Bola.com, Turin - Sosok Joe Hart menjadi sorotan pecinta sepak bola sepanjang akhir pekan ini. Sebuah cerita ironi mengiringi perjalanan karier sang penjaga gawang, baik 9 tahun lalu ataupun sama seperti sekarang.
Pada 2006, usai tampil hebat bersama Shrewsbury Town, Hart memantik perhatian publik tatkala Manchester City merekrutnya dari tim yang berkiprah di League Two tersebut. Sebuah asa besar tertancap di sana. Apalagi, Hart datang ke City of Manchester Stadium dengan modal besar: Kiper Terbaik 2005-2006.
Advertisement
Baca Juga
Saat itu ia berusia 19 tahun, dan baru saja membela timnas Inggris U-19di Belgia. Meski gagal membawa The Three Lions menuju putaran final Piala Eropa U-19 tahun 2006, posturnya tetap menarik perhatian The Citizens.
Awalnya semua berjalan lancar. Hart datang ke lokasi latihan dengan nyaman. Ia mendapat sambutan hangat dari Manajer Manchester City, Stuart Pearce dan dua rekannya di timnas junior Inggris, Micah Richards serta penyerang Michael Johnson.
Sayang, situasi tersebut hanya terjadi sepanjang 2 bulan. Masuk ke level pertandingan kompetisi yang sebenarnya, ia kalah bersaing dengan Andreas Isaksson dan Nicky Weaver. Ionis--pun terjadi; kiper terbaik harus terbuang.
Manajer memutuskan Hart bakal mengarungi perjalanan baru dengan status pinjaman ke tim asal League One, Tranmere Rovers. Walhasil, pada Januari 2007, Hart keluar dari lapangan latihan City dengan wajah kurang bergairah.
Ornamen wajah yang nyatanya terbawa ke lapangan. Bersama Rovers, ia bermain sebanyak enam pertandingan. Hasilnya tergolong buruk, karena ia kebobolan 8 gol.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Awal Karier Bagus
Beruntung, sebuah ironi tersebut menelorkan awal karier bagus. Meski terbuang, ia tetap menjadi bagian dari tim utama Inggris U-21. Kala itu, Manajer Timnas Inggris U-21, Stuart Pearce membuka persaingan Hart dengan Ben Alnwick.
Umurnya bersama Tranmere hanya 3 bulan. Pada April 2007, Hart bergabung dengan Blackpool. Di sinilah awal sukses Hart, yang dibungkus dengan keberuntungan. Ia menjadi kiper utama setelah tiga penjaga gawang Blackpool mengalami cedera, yakni Rhys Evans, Paul Rachubka dan Lewis Edge.
Debutnya berakhir manis, karena ia mencetak clean sheet saat Blackpool unggul 2-0 pada laga away ke markas Huddersfield (9/4/2007). Bersama tim berjuluk Seasiders tersebut, Hart menuai lima kemenangan, termasuk skor 6-3 kala away ke Swansea City, pada laga terakhir.
Kisah sukses bersama Blackpool membuat Manajer Manchester City, Sven-Goran Eriksson memilihnya menjadi kiper utama. Sang pesaing masa lalu, Isaksson, berhasil disingkirkan. Pilihan sang bos tak salah.
Usai laga kontra Newcastle United, Eriksson menyebutnya sebagai satu di antara talenta terbesar Inggris. Ternyata ucapan pelatih berkebangsaan Swedia tersebut menjadi realita. Selang sebulan, ia menjalani debut bersama timnas Inggris senior kontra Trinidad&Tobago (1/6/2008).
Sejak saat itu, posisi Hart sebagai kiper utama di Manchester City dan timnas Inggris menjadi miliknya. Pujian dan umpatan menjadi dua hal yang sudah biasa tertuju pada sang penjaga gawang. Namun justru itu pula yang membuat mentalnya semakin kuat.
"Saya hanya ingin fokus pada pertandingan. Kritikan itu justru membuatku semakin percaya diri saat pertandingan berikutnya. Ada momen yang justru negatif, tapi setelah itu menciptakan energi baru teramat besar," komentar Hart, terkait beberapa tudingan minor yang tertuju padanya.
