Bola.com, Munchen - Mendengar nama Bayern Munchen, yang mungkin terlintas di benak banyak orang adalah klub sepak bola Jerman, Mia san Mia, dan kesuksesan. Ya, Bayern merupakan klub dengan segudang prestasi di Jerman, melebihi klub manapun di negara itu.
Namun, cerita kesuksesan Bayern sekarang tak bisa lepas dari situasi tak menentu pada awal Die Roten berdiri. Bayern adalah klub yang sempat ditolak masuk kompetisi sepak bola Jerman.
Pada akhir 1800-an, beberapa anggota sebuah klub kebugaran mendirikan MTV 1897. Tujuannya tak lain adalah untuk tampil di kompetisi sepak bola Jerman yang saat ini masih terbilang amatir.
Tak mudah mendirikan klub sepak bola Jerman itu. Pertentangan awal justru datang dari manajemen dan para pemain. Terjadi silang pendapat yang membuat 11 pemain memutuskan pergi dari klub.
Sebanyak 11 pemain tersebut lantas sepakat membentuk klub sepak bola di bawah manajemen yang dipimpin Franz John. Setelah itu, lahirlah sebuah klub dengan nama Bayern Munchen pada 27 Februari 1900.
Selama beberapa tahun, Bayern hanya tampil dalam kompetisi di Jerman bagian selatan. Meski baru berdiri, Die Roten ternyata langsung menunjukkan taji dengan menjadi salah satu klub kuat di wilayah Munchen.
Perang Dunia I kemudian membuat Bayern dan hampir seluruh klub sepak bola Jerman menghentikan kegiatan sepak bola. Kondisi Jerman setelah Perang Dunia I pun hancur. Rumah-rumah para pemain berantakan. Stadion-stadion sepak bola pun banyak yang rata dengan tanah.
Namun, klub-klub sepak bola memutuskan tetap menjalankan roda kompetisi, meski dalam kondisi negara yang carut-marut. Bayern kembali memanggil para pemain tersisa untuk mengikuti kompetisi.
Perkembangan Bayern meningkat pesat. Pada 1920, anggota Bayern telah mencapai 700 orang, termasuk manajemen dan pemain. Impian besar pun menyeruak. Bayern tak ingin hanya bermain di pentas wilayah Bavaria. Die Roten berhasrat ikut kompetisi sepak bola tertinggi Jerman.
Tetapi, peraturan memupus harapan Bayern tampil di kompetisi terbaik Jerman yang saat itu bernama Gauliga. Pasalnya, Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) melarang ada dua klub yang berasal dari satu kota. Kala itu, Kota Munchen telah diwakili TSV 1860 Munchen.
Selain itu, Bayern pun dianggap sebelah mata di negaranya sendiri. Presiden Bayern, Kurt Landauer, merupakan keturunan Yahudi. Bayern sempat disebut sebagai klub untuk orang Yahudi. Landauer pernah mengasingkan diri dari Jerman pada Perang Dunia II. Dia baru kembali memegang Bayern pada 1947.
Setelah tensi panas dalam negeri berakhir, Bayern mulai berkembang sebagai klub yang solid. Meski tidak menjadi bagian saat Bundesliga diresmikan pada 1963, Bayern akhirnya bisa merasakan tampil pada kompetisi tersebut pada 1965.
Mulai tahun itulah, masa-masa kejayaan Bayern terjadi. Franz Beckenbauer, Gerd Muller, Uli Hoeness, Paul Breitner, sampai Sepp Meier menjadi andalan Die Roten untuk menguasai sepak bola Jerman.
Momen tersebut berlanjut pada zaman Karl-Heinz Rummenigge, Lothar Matthaus, hingga Oliver Kahn. Tercatat hingga kini, Bayern memegang rekor sebagai peraih trofi terbanyak ajang Bundesliga (25 kali), DFB Pokal (17), dan DFB Ligapokal (6).
Tak hanya di Jerman, Bayern juga menjadi klub yang disegani di kancah sepak bola Eropa. Lima gelar Piala/Liga Champions, satu trofi Piala UEFA, Piala Winners, Piala Super Eropa menjadi bukti keperkasaan Die Bavarians.
Mia san Mia
Bagi orang Jerman sebuah identitas itu sangat penting. Pada 2009, United Press International melansir sebuah jajak pendapat soal kebanggaan masyarakat Jerman. Hasilnya, sebanyak 60 persen dari 2.000 orang mengatakan, "Saya bangga menjadi orang Jerman."
Sebanyak 69 persen dari jumlah yang sama merasa Jerman lebih penting ketimbang komunitas Eropa dan dunia. Jumlah persentase meningkat saat ditanya soal kewarganegaraan mana yang akan dipilih. Hasilnya, sebanyak 79 persen memilih Jerman.
