Bola.com, Jakarta - Mereka menyebutnya Furia Ceca. Mereka juga ada yang menyebutnya Czech Cannon. Namun bagi saya, dia selalu merupakan siluet kuning dari Republik Ceska. Ini adalah ode untuk salah satu pesepak bola penting di abad ke-20, Pavel Nedved.
Sepak bola adalah budaya bagi banyak orang di bumi ini. Bukan hanya itu, banyak sendi kehidupan dan bisnis senilai miliaran dollar berputar di sekeliling bola. Pemain bola terkenal punya karisma, kekayaan, dan pengaruh luar biasa seperti bintang film atau bintang rock.
Advertisement
Tentunya banyak pula pemain profesional lalu lalang. Banyak yang dipuji sebagai Tuhan, banyak juga diinjak-injak bak babu paling hina. Semua punya cerita saat mereka mempertaruhkan semuanya untuk sebuah bola seberat kurang lebih 400 gram ini.
Tak jarang dari sekian banyaknya pemain, mereka juga punya ciri khas. Edgar Davids punya trademark dengan kacamata pelindungnya. Roberto Baggio punya kuncir abadinya, Ruud Gullit dengan dreadlock uniknya. Pavel Nedved? Dengan rambut kuning emasnya. Namun apa yang dilakukannya dilapangan hijau lah yang bakal dikenang ketimbang kemiripannya dengan aktor Owen Wilson.
13 Mei 2003. Di tanggal itu dihelat partai semifinal Liga Champions dan tengah pagi buta bukanlah waktu yang ideal bagi saya yang kala itu masih berusia 13 tahun menyalakan televisinya. Gianluca Zambrotta yang kala itu memilih untuk mengubah gaya rambutnya menjadi lebih klimis mengangkat bola melewati kepala para pemain Real Madrid di menit ke-72. Michel Salgado dan Fernando Hierro mencoba untuk mengejarnya.
Akan tetapi seperti halnya memori dalam otak saya, mereka cuma melihat siluet kuning dengan baju hitam putih bergerak lebih cepat dari mereka. Bahkan Iker Casillas yang kala itu sudah mulai didapuk sebagai kiper paling potensial, berusaha menghalau bola tendangannya tapi tetap saja akhirnya jala gawang Madrid tetap bergetar.
Memang ini bukanlah memori pertama mengapa saya jatuh cinta kepada sepak bola. Seingat saya, memori pertama saya adalah ketika di tahun 1999, di mana Parma merengkuh trofi Piala UEFA saat membabat Marseille tiga gol tanpa balas. Akan tetapi memori itu sudah sangat buram, beda halnya dengan memori siluet kuning. Terlihat jelas seperti mata saya yang mengetik ode ini di layar komputer.
Lari, lari, lari dan lari. Pria yang kini berusia 42 tahun itu tampaknya tak pernah mengenal arti kata berhenti sejenak. Itulah yang membawa saya mencondongkan badan dari sofa ke arah TV ketika pertama kalinya menonton aksi Nedved. Lari, lari, lari dan lari juga alasan mengapa mantan direktur Juventus, Luciano Moggi memilih untuk memboyongnya dari Lazio di tahun 2001.
"'Orang ini selalu mencetak gol ketika berhadapan dengan Juventus, jadi solusi simpelnya adalah kita memboyongnya' itu adalah kata-kata yang saya ungkapkan kepada Roberto Bettega dan Antonio Giraudo pada 2001. Terlepas dari apa yang dibuatnya menjengkelkan, Pavel Nedved adalah pemain hebat: gelandang serang, kualitas teknik yang bagus, tak punya kelemahan baik di kaki kiri dan kaki kanannya. Semuanya dilengkapi dengan badan yang tak pernah lelah."
"Saya ingat kami harus memaksanya untuk berhenti berlatih karena bila tidak, dia akan terus berlari. Singkatnya, dia adalah tipe pemain Juventus: hanya ada pikiran soal sepak bola dan keluarga," tulis Moggi dalam bukunya Il pallone lo porto io. Calcio, trattative e spogliatoi: tutto quello che non ho mai detto (Sepak bola, negosiasi dan loker pemain: Kata-kata yang tak pernah diungkapkan sebelumnya).
Lalu dari mana sumber kekuatan Nedved yang sepertinya tak ada habisnya? Jawabannya adalah alam. Pria yang lahir di kota kecil bernama Cheb itu menganggap kalau rindangnya pohon dan segarnya udara merupakan hal tak terpisahkan darinya. Itulah mengapa dia suka bermain sepak bola dan golf belakangan ini.
"Di belakang rumah saya terlihat jelas ada pegunungan Alpen. Bergaul dengan alam adalah bagian dari kehidupan saya, ini mengingatkan saya dengan kenangan masa lalu. Saat masih di kota kecil Skalna, saya kerap kali berlarian di pegunungan dan mencuri buah dengan teman baik saya, Tomas," kata Nedved kepada Financial Times.
