Bola.com, Jakarta - Timnas Inggris tersingkir dari babak 16 besar Piala Eropa 2016 setelah kalah 1-2 melawan Islandia, Selasa (28/6/2016). Kegagalan tersebut berujung pada mundurnya Roy Hodgson dari kursi pelatih. Berikut 5 penyebab kegagalan Hodgson bersama The Three Lions pada Piala Eropa 2016.
Advertisement
Baca Juga
Bertanding di Stadion Allianz Riviera, Nice, Inggris sepertinya bakal menang mudah setelah Wayne Rooney mencetak gol melalui titik putih pada menit ke-4. Namun, Islandia menyamakan kedudukan melalui Ragnar Sigurdsson dua menit berselang.
Gol kedua Islandia lahir pada menit ke-18 melalui tembakan datar kaki kanan Kolbeinn Sigborsson ke pojok kiri gawang. Meski terus menggempur pertahanan Islandia, Inggris gagal mencetak gol tambahan hingga akhir pertandingan.
Klik di sini untuk mengikuti laporan langsung Bola.com dari Prancis
Kegagalan Inggris ini memang sudah bisa diprediksi sejak laga awal putaran final Piala Eropa 2016. The Three Lions tampil kurang menggigit dan hanya mampu bermain imbang 1-1 melawan Rusia pada laga pertama Grup B (11/6/2016).
Pada laga kedua melawan Wales pada (16/6/2016), The Three Lions harus bersusah payah untuk mengalahkan Wales dengan skor 2-1. Adapun pada laga ketiga, Inggris tampil buruk dan hanya mampu bermain imbang tanpa gol melawan Slovakia. Padahal, Inggris lolos ke putaran final Piala Eropa 2016 dengan rekor mentereng, yakni meraih 10 kemenangan dari 10 laga.
Hasil buruk ini membuat Roy Hogdson mundur dari jabatanya sebagai pelatih. Padahal, mantan juru racik taktik Liverpool itu masih menyisakan waktu dua hari lagi di kontraknya. Lantas, apa penyebab Inggris gagal di putaran final Piala Eropa 2016 kali ini?
1. Pemilihan Pemain yang Buruk
Roy Hodgson memilih memasukkan nama gelandang asal Everton, Ross Barkley, dalam 23 skuat di Piala Eropa 2016. Padahal, pemain berusia 22 tahun itu tampil buruk sepanjang musim 2015-2016 bersama Everton dan berujung pada pemecatan Roberto Martinez dari kursi pelatih.
Barkley musim ini mencetak 8 gol dari 38 laga di Premier League. Padahal, Andros Townsend tampil lebih menggigit musim ini. Memang, dia gagal menyelamatkan Newcastle dari jurang degradasi. Namun, kehadirannya bisa membuat Inggris lebih bermain melebar dalam menyerang, di mana hal itu menjadi kelemahan utama Inggris sepanjang putaran final Piala Eropa 2016.
Kedua, Hodgson lebih memilih Jack Wilshere ketimbang Danny Drinkwater, yang sukses mengantar Leicester City menjadi juara Premier League musim ini. Padahal, musim ini Wilshere hanya tiga kali bermain untuk Arsenal.
2. Salah Strategi
Pada laga pamungkas Inggris menjelang putaran final Piala Eropa 2016 melawan Portugal, Roy Hodgson memasang duet Harry Kane dan Jamie Vardy di lini serang. Sementara itu, Wayne Rooney dipasang sebagai gelandang tengah.
Ada tiga kesalahan besar dalam strategi ini. Pertama, strategi ini mengurangi ketajaman Vardy dan Kane karena mereka terpaksa melebar ke sisi sayap. Kedua, strategi tersebut tak bisa membuat Wayne Rooney mengeluarkan kemampuan maksimalnya. Itu karena Mengandalkan kecepatan untuk merangsek masuk ke kotak penalti lawan bukan lagi gaya bermain Rooney pada usianya saat ini.
Terakhir, strategi ini mengurangi peran Dele Alli sebagai penyerang lubang di belakang Kane dan Vardy. Padahal, Alli dan Kane bermain cemerlang untuk Tottenham Hotspur musim ini dengan skema seperti ini.
3. Tak Punya Rencana Cadangan
Roy Hodgson memutuskan untuk meninggalkan penyerang West Ham United, Andy Carroll, dan memutuskan untuk memanggil bomber muda asal Manchester United, Marcus Rashford.
Meskipun Carroll sempat menciptakan hat-trick ke gawang Arsenal, Hodgson kala itu menyatakan keputusan memanggil pemain tak hanya dinilai dari satu laga saja.
Meski demikian, Carroll sebenarnya bisa menghadirkan sesuatu yang berbeda di lini serang Inggris. Contohnya pada laga melawan Islandia, Carroll seharusnya bisa menjadi jawaban kebuntuan Inggris dalam mencetak gol.
Hodgson bisa memanfaatkan tinggi badan Carroll dengan cara lebih menekankan serangan melalui sisi sayap. Carroll juga merupakan pemain yang gesit di dalam kotak penalti lawan. Jadi, dia juga bisa menjadi solusi jika Inggris ingin membangun serangan dari lini tengah.
4. Kurang Memberikan Motivasi dan Semangat
Sepanjang 4 pertandingan pada putaran final Piala Eropa, Hodgson hanya duduk di bangku cadangan sambil memegangi kepalanya. Dia tak pernah berada di pinggir lapangan untuk memberikan instruksi atau semangat kepada para pemainnya.
Hal itu berbeda jauh dengan apa yang dilakukan Antoino Conte bersama timnas Italia. Dia selalu berada di pinggir lapangan, memberikan semangat dan berteriak kepada pemain yang melakukan kesalahan. Hasilnya, Italia mampu menjejaki babak perempatfinal dengan mengalahkan dua tim besar, Belgia dan Spanyol.
5. Terlena Hasil Bagus Kualifikasi
Inggris memang tampil mengesankan pada babak kualifikasi dengan meraih 10 kemenangan dari 10 laga. Hasil itu membuat Hodgson percaya penuh kepada skuatnya kala itu.
Padahal, beberapa pemain dalam skuat tersebut mengalami penurunan performa secara drastis setelah babak kualifikasi. Mereka adalah Ross Barkley dan Jack Wilshere. Hasilnya, kedua pemain itu gagal memberikan sumbangsih maksimal untuk Inggris pada putaran final Piala Eropa 2016.
Sumber: Independent