Bola.com, Milazzo - Tidak ada pria yang hebat sejak lahir. Namun mereka tumbuh besar dengan hebat - Don Corleone (The Godfather, Mario Puzo, 1969)
Pulau Sisilia terkenal sebagai salah satu tempat paling mengerikan di Italia. Pulau indah di pesisir selatan Italia itu punya reputasi sebagai tempat beroperasi mafia-mafia besar negeri Pizza.
Bahkan, reputasi buruk pulau di Lautan Mediterania itu menginspirasi salah satu novelis Amerika Serikat keturunan Italia, Mario Puzo, dalam menulis novel legendarisnya, The Godfather. Keluarga Corleone yang menjadi tokoh sentral novel tersebut diceritakan berasal dari Sisilia.
Advertisement
Baca Juga
Meski begitu, Pulau Sisilia bagai surga untuk seorang pemuda imigran asal Gambia yang bernama Abubacarr Konta. Abu, demikian dia biasa dipanggil, mengadu nasib dan mengejar mimpi di Kota Milazzo yang terletak di pulau tersebut.
Setiap pagi Abu bangun lebih pagi dari anak-anak seusianya dan bersiap untuk bekerja. Abu berangkat ke salah satu restoran di Kota Milazzo dengan mengenakan Toque (topi untuk koki) dan celemek.
Sebagai seorang pengungsi Abu harus bekerja dua kali lebih keras dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Terlebih, saat ini dia menjadi tulang punggung keluarganya yang masih tinggal di Gambia.
Setelah selesai bekerja, Abu menekuni hobi sekaligus mengejar mimpinya untuk bermain sepak bola. Bersama dengan sekelompok pengungsi berusia 15 sampai 18 tahun, Abu berlatih sepak bola setiap sore di akademi Don Peppino Cutropia SPRAR (badan yang mengurus dan melindungi pengungsi) yang terletak di dekat pusat Kota Milazzo.
Akademi itu tercipta melalui kerja sama SPRAR dengan Federasi Sepak Bola Italia (FIGC). Di sana, kerap terdapat pelatihan dari FIGC untuk para pemain muda sekaligus menjadi sarana mereka belajar bahasa Italia untuk kehidupan sehari-hari.
"Saya selalu gembira ketika bermain sepak bola. Saya sangat mencintai sepak bola. Sepak bola menyatukan dan membuat kami menjadi seperti keluarga. Kami saling membantu satu sama lain," kata Abu ketika dihubungi Bola.com.
Sejatinya, Abu punya cukup kesamaan dengan Don Corleone, salah satu tokoh sentral dalam novel The Godfather. Keduanya sama-sama yatim piatu yang merantau dan punya hubungan dengan Pulau Sisilia. Bedanya, Abu datang ke Pulau Sisilia sementara Don Corleone angkat kaki dari sana.
Â
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Menantang Maut
Sewajarnya, bocah berusia 16 tahun seperti Abu masih memikirkan pendidikan atau sekadar bersenang-senang. Nasib buruk mengubah hidup Abu, dia tidak merasakan kasih sayang kedua orang tuanya karena kehilangan mereka pada usia yang masih sangat muda.
Setelah kepergian orang tuanya, Abu kecil selalu melihat ke arah lautan. Pemuda itu berharap nasib baik dapat menolongnya suatu hari nanti. Kondisi yang semakin berat membuat Abu mengambil keputusan sulit ketika memasuki usia belasan.
Abu memutuskan untuk mengejar mimpi menjadi pemain sepak bola ke Eropa ketika berusia 14 tahun. Bukan sekadar mengejar mimpi, dia juga berharap dapat memperbaiki peruntungannya. Italia menjadi negara Eropa yang menjadi tujuan Abu. Hal itu karena Negeri Pizza terkenal sebagai pencinta si kulit bundar dan secara geografis cukup dekat dengan daratan Afrika.
Sejatinya jarak antara Gambia dengan Italia tidak bisa dibilang dekat. Kedua negara terpisah sekitar 6000 kilometer. Jarak itu memiliki luas hampir sama dengan tiga kali perjalanan dari Jakarta ke Aceh.
Paris Saint-Germain Inginkan Jasa Pep Guardiola https://t.co/vP9CZqaK8f
— Bolacom (@bolacomID) January 20, 2018
"Saya meninggalkan Gambia bersama beberapa teman ke Senegal dan menghabiskan waktu selama dua pekan. Setelah itu, saya tinggal di Mali tiga pekan, kemudian menuju Burkina Faso dan Niger, sebelum tiba di Libya. Saya tinggal selama tiga bulan di sana," tutur Abu.
Seperti kebanyakan imigran asal Afrika, Libya merupakan titik penyeberangan menuju Eropa lewat Laut Mediterania. Meski terdengar mudah, nyatanya penyeberangan itu cukup berbahaya. Faktanya, sebagian besar imigran justru meninggal ketika tengah menyeberangi laut tersebut. Abu sendiri termasuk salah satu yang beruntung.
"Saya dan teman-teman berada dalam kapal yang sama, tetapi terjadi kerusakan. Saat itu, kami duduk sedikit berjauhan. Saya ingat air mulai memasuki kapal kami. Satu per satu teman saya tenggelam, tetapi saya tidak bisa menyelamatkan mereka," kenang bocah asal Gambia itu.
Setelah berbagai kesulitan itu, Abu berhasil menginjakkan kaki di bumi Italia, tepatnya di Kota Messina. Pemuda berambut gimbal itu hanya memiliki masing-masing sebuah kaus dan celana ketika tiba di negeri pizza tersebut.
"Saat itu saya tidak punya sepatu. Orang-orang di Sisilia sangat baik kepada saya. Tanpa bantuan mereka, mungkin saya sudah meninggal. Mereka mmberikan saya pakaian dan sepatu, serta pekerjaan," kata Abu.
"Sebagai seorang Muslim, saya tidak menemukan kesulitan tinggal di Italia yang mayoritas penduduknya beragama Nasrani. Mereka semua baik dan selalu membantu saya," lanjutnya.
Â
Advertisement
Barcelona dan Xabi Alonso
Meski merantau ke Italia, rupanya Abu lebih dekat dengan sepak bola Spanyol. Pemuda 16 tahun itu merupakan penggemar Barcelona dan mengidolakan mantan gelandang timnas Spanyol, Xabi Alonso.
"Saat ini saya menimba ilmu di akademi sepak bola Don Peppino Cutropia di Milazzo. Saya bermimpi dapat membela Barcelona pada masa depan," ujar Abu kepada Bola.com.
Xabi Alonso adalah salah satu pemain paling sukses sepanjang sejarah Spanyol. Pria yang pensiun pada 2017 lalu itu merupakan bagian dari skuat La Furia Roja yang memenangi Piala Dunia 2010 serta Piala Eropa 2008 dan 2012.
"Saya menyukai gaya bermain Xabi Alonso, dia merupakan pemain favorit saya. Ketika masih tinggal di Gambia, orang-orang kerap memanggil saya Xabi Alonso. Saya bermain sebagai gelandang bertahan sepertinya," kata Abu.
Pada saat yang sama, Abu juga mengungkapkan ambisinya. Dia ingin memperbaiki kehidupannya juga keluarganya. Maklum, saudara-saudaranya masih tinggal di Gambia.
"Saya ingin bekerja keras mengurus keluarga saya. Tidak ada yang tahu, mungkin saya dapat menjadi seorang pesepak bola. Sepak bola adalah hidup saya. Sepak bola menyatukan semua orang, hal itu membuat saya jatuh cinta dengan olahraga ini," kata Abu.
Menilik kemiripan jalan cerita antara Abubacarr Konta dengan Don Corleone, bukan tidak mungkin pemuda asal Gambia itu menapaki kesuksesan karakter yang diperankan oleh Marlon Bando dalam adaptasi filmnya. Sepak bola dapat menjadi jalan bagi Abu untuk hidup lebih layak dan melupakan masa lalunya.
Sepak bola menyatukan banyak kalangan, hal itu membuat saya jatuh cinta dengan olahraga ini - Abubacarr Konta