Sukses


Outfield: Johan Cruyff, Benang Merah Tiki-taka Barcelona

Bola.com — Pekik dan teriakan Barca! Barca! Visca Catalunya! berkumandang di beberapa pelosok kota Barcelona, 21 Mei 1992. Di Bandara El Prat, ratusan suporter La Blaugrana menyambut Johan Cruyff yang berhasil membawa pasukannya meraih trofi Liga Champions musim 1991-92.

Cruyff memimpin rombongan para pemain dan staf pelatih Barcelona saat keluar bandara. Bersama kapten tim, Ronald Koeman, mantan pemain Ajax Amsterdam itu terlihat semringah ketika menenteng trofi Liga Champions, yang kekarnya melebihi tubuhnya nan kerempeng. 

Itu adalah trofi Liga Champions pertama Barcelona. Pada pertandingan final di Stadion Wembley, Inggris, skuat asuhan Cruyff berhasil mengalahkan wakil Italia, Sampdoria, 1-0. Kemenangan mereka ditentukan gol Koeman lewat babak tambahan pada menit ke-112.

Pelatih Barcelona, Johan Cruyff usai meraih trofi Liga Champions 1992. (dari kiri ke kanan: Cruyff, Michael Laudrup, dan Hristo Stoichkov. (Daily Mail).

Cruyff kala itu sejatinya hanya "orang asing" di kota Barcelona. Akan tetapi, berkat kegeniusannya, Cruyff mampu menggoyang gairah, bahkan hingga membangkitkan semangat merdeka di hati masyarakat Catalunya. 

Bersama para pemain, seperti Gheorghe Hagi, Koeman, Michael Laudrup, Romario, Hristo Stoichkov, The Dream Team Barca menampilkan estetika sepak bola menyerang di lapangan. Mereka tak kenal lelah bergerak maju mundur laiknya harmoni permainan akordeon yang menawan. 

Empat tahun berselang, Cruyff digantikan Bobby Robson pada 1996. Namun, filosofi sang maestro sudah mengakar menjadi fondasi permainan, sehingga Barcelona dapat terus menuai sukses di Spanyol dan Eropa, bahkan hingga era Pep Guardiola dan Luis Enrique. 

"Saya adalah orang Belanda, tetapi saya sangat menyukai permainan Spanyol. Di negara ini banyak pemain yang secara fisik lemah, tetapi mereka mampu menjadi cerdik dan cerdas," ungkap Cruyff saat memprediksi hasil laga final Piala Dunia 2010 antara Spanyol melawan Belanda. 

Belanda
Cruyff mengawali karier sepak bola profesional bersama Ajax Amsterdam saat berusia 17 tahun pada 1964. Meski tubuhnya kerempeng, ia kala itu sudah dianggap sebagai calon bintang dunia karena memiliki keberanian serta skil mengolah bola di atas rata-rata. 

Hal tersebut berhasil dibuktikannya ketika mengantarkan Ajax meraih delapan gelar Eredivise dan tiga trofi Liga Champions beruntun pada 1971, 1972, 1973. Kesuksesan itu pun membuat Cruyff dinobatkan sebagai pemain terbaik dunia selama tiga tahun berturut-turut (1971-1973). 

Perjalanan karier dan prestasi Johan Cruyff di Belanda (bola.com/Rudi Riana).

Pada musim panas 1973, Cruyff memutuskan hijrah ke Barcelona dengan memecahkan rekor transfer dunia kala itu sebesar 6 juta gulden. Karier Cruyff pun kian melesat. Ia meraih dua trofi, termasuk La Liga 1974, yang merupakan gelar pertama Barca dalam 14 tahun terakhir. 

Lima tahun berkarier di Camp Nou, Cruyff melanjutkan kiprah dengan Los Angeles Aztecs (1978-1980), Washington Diplomats (1980-1981), dan Levante. Pada 1981, ia kembali ke Ajax. Dua tahun kemudian, ia bergabung dengan Feyenoord yang menjadi klub terakhirnya sebelum pensiun pada 13 Mei 1984. 

Perjalanan karier dan prestasi Johan Cruyff di Spanyol (bola.com/Rudi Riana).

Di level timnas, Cruyff sempat menjadi kapten di ajang Piala Dunia 1974. Pada periode inilah, pasukan Rinus Michels menggemparkan dunia. Meski gagal meraih juara karena dikalahkan Jerman Barat 1-2, Belanda dianggap telah menanamkan kultur baru dalam sepak bola bernama Total Football.  

"Saya berterima kasih kepada Michels, tetapi yang sangat memengaruhi saya adalah Cruyff. Dia selalu melihat sepak bola sebagai serangan, bukan pertahanan. Sebagai kapten, ia menganjurkan kami menguasai lapangan," kenang mantan pemain timnas Belanda, Frank Rijkaard.

Total Football
Memang lebih mudah mengucapkan sepak bola menyerang, ketimbang memainkannya pada era modern seperti saat ini. Namun, jika ingin menyaksikan contoh bukti nyata permainan itu, sama seperti ucapan Rijkaard, lihatlah timnas Belanda pada era 1970 dan 1980-an. 

Sebelum era 1970-an, permainan sepak bola Eropa cenderung hanya "bermain aman". Hal itulah yang membuat beberapa laga besar membosankan karena permainan terlihat sangat sederhana. Setiap tim ingin menjaga pertahanan dan mencoba meraih kemenangan dengan melakukan serangan balik. 

