Sukses


5 Wonderkid Yang Meredup Sebelum Waktunya

Jakarta - Di lapangan hijau sering terdapat fenomena wonderkid, yakni pemain muda yang diyakini bakal jadi yang terbaik di dunia. Namun tak selamanya pemain yang mendapat julukan wonderkid memenuhi ekspektasi.

Kilas balik 10 tahun lalu, Giuseppe Rossi pernah dianggap sebagai wonderkid istimewa dan harapan buat Italia masa depan. Namun, semakin hari, permainannya kian memburuk.

 

Cedera menjadi pengadang terbesar bagi pemain yang kini perkuat Genoa itu. Dia akhirnya jatuh dari radar, dan bahkan tak sempat perkuat klub besar setelah Manchester United 2007 dan Fiorentina 2013 lalu.

Selain Rossi, lima nama di bawah ini bisa jadi contoh wonderkid yang gagal mencapai potensinya. Siapa saja? Berikut daftarnya dikutip Sportskeeda: 

Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)

2 dari 6 halaman

5. Anthony Vanden Borre

Sepuluh tahun lalu, ada dua wonderkid yang muncul dari tim muda Anderlecht, yakni Vincent Kompany dan Anthony Vanden Borre. Beberapa bahkan menilai Vanden Borre lebih bagus.

Dia adalah pemain termuda yang pernah bermain di papan atas Belgia, setelah melakukan debutnya pada 2004 kala berusia 16 tahun. Vanden Borre, yang enam bulan lebih muda dari Kompany, meninggalkan Anderlecht setahun lebih awal dari teman dekatnya, menandatangani kontrak dengan Fiorentina.

Namun kariernya justru tak sebagus Kompany. Setelah setahun di Fiorentina, dia bergabung dengan Genoa, dan pada 2010/11 kembali ke Belgia untuk main di Genk.

Setelah beberapa tahun di Genk, Vanden Borre menandatangani kontrak untuk pulang ke Anderlecht. Dia bermain di Belgia sampai tahun lalu. Sebuah pinjaman di Montpellier memiliki akhir yang aneh dan ketika dia kembali ke Anderlecht di pertengahan musim dan tiba-tiba mengumumkan pensiun.

Baru beberapa bulan setelah pensiun, Vanden Borre bergabung dengan tim Kongo TB Mazembe. Ibunya berasal dari DR Kongo, dan dia sendiri sebenarnya lahir di Likasi, sebuah kota di bagian selatan negara ini.

3 dari 6 halaman

4. Florent Sinama-Pongolle

Seperti Vanden Borre, Florent Sinama-Pongolle juga sempat jadi buah bibir di berbagai liga top Eropa. Namun ia justru berakhir di Thailand untuk Chonburi FC.

Sinama-Pongolle adalah bintang dari Piala Dunia U-17 pada tahun 2001. Dia adalah pencetak gol terbanyak dengan sembilan gol dan terpilih sebagai pemain terbaik turnamen tersebut. Dia dan Anthony Le Tallec memimpin Prancis meraih kemenangan pertama di Piala Dunia U17.

Keduanya kemudian bergabung Liverpool dan memiliki saat-saat indah bersama tim. Tapi mereka tidak benar-benar memperkuat tempat di klub, meski menghabiskan beberapa tahun di sana.

Sinama-Pongolle kemudian memiliki hijrah ke La Liga bersama Recreativo Huelva dan Atletico Madrid, namun langsung terjatuh. Dia pernah ke Rusia dan MLS sebelum menandatangani kontrak bersama Chonburi tahun lalu.

4 dari 6 halaman

3. Marvin Martin

Marvin Martin gagal mencapai harapan yang diharapkannya. Kembali 2011, ia sebenarnya menjadi pemain ke-4 yang mencetak dua gol dalam debutnya di Prancis. Dia juga mencatat assist dalam kemenangan 3-1 atas Ukraina.

