Sukses


Tim Grup B Piala Eropa 2016: Inggris

Bola.com — Gelaran Piala Eropa ke-10 digelar di Inggris pada 1996. Kala itu muncul pameo Football is coming home lantaran memang penerapan aturan dasar dan industrialisasi sepak bola pertama kali dimulai di Inggris. Namun, di tengah ingar bingar dukungan publiknya, Three Lions pada akhirnya hanya mampu menapak hingga babak semifinal saja.

Torehan prestasi ini adalah pencapaian terbaik kedua Inggris di kancah Piala Eropa setelah mereka berhasil menghuni peringkat ketiga pada 1968. Bila menyimak perkembangan sepak bola domestik mereka dalam kurun dua dekade terakhir, seharusnya kini Wayne Rooney dkk kian mapan sebagai timnas papan atas Eropa dan dunia.

Reformasi kompetisi domestik mereka di 1992 dengan peluncuran English Premier League menelurkan penampilan rancak pada Piala Eropa 96. Namun, pada kenyataannya di Piala Eropa 2008 Inggris justru gagal melaju ke putaran final dan empat tahun kemudian mereka tersungkur pada perempat final dengan menelan kekalahan 2-4 dalam adu tendangan penalti dari Italia.

Majalah Four Four Two mengemukakan sebuah teori menarik mengenai kiprah Inggris di piala dunia dan piala Eropa. Media itu menyebut produk timnas Inggris terbaik dari kompetisi domestiknya dalam 20 tahun terakhir adalah Three Lions yang berlaga di Piala Dunia 2002 (di Korea-Jepang) dan Piala Eropa 2004 (Portugal), dan bukan saat Inggris menjadi kampiun dunia pada 1966.

Sayangnya, dalam dua kesempatan tersebut Inggris terhenti pada perempat final, yaitu Brasil (2002) dan Portugal (2004). Angkatan itu dinyatakan terbaik karena, meskipun klub-klub Premier League sejak 2001 hingga 2006 mulai didominasi bintang-bintang sepak bola kelas wahid dari seluruh dunia, kenyataannya bintang lokal seperti John Terry, Frank Lampard, Steven Gerrard, dan Wayne Rooney tetap mendapatkan sorotan gemerlap.

Kini, kadar kebintangan nama-nama besar di atas belum disamai para penerusnya dan Rooney sebagai kapten menyisakan statisik ciamik (109 kali main/51 gol) sebagai angka-angka yang harus dijadikan patokan kesuksesan rekan setim. Bek tengah Gary Cahill, gelandang Raheem Sterling, dan Adam Lallana, serta Harry Kane, adalah figur-figur yang jadi andalan Roy Hodgson di ajang Piala Eropa 2016.

Dari nama-nama tersebut, hanya Cahill dan Lallana yang berusia di atas 25 tahun sehingga figur-figur sentral lainnya disebut sebagai pemain hijau yang memiliki jumlah penampilan di timnas di bawah 20 kali. Meski demikian, tidaklah sulit bagi Inggris untuk melewati para penantangnya di Grup B (Rusia, Wales, Slowakia) selama mereka tidak terbelenggu ketakutan untuk melakukan kesalahan sehingga bermain tanpa bisa memaksimalkan potensi yang sesungguhnya.

Andai Inggris menjadi juara Grup B, mereka diperkirakan akan mudah melangkah ke fase perempat final karena pada 16 besar skuat Hodgson akan menghadapi peringkat ketiga dari Grup A atau Grup C atau Grup D. Menilik sebaran kekuatan lawan di ketiga grup itu, Inggris memang berpeluang besar melaju ke perempat final.

Kemudian, momok terbesar pada fase penentuan ini untuk Inggris adalah seputar kualitas teknik dan mental kipernya. Apakah Joe Hart yang mengantungi lebih dari 50 kali tampil di bawah mistar Three Lions akan kembali mengulangi sejarah dengan menjadi titik lemah tim? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Bintang:

Wayne Rooney

Bintang tim nasional Inggris, Wayne Rooney.  (AFP/Marco Bertorello).
Tanpa mencetak gol, tim sehebat apapun tidak akan melangkah ke mana-mana. Tanpa Wayne Rooney, Inggris yang berlaga di kualifikasi Piala Eropa 2016 tidak memiliki pemain yang telah mencetak lebih dari 15 gol bagi tim nasional. Jumlah torehan 50-an gol Rooney untuk Inggris adalah sebuah rekor dan memang sepertinya akan sulit dipecahkan pemain Three Lions generasi sekarang.

