satu. Argentina terdepak dari Copa America dan saya bertengkar dengan Roberto Mancini. Saya menderita secara psikologis dan tak ingin melakukan apa-apa di dunia sepak bola.

Di Boca Juniors, Anda mengenakan nomor legendaris, 10, yang dulu pernah dipakai berbagai legenda seperti Maradona dan Riquelme. Apa itu memberikan tekanan sendiri? Lalu apakah Anda masih sebal jika harus diganti dengan pemain lain?

Riquelme tentu salah satu pemain terbaik, seorang idola. Saya tidak berada di sini untuk bermain lebih baiknya tapi saya di sini untuk mencatat sejarah versi saya. Pertanyaan kedua? Tentu saja masih sebal! Saya adalah pribadi yang memiliki darah panas tapi setidaknya saya sekarang mengerti mengapa keputusan itu diambil oleh manajer.

Saya kerap kali berkata kotor kepada Roberto Mancini ketika saya diganti pemain lain, tapi sekarang saya mengerti kalau dia melakukannya demi kebaikan tim.

Kembali ke Argentina tentu memberikan motivasi luar biasa untuk Anda. Apa lagi yang Anda cari di pengujung karier Anda?

Tentu saja, saya jauh lebih baik sekarang. Saya tidak bisa menggambarkan hari yang lebih baik di Boca Juniors ketimbang hari-hari lainnya. Pertama, karena mereka semua adalah bagian diri saya. Kedua, karena saya tidak harus berbicara menggunakan bahasa Inggris atau Italia. Ketiga, kami adalah keluarga, meski nanti saya akan bertindak negatif tapi suporter tetap mendukung karena mereka peduli terhadap saya.

Saya memenangkan banyak trofi tapi sejujurnya, saya tidak merasakannya dengan maksimal. Saya mengalami banyak kesuksesan tapi itu tak dirasakan dengan gairah, kesenangan dan kegembiraan seperti halnya ketika saya mendapatkannya dengan Boca. Jadi secara alami, saya kangen pengalaman ini.

Ketika berusia 26 atau 27, saya merupakan pemain paling gendut sepanjang sejarah. Sekarang saya siap, baik secara fisik dan mental. Ini waktu tepat untuk kembali.

Sumber: Mirror, Guardian, FIFA, FourFourTwo

">

 

 


Baca Juga: 

Marchisio: Selamat Tinggal Tevez!

Boca Juniors Konfirmasi Kedatangan Carlos Tevez

Nedved: Mandzukic Tak Bisa Gantikan Tevez

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer