Bola.com - Pada 1979, seorang pemain bernama Johan Cruyff akan mengakhiri karier di Barcelona. Pada usia 32 tahun dan masih berstatus sebagai pemain, jiwa kepemimpinan Cruyff muncul dengan sebuah proposal kepada Presiden Barcelona, Josep Lluis Nunez.
Beberapa lembar kertas yang diberikan Cruyff, saat itu masih berupa angan-angan. Namun, pada akhir 1900-an hingga era 2000-an, proposal itu membuat banyak pencinta sepak bola mengenal sebutan Tiki-taka.
Baca Juga
Trofi Golden Boy 2024 Bikin Lamine Yamal Kian Termotivasi Ukir Prestasi di Barcelona dan Timnas Spanyol
Jesus Navas Nangis di Lapangan, Bersiap Pensiun dari Sepak Bola dan Sevilla Akibat Rasa Sakit Kronis: Saya Tak Bisa Lagi Bertahan
Nico Williams Ungkap Tingkah Random Lamine Yamal sebelum Semifinal Euro 2024, Bikin Geleng-Geleng Kepala
Advertisement
Baca Juga
Cruyff meninggalkan Barcelona dengan rasa cinta. Dia berharap, klub yang dibelanya selama lima tahun itu memiliki gaya bermain khas yang merupakan duplikasi sepak bola Belanda, Total Voetbal.
Tanpa disangka, Nunez menyetujui proposal bikinan Cruyff. Tepat pada 20 Oktober 1979, Barcelona memperkenalkan La Masia versi baru dengan segudang impian. Impian yang memberikan harapan bagi para pesepak bola muda mendapatkan ilmu dari gaya bermain Tiki-taka.
"Pada waktu itu, Cruyff berujar, 'Baiklah anak-anak, mulai dari sekarang, kita akan bermain dengan cara sendiri. Selalu ada visi dalam teknik, mengumpan, dan kecepatan berpikir'," sebuah kata-kata dari Cruyff yang diingat Josep Guardiola saat masih menjadi murid di La Masia.
Apa yang dikatakan maestro sepak bola itu menjadi kenyataan. Kini, cara bermain yang diinginkan Cruyff dapat dinikmati penonton sepak bola di seluruh dunia, khususnya untuk para pendukung Barcelona. Tiki-taka lahir justru dari orang asal Belanda, bukan Spanyol.
Keseimbangan sepak bola
Sebanyak 70 staf, termasuk pelatih, dokter, ahli gizi, hingga psikolog menjaga sekitar 75 anak-anak yang menimba ilmu di La Masia. Kebanyakan, anak-anak ini berusia enam hingga 18 tahun.
Bagi Barcelona, sepak bola bukan hanya sebuah permainan menendang bola dan mencetak gol. Anak-anak tersebut mendapat gizi yang dibutuhkan dan terpenting adalah pendidikan formal seperti halnya anak-anak lain yang menuntut ilmu di sekolah umum.
Apa yang dikembangkan Barcelona membutuhkan keseimbangan antara bakat bermain sepak bola dan kejeniusan pemain. Para pemain dituntut untuk memainkan pola Tiki-taka, yakni umpan pendek tajam, pergerakan cepat, serta terus menekan lawan.
Pola permainan itu tidak hanya membutuhkan faktor fisik. Kecerdasan pemain menjadi salah satu kunci keberhasilan permainan umpan pendek tajam yang dibarengi pergerakan cepat sang pemain.
"Pemain-pemain yang mendapat ilmu di La Masia memiliki sesuatu perbedaan. Filosofi bermain mereka jelas berbeda dengan para pemain lain," ujar Guardiola.
Dari Cruyff untuk Barcelona dan Spanyol
Lantas, berapa banyak para pemain yang menimba ilmu di La Masia, kemudian sukses dalam karier sepak bola?
Barcelona mengakui hanya 10 persen para didikan akademi tersebut yang dianggap lulus memenuhi tuntuan dasar permainan Tiki-taka. Guardiola, Xavi Hernandez, Andres Iniesta, hingga Lionel Messi menjadi beberapa di antara didikan La Masia yang sukses.
Keberhasilan La Masia membuat sebuah program pengembangan anak, ternyata diminati banyak klub Eropa. Tercatat, Arsenal, Chelsea, VfB Stuttgart, Manchester United, maupun Girondins Bordeaux pernah mengirim perwakilannya untuk melihat langsung cara kerja akademi La Masia.
"Di Inggris, tidak ada struktur yang kompetitif seperti halnya di La Masia. Saya tidak membicarakan tentang rendahnya kualitas para pemain muda di sini. Sebab, struktur kompetisi yang bagus akan membantu klub membangun para pemain berkualitas," kata mantan Direktur Teknik La Masia yang juga eks manajer Pengembangan Akademi Liverpool, Josep Segura.
La Masia bukan hanya dianggap sebagai kesuksesan Barcelona. Keberhasilan Spanyol menjadi raja sepak bola dalam beberapa tahun terakhir juga merupakan sumbangan akademi La Masia. Sebab, banyak pilar-pilar La Furia Roja yang merupakan alumni La Masia.
"La Masia sangat penting bagi Spanyol. Ada banyak pemain Barcelona yang menjadi pemain penting Spanyol. Kini, Spanyol bermain dengan filosofi yang sama dengan Barcelona," kata legenda Real Madrid, Fernando Hierro.
Bahkan, pelatih timnas Spanyol, Vicente del Bosque, mengakui hal yang sama. "La Masia memberikan kontribusi positif bagi Spanyol. Para pemain akademi tumbuh dan berkembang melalui kerja keras. Itu hasil dari bertahun-tahun investasi sepak bola Spanyol," tutur Del Bosque.
Barcelona dan timnas Spanyol pantas berterima kasih kepada Cruyff, pengembang teknik dasar Tiki-taka di Negeri Matador. Kini, Cruyff telah mengembuskan napas terakhir pada 24 Maret 2016. Selama 68 tahun hidup, Cruyff berperan besar memberikan kenikmatan menonton sepak bola ala Barcelona.
"Bermain sepak bola sangat sederhana. Tetapi, memainkan sepak bola yang sederhana itu sangatlah sulit." - Johan Cruyff (25 April 1947 - 24 Maret 2016)
Sumber: Berbagai sumber