Pemain berusia 30 tahun kelahiran Liverpool ini, sejak masih berusia 15 tahun dan tampil di dalam skuat Inggris U-17, penampilannya sudah terlihat istimewa secara teknis dan mental. Titik lemah Rooney hanya dalam hal mengendalikan temperamennya yang meledak-ledak.

Akan tetapi, ban kapten yang melingkar di lengan telah membuatnya dipaksa untuk lebih bekerja keras dalam mengendalikan diri. Sejak menggantikan Gerrard sebagai kapten Inggris pada 2014, Rooney telah memperlihatkan kematangan sebagai pemimpin.

Pada Oktober 2014, ia menggagas pertemuan pemain timnas untuk memastikan seluruh anggota tim memiliki komitmen tinggi guna mendukung strategi yang telah ditetapkan Hodgson.

Setahun kemudian saat menghadapi Swiss di ajang kualifikasi Piala Eropa 2016, dukungan rekan setim membuat Rooney mencetak rekor dengan membukukan gol ke-50 bagi timnas Inggris. Pencapaian ini membuat Rooney memecahkan rekor yang sebelumnya dipegang legenda Inggris, Sir Bobby Charlton.

Pada laga tersebut, ia juga menyamai rekor penampilan terbanyak untuk timnas Inggris yang dipegang Ashley Cole (107 laga). Nah, ketika angka telah berbicara sedemikian banyak seperti halnya bakat kepemimpinan yang tumbuh kian matang, tak pelak Rooney telah menjelma menjadi bintang yang akan menentukan redup atau terangnya kiprah Three Lions di Prancis tahun ini.

The Guardian menyebut, Rooney banyak berhutang kepada pelatihnya di Manchester United, Sir Alex Ferguson, dan mantan pelatih timnas Inggris asal Swedia, Sven-Goran Eriksson. Melalui kedua figur itu Rooney belajar untuk berempati lebih besar terhadap peran pemain lain.

Ya, pada era Sir Alex dan Eriksson sang pemain sempat dipasang sebagai gelandang serang dan pemain sayap kiri sehingga sebagai pilar tim wawasannya bertambah komplet.

Pelatih: 

Roy Hodgson

Pelatih tim nasional Inggris, Roy Hodgson. (AFP/Pierre-Philippe Marcou)
Roy Hodgson adalah pelatih domestik yang didaulat the Football Association untuk melatih timnas Inggris seusai dua era pelatih asing Sven-Goran Eriksson (Swedia) dan Fabio Capello (Italia). Semula FA berharap tuah kepelatihan asing dari Eriksson bisa menurun kepada asistennya, Steve McClaren, namun kegagalan lolos ke Piala Eropa 2008 membuat McClaren tergusur dan Capello menjadi pelatih asing kedua bagi Three Lions.

Berbeda dengan McClaren yang pernah merasakan metode pelatih asing, Hodgson justru dianggap sebagai figur lokal yang cukup kuat untuk meruntuhkan teori, sepak bola Inggris sudah kuno. Tanpa nafas ilmu kepelatihan Eropa kontinental yang dianggap lebih modern, Hodgson sudah membuktikan dirinya layak diekspor ke luar Inggris dengan menangani 16 tim berbeda di delapan negara sejak 1976 hingga 2007.

Timnas Swiss dibawanya lolos ke 16 besar Piala Dunia 1994 dan Hodgson pun kemudian dianggap berhasil menukangi Finlandia hingga menakik naik ke posisi 33 di rangking FIFA. Saat ditawari untuk menangani timnas Inggris, pelatih berusia 68 tahun itu tengah melatih West Brom yang kemudian pada akhir 2011/12 menduduki posisi ke-10 klasemen Premier League.

Dalam persiapan yang singkat dan barisan pemain yang compang-camping karena gangguan cedera, Inggris dibuatnya mampu bermain sangat rapi di barisan pertahanan dan sulit dikalahkan pada Piala Eropa 2012. Catatan lolos ke perempat final tersebut jelas melebihi harapan publik Inggris sehingga Hodgson dianggap berhasil.

Sayangnya, sepeninggal generasi emas Inggris yang mulai berkibar pada 2002, kini Hodgson dihadapkan pada tantangan untuk membangun kerangka baru timnas. Skuat bentukannya kemudian rontok tanpa meraih kemenangan di penyisihan grup pada Piala Dunia 2014.

