Sukses


Wawancara Roberto Baggio: Penalti 94, Ingin Mati, dan Buddha (1)

Bola.com, Brescia - Banyak dari mereka menyebutnya sebagai salah satu pesepak bola paling berbakat yang pernah dilahirkan di tanah Italia. Sembari berdansa di lapangan, kuncir belakang rambutnya pun bergoyang.

Sampai-sampai Roberto Baggio dengan Divin Codinonya dianggap sebagai Tuhan. Namun "Tuhan" ini bisa juga merasa kecewa dengan orang-orang di sekitarnya, mengambil jalan agama Buddha dan mengaku sempat ingin bunuh diri.

Bola.com telah menyarikan wawancara legenda Brescia dengan salah satu media ternama Italia, Corriere della Sera.

Berkaca dengan apa yang sudah didapatkan di masa lampau, apakah Anda puas? Apakah ada yang mengganjal? 

Bayangkan pemandangan luar biasa ini, mimpi saya jadi nyata. Saya bermain di Piala Dunia 1994 dan Italia terus melaju sedangkan gol dari saya juga tak berhenti. Namun setelah itu di babak penalti di final saya gagal menuntaskan tugas.

Saya merasa ada bagian yang hilang dari diri ini dan begitu pun warga negara Italia lainnya. Pengalaman itu sulit diterima. Hingga saat ini dan saya masih belum bisa mengikhlaskannya. Apa yang terjadi kala itu masih menghantui saya.

Di saat perasaan Anda yang kalut, Anda menemukan ajaran baru dalam hidup Anda yakni Buddha..

Saya berasal dari keluarga Katolik. Namun di Florence saya punya teman yang sudah terlebih dulu masuk agama tersebut. Dulu saya skeptis ketika berbicara soal Tuhan, tapi dalam tiga hari saya menyadari ini jalan saya.

Saya menyadari ketika semuanya tak berjalan sesuai keinginan, Anda kerap menyalahkan orang lain dan menganggap Anda sebagai korban. Saya salah karena berpikir seperti itu. Tak ada gunanya mengeluarkan komplain karena jalan takdir Anda selalu ada di tangan Anda sendiri.

Di saat Anda masih meledak-ledak dan tampil luar biasa, Anda sempat berseteru dengan Arrigo Sacchi. Bisa diceritakan hubungan Anda dengannya.

Saya tidak bisa membantah kalau ada pihak-pihak yang tak suka kepada saya. Belum lagi hubungan saya dengan fans sangat baik dan itu tak menyenangkan mereka. Kala itu saya selalu berada di tengah panggung tapi saya tak gemar bicara. Mereka bilang saya arogan tapi sebenarnya ini hanya sikap rendah hati. Dulu di media, kita bisa menghancurkan citra pemain dengan satu cerita, sekarang saya bisa mempertahankan diri sendiri. Karena semuanya lebih terbuka.

Tentu saja seorang pelatih bisa membangkitkan kemampuan maksimal dari seorang pemain. Namun pada akhirnya yang dihitung adalah siapa yang menyelamatkan gawang dan mencetak gol. Sepak bola mengutamakan para pemain bolanya.

Lantas siapa pelatih yang berkesan di hati Anda?

Carlo Mazzonne memberikan banyak pengalaman indah di Brescia. Kala itu, dia memercayai saya untuk bisa menikmati kesenangan bersepak bola dalam empat tahun. Dia berbicara apa adanya dalam dunia yang penuh pembohong, oportunis, dan penjilat.

Berbicara soal aktif "berdansa" di lapangan, Anda juga sempat mengalami cedera lutut yang parah di awal karier Anda..

Ketika saya gantung sepatu, rasanya seperti dibebaskan dari sesuatu yang mengikat. Rasa sakit fisik yang saya alami sangat menyiksa dan itu terjadi saat karier sebagai pesepak bola saja. Di beberapa tahun terakhir, luka itu terkadang tak sanggup untuk ditahan.

Ketika saya bermain untuk Brescia, saya kesulitan untuk berjalan dua hari setelah pertandingan. Ketika sampai di rumah, saya tak bisa keluar dari mobil. Saya harus meletakkan satu kaki ke tanah dan menyenderkan badan ke pintu.

Teknologi kedokteran belum secanggih sekarang. Berapa kali Anda harus operasi untuk menyembuhkan kaki Anda? Apa pengalaman paling buruk Anda saat berada di meja operasi?

Empat di kaki kanan dan dua kaki kiri. Di masa-masa itu, cedera meniskus adalah bencana tapi sekarang banyak operasi yang bisa mengobatinya. Operasi di Prancis adalah yang terburuk. 

Mereka mengebor tibia saya untuk menahan otot tendon yang sudah robek. Saya tidak bisa diberi obat anti-peradangan karena saya alergi. Mereka menjahit luka itu dengan 220 jahitan. Saya merasa kesakitan.

Bahkan saya mengatakan kepada ibu saya 'Jika kau mencintaiku, maka bunuhlah saya sekarang". Itu adalah perkataan yang putus asa dari seseorang yang merana dan melihat mimpinya selangkah lagi hilang.

BERSAMBUNG....

Baca Juga:

Costacurta Nilai Balotelli Tak Masuk Kategori Pemain Mental Juara

Kerasan di Juventus, Morata Tak Berpikir Balik ke Madrid

Penyesalan Nainggolan Bikin Kaki Rafinha Cedera Parah

 

 

Lebih Dekat

Video Populer

Foto Populer