Bola.com, Jakarta - Reputasi Joachim Low sebagai pelatih papan atas tentu tak perlu diragukan lagi. Gelar Juara Piala Dunia 2014 buktikan Low sebagai juru taktik cerdas.
Terakhir Low kembali menunjukkan kepiawaiannya saat menekuk Italia di perempat final. Dengan berani, ia mengubah patron andalannya 1-4-2-3-1-nya menjadi 1-3-5-2 untuk memulangkan Gianluigi Buffon dkk.
Advertisement
Baca Juga
Kini, Jerman menghadapi tantangan lebih berat kontra tuan rumah Prancis pada semifinal Piala Eropa 2016 yang digelar Jumat (8/7/2016) dini hari WIB.
Faktor kesegaran juga patut diperhitungkan. Mengingat Jerman bermain ketat 120 menit, plus adu penalti. Sedang Prancis mainkan laga santai kontra Islandia yang mereka menangkan telak 5-2.
Pressing Prancis
Didier Deschamps saya prediksi akan turun dengan skema 1-4-3-3. Hugo Lloris bersama kuartet Patrice Evra-Laurent Koscielny-Adil Rami-Bacary Sagna akan mengawal lini belakang. N'Golo Kante akan menjadi pengontrol di belakang Paul Pogba-Blaise Matuidi. Dimitri Payet mengisi pesisir kiri, sedangkan Antoine Griezmann akan memulai dari kanan. Olivier Giroud masih menjadi pilihan utama sebagai target man Prancis.
Kemungkinan Jerman akan kembali bermain dengan patron 1-4-2-3-1. Manuel Neuer jadi pengawal gawang Tim Panser. Benedikt Howedes berduet dengan Jerome Boateng, didampingi Joshua Kimmich di kanan dan Jonas Hector di kiri. Untuk pengganti Sami Khedira, Low bisa memilih antara Julian Weigl atau Emre Can. Kelihatannya, Low akan mainkan Weigl bersama Toni Kroos dan Mesut Ozil. Thomas Muller akan bertindak false nine (penyerang bunglon) menggantikan posisi Gomez. Julian Draxler kembali main di kiri dan Mario Gotze di kanan.
Seperti biasa, Jerman akan kontrol tempo permainan dengan penguasaan bola. Saat bangun serangan, Jerman akan mulai secara konstruktif dari kiper, lalu lini ke lini. Low harus mempersiapkan dua skenario membangun serangannya. Ada baiknya Prancis lakukan pressing tinggi seperti saat kontra Swiss. Boateng dan Howedes akan dipress langsung oleh Giroud dan Griezmann.
Untuk mengatasi pressing demikian, Jerman harus gunakan Neuer sebaik mungkin. Boateng dan Howedes perlu ambil posisi lebih lebar dan dalam untuk memecah Giroud dan Griezmann. Kemudian Neuer bisa memiliki banyak pilihan untuk mencari pemain kosong di lini tengah. Tergantung posisi empat gelandang Prancis (Payet-Pogba-Matuidi-Kante) yang tersisa.
Kemungkinan Tim Ayam Jantan akan menggeber penjagaan man to man ke tiga gelandang dan seorang fullback Jerman. Fullback jauh dari bola akan dilepas. Dengan demikian, rotasi gelandang menjadi krusial. Dengan dimainkannya Weigl, mungkin ada baiknya Low meminjam taktik rotasi milik Thomas Tuchel (Dortmund).
Misal saat bola di Boateng, Kimmich dan Gotze naik tinggi. Tujuan Kimmich naik adalah menarik Payet turun. Jika Payet tidak ikut, maka Boateng atau Neuer bisa men-chip bola ke Kimmich yang berdiri diantara Payet dan Evra. Jika Payet ikut, maka Kroos bisa melebar manfaatkan ruang tersebut. Jika tidak diikuti, ia bebas. Jika Pogba ikut, maka akan terbuka jalur lewat area sentral ke Gotze yang masuk ke dalam.
Alternatif lain adalah bila Prancis bertahan pasif dari garis tengah seperti saat lawan Islandia. Pertahanan blok rendah Prancis kemungkinan mainkan formasi 1-4-1-4-1. Jika ini yang terjadi, maka ada situasi 2 Vs 1 di lini belakang antara Boateng-Howedes vs Giroud. Artinya Jerman bisa melakukan kontrol tempo dengan dominasi pengusaaan bola.
Tempo saat menguasai bola memberi banyak keuntungan. Pertama, bila Jerman kesulitan progresi ke depan dan terancam kehilangan bola, selalu ada opsi back pass ke Howedes dan Boateng. Ini bisa jadi momen Jerman menarik napas.
Cocok mengingat mereka masih lelah pasca kontra Italia. Kedua, timnas Jerman bisa sempurnakan struktur posisionalnya. Sehingga bila kehilangan bola, dapat lakukan pressing secepat mungkin.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Blok Rendah
Prancis juga cocok untuk Muller yang bermain sebagai false nine. Muller adalah jagonya bermain di ruang antar lini. Ia akan mengapung diantara garis bek dan gelandang bertahan Prancis. Dilema untuk Koscielny atau Rami. Bila ikut Muller, akan ada lubang yang siap dimakan Draxler, Gotze atau Ozil. Bila tetap tinggal, Muller akan bebas menerima bola.
Ini dilakukan agar trio gelandang Jerman tak harus melangkah ke depan. Mereka bisa fokus lindungi area sentral. Menutup jalur operan lewat tengah ke Griezmann dan Payet. Harapannya, Prancis bisa sedikit menguasai bola, tapi banyak melebar ke pinggir. Saat Prancis masuk ke area pinggir, Jerman bisa lancarkan jebakan pressing untuk merebut bola.
Taktik pressing ini tidak kaku, bisa mengikuti situasi pertandingan. Jika perlu, sesekali Jerman bisa mendorong Ozil naik pressing ke depan. Menciptakan situasi 2 Vs 2 untuk duet stoper Prancis. Sehingga memaksa Koscielny atau Rami terpaksa menggeber umpan panjang.
Advertisement
Taktik Conte
Meski bisa dianggap berjudi, tak ada salahnya Low kembali pinjam taktik pelatih Italia, Antonio Conte. Sebenarnya kembali mainkan 1-3-5-2 kontra Prancis bukanlah perjudian. Melihat cairnya lini serang tim asuhan Didier Deschamps, pilihan ini justru logis.
Trio bek bisa diisi Howedes-Boateng-Mustafi. Hector dan Kimmich kembali jadi wingback (bek sayap). Trio gelandang diisi Weigl-Kroos-Ozil. Sedang Muller dan Draxler akan jadi duet striker.
Saat membangun serangan Ozil bisa naik ke depan. Draxler-Muller-Ozil bisa mengikat tiga dari empat bek Prancis yang dekat dengan bola. Kondisi ini akan buat wingback Jerman dalam posisi bebas. Jika Payet atau Griezmann turun ikuti bek sayap Jerman, maka situasi 3 Vs 1 di bawah akan janjikan tempo bagi Jerman. Jika tidak ikut, maka wingback Der Panzer akan leluasa.
Skenario blok rendah jelas bukan pilihan bijak. Gaya Jerman beda dengan Islandia. Islandia gemar di-press untuk renggangkan lawan secara vertikal. Jika terjadi, Islandia lancarkan umpan panjang dan manfaatkan bola kedua.
Tak heran Prancis menunggu di bawah agar mudah antisipasi bola panjang. Sebaliknya, Jerman akan berbahaya jika terus dibiarkan menguasai bola. Pressing tinggi untuk memaksa Jerman long ball adalah taktik lebih bijak.
Antisipasi Griezmann
Saat tidak kuasai bola, isu Low adalah mengantisipasi trio lini depan Prancis yang begitu cair dan dinamis. Dengan formasi serupa, serangan Prancis mirip Jerman. Antoine Griezmann yang mulai dari posisi kanan, sejatinya doyan mengapung di belakang Giroud. Payet juga sering masuk ke dalam, eksploitasi halfspace kiri.
Melihat potensi serangan Prancis, pertahanan blok rendah juga bukan pilihan tepat. Akan tetapi, memaksakan pressing tinggi terus-menerus juga mengandung risiko. Mengingat Muller dkk. masih sisakan kelelahan akibat laga 120 menit kontra Italia. Bisa-bisa permainan Jerman melorot di 15-20 menit terakhir.
Sebaiknya Low mengambil jalan tengah. Mainkan pertahanan blok tinggi, tapi dengan membiarkan situasi 1 Vs 2 di depan. Artinya Muller dibiarkan sendirian menghadapi Koscielny dan Rami. Muller cukup mengarahkan serangan lawan ke satu arah yang dianggap lebih lemah.
Turunnya Payet dan Griezmann akan menjauhkan keduanya dari area tengah favorit mereka. Formasi 3 bek juga lebih melindugi area halfspace, tempat kedua sayap Prancis beroperasi. Untuk serangan balik, keberadaan 2 striker Jerman akan ciptakan 2 Vs 2 di belakang. Intinya ini kejutan untuk Prancis. Ayo Joachim Low, mainkan lagi 1-3-5-2! Dijamin Top!
@ganeshaputera
Co-Founder KickOff! Indonesia
Pusat Kepelatihan Sepakbola
Advertisement