Sejak musim 2009-2010, Hart menjelma menjadi langganan di bawah mistar Manchester Biru, juga timnas Inggris. Sayang, seperti sebuah cerita sejarah, kejadian tragis masa lalu kembali terulang.
Semua itu berawal dari keputusan manajemen Manchester City untuk mendatangkang Josep Guardiola sebagai manajer baru. Pria yang menggantikan Manuel Pellegrini tersebut memiliki karakter disiplin yang sangat keras. Ia tak memandang pemain bintang, dan hanya melihat bagaimana kebiasaan saat di sesi latihan dan pertandingan.
Karakter itu sepertinya tak menguntungkan Hart. Sama seperti 9 tahun lalu, ia tersingkir pada saat usianya justru berada dalam zona emas karier seorang pesepak bola. Hart berusia 29 tahun kala harus menepi dari Etihad Stadium.
Alasan tindakan indisipliner sempat mengemuka. Seperti dirilis Manchester Evening News (MEN), Hart sempat berbuat negatif dalam beberapa sesi latihan. Kebiasaan di luar lapangan, terutama bersentuhan dengan dunia malam, juga menjadi acuan Guardiola untuk 'memberi pelajaran' pada pria berpostur 196 cm tersebut.
Advertisement
Sejarah Baru
Sampai akhirnya, Selasa (31/8/2016), Hart membuka sejarah baru. "Selama beberapa tahun berada di Etihad Stadium, saya tak pernah melihat begitu banyak fans di satu tempat,". Kalimat tersebut meluncur sesaat setelah sampai di kota Turin.
Ke kota di Italia tersebut, Hart bukan dalam perjalanan wisata. Maklum, sebelum terbang ke kota asal klub raksasa, Juventus tersebut, ia meminta secara khusus sebuah jet pribadi.
Di kota itu juga, ia bukan ke markas Juventus. Sambutan ultras di bandara, saat dirinya turun dari jet pribadi, adalah sekelompok fans garis keras Torino. Yup, Hart kini berkostum Torino, dengan status pinjaman untuk setahun ke depan.
Bak filosofi sebuah jet pribadi, yang melesat cepat saat terbang dan mendarat, Hart sedang mengalami hal tersebut. Hart harus rela menanggalkan kehidupan malam nan mewah di pusat kota Manchester dan London, berganti dengan suasana kota Turin, yang cenderung sepi.
Keputusan untuk menuju Torino nyaris berada di luar prediksi banyak orang. Awalnya, ia sempat digadang-gadang bakal berada di sekitar klub Premier League dan La Liga. Maklum, dengan level teknik tinggi serta usia emas, banyak tim yang bakal meminta jasanya.
Namun hal itu tak berlaku. Manajemen Manchester City justru mengirim Hart ke Torino. Bukan perkara mudah bagi sang kiper, karena ia harus rela merasakan 'hukuman' lain, yang pemotongan gaji!
Pindah ke ranah Italia, yang terkenal dengan komposisi klub yang tak terlalu kuat dalam hal finansial, Hart hanya menerima gaji 55 ribu pounds atau sekitar Rp 825 juta per pekan. Angka itu jauh dari apa yang biasa diterimanya saat berkostum Manchester City, yakni Rp 2,025 miliar per minggu.
Tak hanya itu, ia juga dipastikan tak akan mendapatkan kemewahan lain, seperti mobil ataupun properti dengan ornamen dalam yang bernilai seni tinggi. Hal itu tercermin saat kedatangannya ke Turin. Hart hanya diterima di kantor pusat klub, untuk selanjutnya terbang lagi ke Inggris.
Maklum, ia hanya berstatus penerima dispensasi dari Manajer Timnas Inggris, Sam Allardyce. Sang bos memberi waktu agar semua proses administrasi Joe Hart bisa berjalan cepat. Alhasil, fans Torino baru akan melihat aksinya saat tim mereka melawat ke Atalanta, Minggu (11/9/2016).
Hart diprediksi baru merumput di markas Torino saat Il Granata mejamu Empoli, Minggu (18/9/2016). Saat terbang kembali ke Inggris, Hart sudah menancapkan sejarah baru. Ia mengulangi catatan Tony Dorigo, eks bek Chelsea dan Leeds United, yang berada di Torino sepanjang 1997-1998.
Sumber: Berbagai sumber