Ternyata kekuatannya tak hanya bersumber dari mother nature saja. Kesederhanaan dan tak neko-neko seperti kebanyakan pesepak bola sekarang menjadi alasan mengapa dia patut mendapat acungan jempol. Selama kehidupan keluarganya tak terganggu, dia tak merasa harus mengumpulkan setiap uang yang ada di dunia.
"Ya, itu adalah rahasia mengapa saya bisa seperti ini. Ayah saya mengatakan, 'Kamu seperti halnya orang lain, kecuali setiap hari Minggu kamu bermain sepak bola selama 90 menit.' Apa yang dikatakannya memang benar," ucap Nedved dalam sesi wawancara dengan Gazzetta dello Sport.
"Ketika sebuah perusahaan mengontak saya untuk berupaya membujuknya maka itu hanya buang-buang waktu. Dia melihat saya dengan alisnya yang dinaikkan dan hanya berkata: 'Mino, Anda kenal saya cukup dekat.' Tak ada jumlah uang yang bisa mengganggu kehidupan keluarganya yang stabil."
"Saya mendapatkan tawaran dari Jepang dengan jumlah yang bahkan tidak pernah menyamai apa yang bakal didapatkan Zidane. Namun dengan simpel dia menolak karena tak ingin anaknya berganti sekolah," tambah Mino Raiola selaku agennya dalam wawancara dengan Hattrick.
Akan tetapi Nedved juga bukanlah pesepak bola yang tak luput dari catatan merah. Pria yang sempat diharapkan orang tuanya yakni Vaclav and Ana untuk menjadi akuntan ini juga sempat melakukan kesalahan fatal. Tekel ke arah kaki Steve McManaman menjadi salah satu cacat yang tak pernah bisa hilang dari benaknya dan juga benak saya.
Delapan menit jelang bubaran semifinal Liga Champions 2003, penggondol Ballon d'Or itu merentangkan kakinya dengan panik. Padahal perguliran bola masih berada di tengah dan gawang Gianluigi Buffon sama sekali tak terancam. Akibat dari tekelnya itu, wasit Urs Meier asal Swiss menarik kartu kuning dari saku.
Hanya kartu kuning kan lalu apa masalahnya? Masalahnya adalah Nedved keburu mendapat dua kartu kuning dan artinya dia tak bisa diturunkan Marcello Lippi di final Liga Champions kontra AC Milan. Badan kokohnya pun ambruk menahan tangis dan sisanya bisa Anda cari sendiri di Wikipedia. Rossoneri menjadi kampiun Liga Champions dalam laga yang disebut-sebut sebagai laga final paling membosankan dalam sejarah. Banyak yang percaya kalau setidaknya partai pamungkas kompetisi tertinggi sepak bola Eropa itu setidaknya bisa lebih menghibur andai Nedved bermain.
"Saya tidak layak diberi kartu," ucap Nedved singkat usai pertandingan.
Nedved juga pernah mendapat kritik negatif pada November 2007 setelah tekelnya kepada gelandang Inter Milan, Luis Figo. Hantamannya membuat Figo harus naik meja operasi karena tulang fibulanya patah. Pada Apri 2008, dia juga harus menghabiskan semalaman di rumah sakit karena kepalanya bocor dalam pertandingan kontra Palermo. Bukan karena kecelakaan, tapi karena suami Ivana ini menanduk Roberto Guana.
Terlepas dari catatan merahnya. Kehadiran Nedved yang memesona saat bersama Lazio dan Juventus membuat dampak positif dalam dunia sepak bola Italia dan dunia. Kebanyakan dari kita akan mengenangnya sebagai pemain enerjik di generasinya, pemain yang meneror bek-bek lawan dengan kecepatannya. Tak hanya itu Nedved juga punya tendangan maut super keras yang membuat kualitasnya sebagai pebola kian komplet.
Apa yang membuat saya terkesan adalah semasa aktif bermain dia tak melambat dengan menuanya umur. Kekalemannya dalam memandang hidup berubah 180 derajat ketika menginjakkan kaki di lapangan. Mungkin karena ini pula, sorot lampu media tak begitu terang mengarah kepadanya karena Nedved memang tidak pernah mau kehidupannya terganggu.
Ini Ode untuk Pavel Nedved..
Siluet kuning dipadu dengan baju hitam putih menjadi salah satu kenangan yang masih terpatri cukup jelas di ingatan saya
Otak manusia memang unik, bagian vital di tubuh manusia ini bisa menghafal rumus paling rumit dalam dunia matematika dan fisika
Namun otak juga bisa melupakan hal-hal sepele, seperti di mana kita menyimpan kunci motor, dompet dan sebagainya
Bagi saya, salah satu memori yang tak ingin hilang dari otak adalah siluet kuning dipadu dengan baju hitam putih bernama Pavel Nedved
Dan mungkin saya bukan satu-satunya orang yang berkeinginan seperti itu.
Selamat ulang tahun, hey Siluet Kuning Hitam Putih! (Nedved berulangtahun ke-42 pada 30 Oktober 2015)
Sumber: Calcio News 24, Financial Times, JuveFC, Gazzetta dello Sport, Buku Biografi Luciano Moggi
Baca juga:
Undian Grup Liga Champions: PSG Jumpa Madrid, Grup D Paling Seru