Piala Eropa 2016 ini adalah ujian terakhir bagi Hodgson yang menilai para pemain yang dipilihnya dua tahun silam telah mengenyam cukup banyak asam-garam dan layak untuk unjuk gigi di Prancis.

Legenda: 

Paul Gascoigne

Legenda tim nasional Inggris, Paul Gascoigne. (AFP).
Oleh media Inggris, Wayne Rooney dipanggil “Wazza” karena mengacu pada kebintangan Paul Gascoigne yang beken sebagai “Gazza”. Paul John Gascoigne adalah gelandang Inggris yang tampil menawan pada Piala Dunia 1990 dan Piala Eropa 96. Pada Piala Dunia 1994 Inggris gagal lolos ke putaran final, sedangkan di ajang Piala Eropa 92, Gascoigne tidak bermain lantaran mengalami cedera lutut parah sebelum kejuaran digelar.

Gazza sangat beruntung karena pelatih Inggris saat Piala Eropa 96 adalah Terry Venables, yang punya andil membuatnya menonjol ketika bermain di Tottenham. Dengan status sebagai tuan rumah, Inggris yang lolos otomatis ke putaran final hanya mengandalkan sejumlah uji coba untuk mengukur kekuatannya. Tidaklah salah bila Venables cenderung memilih pemain yang dikenalnya dengan baik sebagai pilar timnas.

Pemain kelahiran Gateshead pada 1967 itu hingga kini dikenang karena gol cantiknya di Piala Eropa 96 ke gawang Skotlandia. Gazza mengecoh bek tengah Skotlandia, Colin Hendry, dengan sebuah cungkilan bola di atas kepala dan kemudian menendang kembali bola sebelum menyentuh tanah hingga si kulit bundar melesak masuk ke gawang yang dijaga kiper Andy Goram.

Dalam sepuluh tahun kiprahnya di Three Lions sejak 1988, Gascoigne mencetak 10 gol dalam 57 penampilan. Statistik yang tidak terlalu mengesankan dari sosok yang pernah merumput di Italia bersama Lazio ini tidaklah mencerminkan kualitas permainan Gazza yang sesungguhnya.

Daily Mail dalam sebuah tajuk rencananya menyebut, Gascoigne adalah pemain penyuka panggung-panggung besar. Dalam gelaran Piala Dunia dan Piala Eropa sajalah dirinya secara optimal memperlihatkan gocekan sepak bola latino yang amat jarang ditemukan dalam diri seorang pemain Britania.

Kepribadiannya juga amat menarik di luar lapangan. Dia kerap menjadi badut tim nasional dengan selebrasi gol yang menarik dan unik. Pada sesi latihan di sela-sela perhelatan Piala Dunia 1990, Gazza pernah dilempari rekan-rekan setim dengan cokelat cair karena mengeluarkan lawakan yang tidak lucu dan ia dengan tenang menjilati sekujur tubuhnya yang dibasahi cokelat tersebut.

Foto selebrasi Gascoigne ke gawang Skotlandia di ajang Piala Eropa 96 juga fenomenal karena ia terbaring di lapangan sambil menikmati semprotan air dari botol air minum yang ditekan oleh rekan-rekannya. Hal ini seolah menggambarkan seorang pasien dokter gigi yang tengah disemprot obat penghilang rasa sakit.

Ironisnya, foto yang sama sekarang kerap menjadi ilustrasi ketergantungan dirinya pada minuman beralkohol. Selepas menggantung sepatu di 2004 bersama klub AS, Boston United, Gascoigne tercatat mengalami pergulatan pribadi terkait upayanya untuk meninggalkan kecanduan pada alkohol.

Almarhum pelatih Sir Bobby Robson, yang merasakan kejeniusan Gascoigne pada 1990 menyebut, Gazza sebagai sebuah anomali dalam generasi terbaik pemain Inggris. Tanpa Gascoigne, Sir Bobby menilai bakal sulit bagi Three Lions untuk lolos ke semifinal piala dunia kala itu.

Sementara itu, Venables dengan pendek saja menyebut, gol brilian Gazza ke gawang Skotlandia di ajang Piala Eropa 96 sudah menceritakan banyak hal soal kemampuan sang pemain.

Sumber: Berbagai sumber

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Italia, dan Liga Prancis dengan kualitas HD di sini

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer