"Takdir bukan perkara kebetulan, melainkan sebuah pilihan," - William Jennings Bryan
Bola.com — Apa yang diucapkan William Jennings Bryan, orator politik legendaris Amerika Serikat, sebenarnya sudah terdengar sejak lama. Entah sebuah kebetulan atau memang suratan, Gianluigi Buffon yang ketika itu masih belia seakan menyerap dengan seksama kata-kata perkara takdir Tuhan itu.
Advertisement
Baca Juga
Cerita bermula ketika Italia untuk pertama kalinya menggelar pesta sepak bola bernama Piala Dunia 1990. Usia Buffon ketika itu baru 12 tahun lewat empat bulan.
Pada suatu siang yang tenang di tengah balutan cuaca khas musim panas, Buffon terlihat terpaku di depan televisi berwarna dengan layar cembung.
Matanya nyaris tak berkedip, bahkan bagian kristalinnya melebar. Entah karena objek televisi yang dilihat Buffon terlalu dekat atau mungkin dia terlalu fokus pada sosok yang berada di layar kaca.
Telinga Buffon pun mendadak kacau. Teriakan sang Ibunda dari dapur rumah seakan bias karena beradu dengan suara penonton di San Siro yang bergema melalui speaker televisi.
Ternyata, sosok hitam legam di bawah mistar gawang tim nasional Kamerun itulah yang menjadi penyebabnya. Dia adalah Thomas N'Kono, yang pada hari itu menjadi tujuan sumpah serapah Diego Maradona dan Abel Balbo karena frustrasi kesulitan membobol gawangnya.
Wajar, kekecewaan terasa tinggi karena Argentina sebagai juara bertahan Piala Dunia dipaksa menyerah 0-1 dari Kamerun pada laga pertama fase grup tersebut. Mulai detik itulah, Thomas N'Kono seakan menjadi pembawa ilham Tuhan akan takdir dalam karier sepak bola Buffon.
"Suatu saat nanti, aku ingin menjadi kiper hebat seperti dia," tegas Buffon dalam hatinya.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Tak Sengaja
Tepat hari ini, 28 Januari, 39 tahun lalu, tangisan bayi laki-laki memecah keheningan suatu rumah bersalin di Carrara, Italia. Bayi mungil itu lahir hasil buah cinta pasangan olahragawan. Ibunya bernama Maria Stella, mantan atlet lempar lembing yang menikahi Adriano Buffon, seorang mantan atlet angkat besi.
Seiring waktu berlalu, Buffon pun mulai tumbuh dan mengenal sepak bola. Setahun setelah menyaksikan Thomas N'Kono, Buffon kemudian menuntut ilmu di akademi sepak bola Parma, klub yang berjarak 136 km ke arah utara dari tanah kelahirannya.
Sama seperti anak seusianya, Buffon yang berpostur jangkung ketika itu memilih posisi penyerang sebagai favoritnya. Akan tetapi, entah karena alasan apa, pelatih akademi Parma melakukan spekulasi yang berdampak langsung pada karier Buffon.
Dia diminta bermain sebagai kiper. Beruntung, penampilan perdananya di bawah mistar gawang membuat pelatih terkesan. Sejak saat itu sampai sekarang, Buffon tetap bermain dan menuai kesuksesan sebagai penjaga gawang.
"Saya menjadi kiper karena terinspirasi oleh N'Kono. Dulunya saya seorang penyerang sampai umur 13 tahun. Hingga suatu hari diminta untuk mengawal gawang dan beruntung ketika itu saya tampil bagus," kenang Buffon.
Bakat Buffon di tim junior rupanya terendus oleh pelatih tim senior Parma, Nevio Scala. Secara mengejutkan, Scala memasukkan nama Buffon untuk melengkapi kuota kiper musim 1995-1996 atau setelah empat tahun menimba ilmu di akademi I Gialloblu.
Buffon menggunakan nomor punggung 12, di mana posisi kiper inti dihuni oleh Luca Bucci. Sebagai pemuda berusia 17 tahun, Buffon juga harus bersaing dengan kiper veteran, Alessandro Nista, yang usianya 13 tahun lebih tua.
Di situlah Buffon akhirnya mulai mengenal Filippo Inzaghi, Fabio Cannavaro, Dino Baggio, hingga Gianfranco Zola. Tanggal 5 November 1995 kemudian menandai debut Buffon di bawah mistar gawang Parma pada usia 17 tahun. Hebatnya, ketika itu Buffon tampil apik saat Parma menjamu AC Milan di Stadio Ennio Tardini.
Padahal, AC Milan sedang kuat-kuatnya karena dihuni George Weah, Roberto Baggio, dan Paolo Di Canio. Namun, sejumlah serangan ketika itu dengan mudah dipatahkan oleh Buffon.
Pada penghujung musim, Parma hanya mampu finis di posisi keenam dengan AC Milan yang menjadi juaranya. Buffon pun tercatat mengemas sembilan penampilan dalam musim debutnya tersebut.