Bagi Bayern, identitas itu adalah Mia san Mia yang dalam bahasa Inggris berarti "We are who we are". Sebuah kata-kata yang melekat kepada Bayern dan menjadi kebanggaan masyarakat Bavaria.
Advertisement
Baca Juga
Identitas tersebut terpampang jelas di salah satu sudut Allianz Arena, markas Bayern. Ada 16 prinsip utama yang menjelaskan apa itu Mia san Mia. Prinsip utama yang harus dipahami seluruh elemen klub seperti pemain, staf, dan juga suporter.
"Mia san Mia merupakan identitas yang melekat kepada para pemain Bayern Munchen atau masyarakat Bavaria. Ada banyak prinsip dasar Mia san Mia, seperti menghormati, kekeluargaan, ataupun kesetiaan. Itu cara klub menggabungkan antara sepak bola dan filosofi," kata mantan pemain Die Roten yang kini menjabat Direktur Olahraga Pemain Muda, Michael Tarnat.
Mia san Mia bukan hanya identitas semata. Gelandang serang Thomas Muller memahami betul apa arti kata-kata unik penuh makna itu. Tak hanya perlu dipahami para pemain senior, pemahaman Mia san Mia sudah dipelajari para pemain akademi pada usia 8 tahun.
"Hal itu mengekspresikan kebersamaan dan keyakinan kami. Bahkan, dalam situasi yang sulit sekalipun. Ini tipikal motivasi kami. Bagi saya, Mia san Mia adalah percaya kepada kemampuan dan bermain secara kolektif," ujar Muller.
Pada dasarnya, Mia san Mia menggambarkan mengenai kecintaan masyarakat Bavaria dan bagaimana kebanggaan tradisi itu harus tetap terjaga. Identitas itulah yang dipercaya membuat Bayern menjadi klub tangguh di Jerman dan juga Eropa.
Kesuksesan luar biasa
Kebanggaan menjadi bagian Bayern mencapai puncaknya pada musim 2012-2013. Di bawah asuhan Jupp Heynckes, Bayern meraih tiga gelar dalam semusim. Sebuah prestasi yang belum diraih Die Roten selama usia klub berdiri.
Gelar Bundesliga, DFB Pokal, dan Liga Champions menjadi akhir cerita manis Bayern bersama Heynckes. Musim itu adalah musim terakhir Heynckes berkarier sebagai pelatih.
"Setelah semua yang terjadi dalam dua musim terakhir, saya siap untuk kedamaian dan ketenangan. Setelah kesuksesan ini, saya bisa saja bergabung dengan banyak klub Eropa. Tetapi, saya bisa meyakinkan Anda, saya tidak punya niat untuk melatih lagi. Saya memiliki akhir karier yang cemerlang," kata Heynckes dalam petikan wawancara dengan Der Spiegel, 21 Juni 2013.
Setelah kesuksesan Heynckes, para pendukung Bayern dibuat semringah dengan kehadiran Josep Guardiola. Nama besar Guardiola yang membawa Barcelona berjaya dengan 14 trofi dalam empat tahun, membuat mimpi para suporter semakin meninggi.
Hingga hampir tiga musim melatih Die Roten, Guardiola mempersembahkan lima gelar juara. Musim ini, Guardiola berkesempatan menambah penuh lemari trofi Bayern pada ajang Bundesliga, Liga Champions, dan DFB Pokal.
Guardiola tentu ingin memberikan kado perpisahan indah kepada Bayern. Mulai musim depan, pelatih asal Spanyol itu akan melanjutkan petualangan bersama Manchester City. Pengganti Guardiola pun telah ditetapkan, yakni Carlo Ancelotti.
Keputusan Bayern memilih Ancelotti memang tak perlu diperdebatkan. Ancelotti tak pernah gagal mempersembahkan trofi untuk klub yang dilatihnya.
Meski berasal dari Italia, negara yang dikenal akrab dengan gaya sepak bola bertahan, tetapi Ancelotti adalah tipikal pelatih yang cepat beradaptasi dengan ciri khas dari kompetisi klub yang dilatihnya. Ketika menukangi Chelsea, Paris Saint-Germain, dan Real Madrid, Ancelotti mampu mengombinasi gaya Italia dengan suntikan sepak bola menyerang.
Strateginya kadang susah diprediksi. Pelatih kelahiran Reggiolo, Italia, 56 tahun lalu itu tahu saatnya melakukan serangan secara gerilya dan juga ketika harus bertahan total.
Sederet trofi yang dipersembahkan Ancelotti sepanjang karier menjadi bukti rekam jejak kepelatihannya. Ancelotti dituntut untuk menjaga kedigdayaan Bayern di kompetisi lokal, sekaligus menancapkan kuku lebih tajam pada kompetisi Eropa.
Alles Gute zum Geburtstag, Bayern Munchen!
Sumber: Berbagai sumber