Bola.com — Piala Eropa 2008 adalah kebangkitan sepak bola indah. Dikomandoi Xavi Hernandez dan Andres Iniesta, tim nasional Spanyol ibarat memainkan sepak bola Brasil yang lambat, tetapi indah, sekaligus memadukannya dengan kecepatan yang dituntut dalam sepak bola modern.
Advertisement
Baca Juga
Pada pagelaran sebelumnya, sepak bola indah dianggap hanya nikmat ditonton, tetapi tidak menjamin kemenangan. Lihat saja ketika Yunani yang mengandalkan taktik pragmatis dengan bertumpu pada pertahanan dan serangan balik, bisa keluar sebagai juara Piala Eropa 2004.
Belum lagi, Portugal yang sempat disebut-sebut sebagai "Brasil-nya Eropa" dipaksa bertekuk lutut dua kali oleh Yunani. Sementara itu, Belanda yang pada pertengahan milenium masih memamerkan sepak bola menyerang, terus menuai kegagalan sejak terakhir kali menjuarai Piala Eropa 1988.
Sejak penyisihan grup, tanda-tanda kehebatan Spanyol sudah terlihat. Tim yang kala itu dilatih Luis Aragones tersebut mampu mencetak rekor menjadi tim kedua yang mampu memenangi semua laga dan keluar sebagai juara. Tim lain yang bisa menyamai rekor itu adalah Perancis pada Piala Eropa 1984.
Berada di Grup A, Spanyol dengan perkasa memuncaki klasemen setelah mampu melibas Rusia 4-1, Swedia 2-1, dan juara bertahan, Yunani 1-0. Lalu, mereka menundukkan Italia 4-2 lewat babak adu penalti pada perempat final dan menghajar Rusia lagi tiga gol tanpa balas di semifinal.
Sebenarnya, Spanyol bukanlah unggulan utama pada Piala Eropa 2008. Beberapa orang lebih menjagokan Portugal yang kala itu diperkuat Cristiano Ronaldo dan Luis Figo serta Belanda yang juga tampil perkasa saat menjadi juara Grup C dengan rekor tak terkalahkan.
Namun, perjalanan Portugal terhenti pada perempat final setelah dikalahkan Jerman 2-3, sementara Belanda secara mengejutkan ditekuk Rusia 1-3 lewat babak tambahan. Alhasil, meski tertatih-tatih, Jerman menjadi penantang Spanyol di final setelah mengalahkan Turki 3-2 pada semifinal.
Berlangsung di Ernst-Happel-Stadion, para pemain Spanyol sejak menit pertama sudah mengurung pertahanan Jerman. Pada menit ke-33, umpan terobosan Xavi berhasil dimanfaatkan Fernando Torres untuk mencatatkan namanya di papan skor sehingga membuat Spanyol unggul.
Skor 1-0 bertahan hingga pertandingan usai. Spanyol pun sukses menggelar pesta juara setelah terakhir kali menjuarai Piala Eropa pada 1964. Pesta itu pun semakin lengkap setelah dua pemain La Furia Roja merebut dua gelar sebagai pencetak gol terbanyak dan pemain terbaik.
Striker David Villa menjadi penyerang tersubur dengan torehan empat gol, sementara Xavi dinobatkan sebagai pemain terbaik. Sejak Piala Eropa 2008, filosofi tiki-taka yang diyakini bermula dari era Aragones mulai mendunia begitu Xavi dan kawan-kawan sukses meraih trofi Piala Dunia 2010.
"Revolusi dimulai oleh Luis Aragones dan kami mengubah cara memainkan sepak bola. Kami membuktikan kepada dunia, Anda bisa menang dengan cara seperti ini. Jika kami tidak memenangi Piala Eropa (2008), kami tidak akan berhasil memenangi Piala Dunia (2010) juga," kenang Xavi.
Sumber: UEFA