Sejak saat itu, Buffon berhasil menjadi pilihan pertama di bawah mistar gawang Parma. Meski tak mampu memberikan gelar Serie A, Buffon tercatat memiliki peran penting dengan meraih tiga trofi seperti Coppa Italia 1998-1999, Supercoppa Italiana 1999, dan Piala UEFA 1998-1999.
Advertisement
Melegenda Di Juventus
Penampilan apik Buffon bersama Parma ternyata mencuri perhatian Juventus. Maklum, ketika itu klub asal Turin tersebut sedang mencari kiper baru karena Edwin van der Sar hengkang ke Fulham. Nama Buffon pun mendadak tenar mengisi headline media-media cetak Italia.
Selain Juventus, Buffon juga dikaitkan dengan klub-klub elit lainnya seperti AS Roma sampai Barcelona. Hingga akhirnya pada suatu sore ditanggal 3 Juli 2001, Italia dibuat gempar karena Juventus secara resmi mengumumkan perekrutan Buffon dari Parma. Bukan karena sosok Buffon, melainkan karena faktor keberanian Si Nyonya Tua menggelontorkan dana besar untuk kiper yang saat itu masih berusia 23 tahun.
Sebuah rekor baru di buku bursa transfer dunia tercipta atas nama Buffon. Mahar 53 juta euro (Rp 758,12 miliar) membuat Buffon dinobatkan sebagai kiper dengan biaya transfer termahal di dunia. Untuk ukuran tahun 2001, tentu saja biaya tersebut bisa disebut Mega Transfer.
Langkah pertama Buffon bersama Juventus kemudian ditandai pada 26 Agustus 2001. Ketika itu, dia langsung mencuri hati publik Turin karena berhasil menjaga kesucian gawangnya dari gempuran Venezia sekaligus membantu Juventus meraih kemenangan 4-0.
Buffon sukses mewujudkan impian meraih gelar Scudetto setelah I Bianconeri finis di puncak klasemen Serie A 2001-2002 dengan torehan 71 poin, unggul satu angka dari AS Roma.
Berlanjut ke tahun 2006, Buffon harus menjalani bab terberat dalam karier sepak bolanya bersama Juventus. Kesetiaan Buffon ketika itu dapat ujian besar kala Juventus dinyatakan terlibat skandal pengaturan skor atau yang lebih umum dikenal dengan sebutan Calciopoli.
Juventus divonis turun ke Serie B untuk musim 2006-2007. Keputusan yang sangat mengganggu Buffon karena ketika itu sedang mempersiapkan diri untuk berlaga di Piala Dunia 2006 bersama tim nasional Italia.
Namun, langit mendung dalam karier Buffon kemudian berubah pelangi pada 9 Juli 2006. Timnas Italia di bawah kendalinya berhasil menyabet gelar Piala Dunia 2006 setelah mengalahkan Prancis melalui adu penalti dengan skor 5-3.
Sepulang dari Piala Dunia Jerman, Buffon membuktikan kesetiaannya pada Juventus. Bersama Alessandro Del Piero yang menjadi pentolan klub, Buffon menolak hengkang dan bertekad mengembalikan Juventus ke Serie A.
Kesetian Buffon menuai pujian dari berbagai pihak dan tentunya suporter Juventus. Bahkan, pelatih sekelas Jupp Heynckes dibuat kagum akan sikap ksatria Buffon yang menaruh sumpah setia pada Juventus yang telah dia pilih sebagai 'wanitanya'.
"Buffon adalah salah satu dari kiper terbaik dalam sejarah sepak bola. Ketika Juventus turun ke Serie B, dia menunjukkan kesetiaannya pada tim dan itu merupakan sikap yang luar biasa," ujar Heynckes.
Dengan kehadiran Buffon, Del Piero dan Pavel Nedved, Juventus tak butuh waktu lama untuk bisa kembali ke Serie A setelah finis di posisi pertama pada kompetisi Serie B musim 2006-2007.
Sejak saat itu, belum ada kiper yang mampu menggantikan peran Buffon di bawah mistar gawang Juventus. Bagi Juventini, adalah dosa besar jika tak menganggap Buffon sebagai legenda. Sebab, namanya sudah layak menghuni buku bertuliskan tinta emas dalam sejarah klub karena mempersembahkan 15 trofi untuk Juventus di segala kompetisi.
Kisah Buffon sekilas memberi pelajaran jika Tuhan sebenarnya memberikan pilihan untuk manusia agar menentukan takdirnya sendiri. Buffon sudah merasakannya ketika dibuat terkagum-kagum dengan penampilan Thomas N'Kono di bawah mistar gawang.
Pilihan sempat ada ketika Buffon mengawali kiprah sebagai penyerang. Namun, Buffon akhirnya memilih takdir lain yang dirajut dari sebuah ketidaksengajaan hingga akhirnya menjadi penentu kariernya hingga sekarang.
Selamat ulang tahun, Gianluigi 'Gigi' Buffon!
Sumber: Berbagai Sumber