Laporan Jurnalis Bola.com, Aditya Wicaksono, dari Dusseldorf, Jerman EROPA di bulan April belum menjadi sahabat yang nyaman bagi kulit orang Asia. Setidaknya itulah yang saya rasakan ketika baru keluar dari pintu pesawat. Hembusan angin dari sela-sela pintu, karena masih antre keluar si burung besi, sudah menyapa.
Setelah keluar, apa yang saya pikirkan - suhu dingin - menjadi kenyataan. Bandara Dusseldorf, Jerman, mungkin bisa tertawa jika memiliki mulut. Bagaimana tidak, bagi saya yang berasal dari Asia, suhu 'hangat' tak serta merta memberi sapaan nyaman.
Advertisement
Baca Juga
Bagi saya, yang menghabiskan waktu 18 jam dari Indonesia menuju Dusseldorf, lalu bersenggolan dengan suhu 11 derajat Celcius, memberi warna yang berbeda. Pertama sejuk, tapi lama-kelamaan berangsur bak ditusuk hawa dingin.
Namun,semua 'perkenalan' tersebut memberi energi yang luar biasa. Bukan karena Jerman-nya, melainkan pengalaman segudang yang akan saya dapatkan di depan mata. Yup, Dusseldorf, kota yang membuat saya terkesima karena tertata rapi, seakan sudah bersiap memberikan awal pengetahuan berharga, sesuatu yang tak semua orang, terutama jurnalis, bisa merasakan langsung.
Seperti pada pembuka tulisan ini, saya ke Jerman bukan semata melihat bagaimana teraturnya budaya Eropa. Lebih dari itu, faktor Bundesliga menjadi magnet luar biasa. Kok bisa?
Di tengah gempuran industrialisasi sepak bola, seluruh elemen, terutama pengelola liga domestik di kawasan Eropa, berlomba mengubah struktur. Sebagian besar dari mereka, melalui otoritas kompetisi, memberi warna baru, seperti kampanye brand, perubahan logo, format, sampai ke arah digital. Ragam varian tersebut sudah jamak, karena nilai komersialisasi sepak bola semakin meningkat.
Namun, sepengetahuan saya, ada satu yang menarik dari Bundesliga. Mereka terkenal memiliki sistem akademi junior yang tertata rapi, visioner dan pandai mengatur siasat yang berujung pada kekuatan di level tim nasional Jerman. Bukti sudah terpampang pada beberapa perhelatan, baik Piala Dunia, Piala Eropa ataupun ajang yang lain.
Jerman menjadi satu di antara sedikit negara papan atas di Eropa, bersama Italia, yang berani menampilkan para pemain yang berkompetisi di level lokal. Bundesliga, dan beberapa kompetisi di divisi bawah, selalu konsisten menciptakan para pemain muda dengan jenjang yang jelas.
Walhasil, saya sangat antusias melihat beberapa latar tersebut. Bagi saya, Jerman, sebuah negara di Eropa dengan koleksi Lima gelar Piala Dunia berhasil, sangat menarik perhatian. Hal itu berbeda dengan sebagian besar penikmati sepak bola di Indonesia, yang melirik setengah mata kompetisi domestik di negara tersebut
Saya yakin, sebenarnya ada banyak hal yang bisa digali dari budaya sepak bola Jerman, terutama di pentas Bundesliga. Karena itulah, saya bersemangat ketika mendapat kesempatan menjadi partisipan Bundesliga Media Visit Tour 2018, yang berlangsung 13 - 16 April 2018.
Tidak hanya Indonesia, beberapa rekan media dari negara tetangga mendapat undangan serupa, yaitu Malaysia, Thailand, Vietnam dan Singapura. Dari sisi ini saja, saya berkesimpulan Bundesliga terus berusaha melebarkan saya 'branding' mereka ke kawasan Asia Tenggara, sesuatu yang sudah digarap para kompetitor, terutama Premier League Inggris dan La Liga Spanyol.
Sekadar menarik ke belakang, belum adanya penerbangan dari Indonesia ke Jerman, membuat perjalanan harus berhenti sejenak di Istanbul, Turki untuk singgah dan pindah pesawat. Sebenarnya, ini adalah kesempatan yang menarik, sekaligus mengecap gemerlap sepak bola di Turki yang terkenal dengan suporter fanatiknya.
Namun sayang, waktu singgah yang tidak begitu lama, membuat perjalanan harus segera dilanjutkan menuju Dusseldorf, Jerman. Program Bundesliga Media Visit Tour 2018 menjadi bentuk komitmen Bundesliga lebih mengenalkan sistem dan struktur dari kompetisi kasta tertinggi di Jerman tersebut agar bisa berkembang dan bertumbuh bersama negara-negara di Asia.
Ragam varian program sudah dibuat pihak Bundesliga. Kemarin, saya sudah mendapatkan materi menarik melalui Bundesliga Workshop dan Public Seeing: Vfl Wolfsburg Vs FC Augsburg.
Hari ini waktu Indonesia, saya sudah bersiap merasakan sensasi stadio BayArena, markas Bayer Leverkusen. Tak cukup, nanti saya akan menggambarkan bagaimana rasanya menonton pertandingan Bundesliga antara Bayer Leverkusen kontra Eintracht Frankfurt.
Pada dua hari terakhir, yakni Minggu dan Senin, saya akan berkesempatan menuju kawasan yang dianggap memiliki duel sekota alias derbi terpanas di Jerman, yakni Dortmund dan Gelsenkirchen.
Pada program bersama Bundesliga kali ini, saya akan mengikuti tur ke museum sepak bola, lalu menonton pertandingan Schalke Vs Borussia Dortmund. Setelah itu, giliran saya akan melakukan perjalanan tur ke Signal Iduna Park, rumah Borussia Dortmund. Salam