Martin baru saja menyelesaikan musim yang luar biasa di Ligue 1 kala mengemas 19 assist dalam 37 pertandingan, ditambah tiga gol bersama Sochaux. Dia kemudian ditaksir oleh Lille dan cabut ke sana usai EURO 2012.

Namun, pemain yang kini berusia 29 tahun itu belum mencetak satu gol-pun sejak meninggalkan Sochaux. Tahun pertama di Lille layak dengan tujuh assist tapi beberapa cedera menghambar kariernya.

Musim ini, Martin bermain di Ligue 2 untuk Reims setelah kontrak 5 tahun dengan Lille berakhir. Reims saat ini memimpin jalur untuk promosi, dan ini jelas bisa jadi pembuktian Martin untuk bangkit.

Ini adalah kisah yang jelas tak terduga. Pemain yang dianggap sebagai pengganti sempurna Eden Hazard di Lille lima tahun lalu, kini tidak bisa mendapatkan permainannya bahkan di Ligue 2.

5 dari 6 halaman

2. Fabio Paim

Kisah Fabio Paim terbilang yang paling miris. Dia sebenarnya merupakan produk akademi Sporting Lisbon seangkatan Cristiano Ronaldo.

Paim memiliki 42 pertandingan untuk berbagai tim muda Portugal namun tidak pernah berhasil mencapai tim senior. Dia bahkan belum pernah bermain untuk klub papan atas Portugal selama hampir sepuluh tahun.

Hingga akhirnya, Paim November kemarin baru saja tandatangani kontrak bersama Leixoes B, klub cadangan di Portugal. Banyak yang menilai, kegagalan Paim lebih karena etos kerja yang buruk. Dia dianggap pemalas dan tak mau berusaha untuk bangkit.

6 dari 6 halaman

1. Freddy Adu

Adu sebenarnya sempat dijuluki The Next Pele. Kembali di tahun 2004, saat berusia 14 tahun, Freddy Adu menjadi atlet termuda yang menandatangani kontrak profesional di Amerika Serikat. Bahkan sebelum melakukan debutnya di MLS, dia menandatangani kontrak sponsor senilai 1 juta dolar AS dengan Nike.

Semuanya berjalan cukup baik. Dia membantu DC United meraih gelar MLS di musim debutnya, mencetak lima gol dalam 34 pertandingan. Pada saat berusia 16 tahun, Adu mengemas 11 gol dan 17 assist di MLS. Statistik yang sangat bagus untuk anak muda.

Pada tahun 2007, Adu ditunjuk jadi kapten Amerika Serikat di Piala Dunia U17 kala nyaris lolos semifinal. Mereka mengalahkan tim Brasil yang memiliki beberapa nama seperti Willian, Marcelo dan David Luiz pada babak grup. Adu sendiri mencetak hat-trick dalam pertandingan grup melawan Polandia.

Benfica datang setelah gelaran itu dan dianggap sebagai langkah tepat. Namun justru saat itulah kemunculannya tiba-tiba berhenti. Selama empat tahun di klub tersebut, Adu hanya main dalam 11 pertandingan liga untuk Benfica. Dia dipinjamkan berkali-kali tapi tidak pernah menemukan kembali performanya.

Adu kembali ke AS pada Agustus 2011 untuk menandatangani kontrak bersama Philadelphia Union. Namun, dia tidak pernah terlihat seperti pemain yang sama lagi. Dia hanya kemas tujuh gol dalam 35 pertandingan. Dia akhirnya menghabiskan beberapa bulan di Bahia sebelum hilang dari peredaran.

Dia tak diragukan adalah pemain berbakat. Namun, kariernya hancur mirip dengan Paim karena kurangnya kerja keras. Adu juga mengaku beberapa kepentingan komersial yang didapatkannya membuat sentuhannya di lapangan hilang dan malah sering hadiri banyak promosi dan wawancara. (Indra Eka Setiawan)

Saksikan video menarik di bawah ini:

 

Video Populer

Foto Populer