Namun, Belanda mendobrak lewat sistem yang lebih modern dengan menampilkan permainan menyerang secara total. Awalnya, Michels berpendapat serangan dibangun dari barisan belakang. Namun, Cruyff "memodifikasi" taktik itu dengan membangun serangan dari segala lini.  

Total Football pada prinsipnya mesti dijalankan pemain yang harus siap terus berganti posisi. Tidak ada yang mangkal dalam posisi permanen. Dengan kata lain, taktik itu dibentuk bukan untuk merusak strategi lawan, melainkan agar dapat dikembangkan sejauh mungkin.

Hal inilah yang membuat permainan Belanda kala itu sedap dipandang mata. Semua penyerang bisa bertahan, semua pemain belakang bisa menyerang. Permainan mereka berjalan efektif karena adanya kolektivitas yang dibangun Ruud Krol (bek), Cruyff (gelandang), dan Rob Rensenbrink (striker). 

Alhasil, Total Football pun dianggap awal dari perkembangan sepak bola modern. Namun, Cruyff mengerti betul, tradisi itu harus terus dilestarikan karena tonggak utama sepak bola menyerang adalah pemain. Hal inilah yang dibawanya ke Spanyol ketika memutuskan bergabung dengan Barcelona. 

Tiki-taka
Pada 1979, Cruyff pun menggagas didirikannya La Masia, akademi milik Barcelona. Dari akademi itu, sejumlah pemain, seperti Guardiola, Charles Puyol, Xavi Hernandez, Cesc Fabregas, Andres Iniesta, Gerard Pique, hingga Lionel Messi lahir. 

Bersama Messi, Iniesta, dan Xavi, Barcelona meraih kesuksesan luar biasa ketika dilatih Guardiola pada 2008-2012. Ketika itu, Barca dianggap sebagai jelmaan The Dream Team asuhan Cruyff.

Pep Guardiola usai membawa Barcelona meraih trofi Liga Champions. (Skysports).

Keberhasilan Barcelona pada akhirnya memunculkan istilah tiki-taka. Ada yang menganggap taktik itu adalah "karya" Guardiola, sementara ada pula yang menilai hanya sebutan mantan pelatih Atletico Madrid, Javier Clemente, saat mengomentari permainan penguasaan bola. 

Benarkah Guardiola adalah sosok pelatih yang berjasa menemukan era baru sepak bola modern? Jawabannya bisa jadi, iya dan tidak. Pada saat Barcelona kebingungan mencari pengganti Rijkaard, nama Jose Mourinho sempat muncul ke permukaan sebagai calon suksesor. 

Namun, Cruyff dengan tegas meminta Presiden Joan Laporta memilih Guardiola, yang kala itu masih dianggap terlalu muda. Menurut dia, "Barcelona lebih baik memiliki filosofi, bukan citra semata." Toh, Guardiola selama berkarier sebagai pemain adalah kontinuitas dari model Cruyff di dalam lapangan. 

Jika bicara soal tiki-taka, Guardiola jelas memiliki modal besar bersama skuat The Dream Team Barcelona 1994. Dengan begitu, secara tidak langsung, ia adalah penerus terbaik untuk mewarisi tradisi permainan sepak bola indah Cruyff yang sudah terpatri selama puluhan tahun.

Kenangan
Kamis, 24 Maret 2016, dunia sepak bola berduka. El Salvador (Sang Penyelamat) sepak bola indah itu berpulang kepada Yang Mahakuasa di Barcelona. Cruyff menghembuskan nafas terakhir dalam usia 68 tahun setelah berjuang melawan kanker paru-paru. 

Bagi Guardiola dan seluruh penikmat olahraga indah di dunia, Cruyff telah berhasil membuat warisan besar bagi sepak bola. Total Football adalah salah satu bukti nyata sisi kegeniusan Cruyff terhadap sesuatu hal yang lebih penting dari sekadar hasil pertandingan saja. 

Sesuatu hal yang  juga mengembalikkan sepak bola ke khitah sebagai permainan indah, memukau, dan menghibur mata. Hanya dengan cara itulah, bagi dia, kemenangan dapat diraih. Toh, di balik kekalahan, terkandung pula "kemenangan" yang dapat abadi selalu diingat orang. 

Bisa jadi, karena hal itulah Cruyff tidak pernah mempermasalahkan selama kariernya gagal membawa Belanda menjadi juara. Setidaknya, sang legenda kini dapat hidup dalam damai melihat Spanyol dan Barcelona meraih sukses luar biasa lewat karyanya untuk dunia sepak bola.

Selamat jalan, Johan Cruyff...

"Kemenangan hanya berlangsung satu hari, sedangkan reputasi dapat bertahan seumur hidup. Bisa memiliki gaya sendiri untuk membuat orang meniru dan mengagumi Anda, itu adalah karunia terbesar dalam hidup ini." - Hendrik Johannes Cruyff (1947-2016).

RIP Johan Cruyff 1947 - 2016 (Bola.com/Samsul Hadi).

Sumber: Berbagai sumber

Saksikan cuplikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Italia, dan Liga Prancis dengan kualitas HD di sini

Sepak Bola Indonesia

Video Populer

Foto Populer