Bola.com - Claudio Ranieri mengalami kisah pilu satu musim setelah menorehkan catatan spesial bersama Leicester City pada musim 2015-2016. Pria asal Italia itu didepak dari kursi manajer di Stadion King Power, Kamis (23/2/2017) waktu setempat.
Advertisement
Baca Juga
Ranieri mencetak sejarah setelah mengantar Leicester City ke podium juara Premier League musim lalu. Sejak berdiri pada 1884, prestasi terbaik The Foxes hanya menjadi runner-up liga pada musim 1928-1929.
Berkat pencapaian itu, Ranieri memenangi penghargaan pelatih terbaik FIFA 2016 pada Januari 2017. Ironisnya, satu bulan berselang, manajer berusia 65 tahun itu dipecat setelah Leicester City terancam degradasi.
Tidak hanya Ranieri yang lengser dari jabatannya setelah memenangi trofi liga. Hal tersebut pernah menimpa sejumlah pelatih top dunia, seperti Jose Mourinho, Fabio Capello hingga Laurent Blanc.
Berikut ini adalah lima pelatih top yang dipecat setelah meraih trofi liga:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
1. Claudio Ranieri (Leicester City)
Leicester City nyaris turun kasta ke Divisi Championship Inggris pada musim 2014-2015. Sejak menggantikan Nigel Pearson pada Juli 2015, Ranieri menyulap The Foxes menjadi juara Premier League musim 2015-2016.
Perjalanan Ranieri bersama Leicester City terhenti setelah dipecat pada Februari 2017. Pasalnya, Jamie Vardy dan rekan-rekan kini tercecer di urutan ke-17 klasemen Premier League dan hanya terpaut satu poin dari zona merah.
Alasan lainnya, Leicester City terancam gagal melangkah ke perempat final Liga Champions musim ini. The Foxes takluk 1-2 saat menyambangi markas Sevilla di Ramon Sanchez Pizjuan pada leg pertama babak 16 Besar, Rabu (22/2/2017).
Advertisement
2. Jose Mourinho (Chelsea)
Jose Mourinho kembali menangani Chelsea setelah pernah menjabat di Stamford Bridge pada 2004 hingga 2007. Era kedua manajer asal Portugal itu bersama The Blues berakhir pahit.
Mourinho membawa Chelsea menjadi juara Premier League pada musim 2014-2015. Apesnya, performa Eden Hazard dan rekan-rekan menurun pada musim berikutnya dan sempat tercecer di papan bawah klasemen.
Pada pertengahan Desember 2015, Chelsea memecat Mourinho yang kemudian digantikan Guus Hiddink sebagai caretaker. The Blues finis di posisi ke-10 klasemen akhir Premier League 2015-2016.
3. Bernd Schuster (Real Madrid)
Real Madrid menunjuk Bernd Schuster sebagai pelatih anyar untuk menggantikan Fabio Capello pada Juli 2007. Namun, dia hanya satu setengah musim bertahan di Santiago Bernabeu.
Pada musim perdananya bersama Real Madrid, arsitek asal Jerman itu mempersembahkan trofi La Liga dan Piala Super Spanyol 2007-2008. Bahkan, El Real menyamai rekor perolehan poin dalam satu musim yang pernah dicatatkan rival abadinya, Barcelona, dengan 85 poin.
Schuster sempat membuat pernyataan kontroversial dengan menyebut Real Madrid tidak mampu mengalahkan Barcelona yang dilatih Josep Guardiola. Setelah kalah 3-4 dari Sevilla pada Desember 2008, Real Madrid akhirnya memutus kontrak Schuster.
Advertisement
4. Laurent Blanc (Paris Saint-Germain)
Laurent Blanc meneruskan tongkat estafet Didier Deschamps di kursi pelatih Paris Saint-Germain pada musim panas 2013. Karier Blanc bersama Les Parisiens terbilang cukup sukses.
Selama menukangi Paris Saint-Germain, Blanc mempersembahkan sederet trofi dari kompetisi domestik, di antaranya Ligue 1 (3 kali), Coupe de France (2), Coupe de la Ligue (3), dan Trophee des Champions (3).
Nyatanya, prestasi itu belum memuaskan Presiden Paris Saint-Germain, Nasser Al-Khelaifi, menyusul kegagalan Blanc meraih trofi dari kompetisi Eropa. Les Parisiens akhirnya mendepak Blanc dan menggantinya dengan Unai Emery yang berhasil membawa Sevilla meraih tiga trofi Liga Europa.
5. Fabio Capello (Real Madrid)
Sebelum Bernd Schuster, Fabio Capello pernah mengalami pemecatan di Real Madrid. Itu terjadi pada Juni 2007 atau tepat setelah Capello mempersembahkan trofi La Liga musim 2006-2007.
Satu di antara penyebabnya adalah taktik pragmatis dan yang diterapkan Capello. Dengan skuat bertabur bintang pada era Los Galacticos, Real Madrid mengharapkan permainan yang atraktif dan menyerang.
Sumber: Berbagai sumber
Advertisement