Jakarta - Bentuknya boleh saja sangat jauh berbeda. Begitu juga dengan peruntukannya. Namun baik Milan Centrale maupun kandang AC Milan, Stadion San Siro punya kesamaan satu dengan yang lain, yakni sama-sama rancangan oleh arsitek asal Italia, Ulisse Stacchini!
Stacchini lahir di Florence, 3 Juli 1871 lalu. Kedekatannya dengan AC Milan berawal dari pendidikan yang ditempuh di kota mode itu. Semasa hidup, dia telah dipercaya merancang sejumlah bangunan, tapi dua karya paling fenomenal adalah San Siro dan Milano Centrale.
Advertisement
Milano Centrale dan San Siro saat ini sama-sama menjadi ikon kota Milan. San Siro yang juga dikenal sebagai Stadion Giuseppe Meaza lebih dulu rampung, yakni pada tahun 1926. Sementara stasiun kereta Milano Centrale baru menyusul lima tahun kemudian (1931).
Lokasi keduanya juga tidak jauh berbeda. Milano Centrale sendiri berada di kawasan Piazza Duca d'Aosta dan San Siro 30 di Via Piccolomini 5 yang bisa ditempuh 30 menit naik Metro.
Beberapa waktu lalu, Liputan6.com berkesempatan melihat kedua bangunan megah itu di sela-sela acara pameran kendaran roda dua EICMA 2019, pada 7-10 November lalu.
Milano Centrale disebut-sebut sebagai stasiun kereta tercantik di dunia. Sepintas, bangunan ini tidak mirip stasiun kereta sama sekali. Apalagi bagi yang pertama melihatnya. Saat siang hari, dari luar, stasiun ini mirip gedung teater atau kantor pemerintahan abad pertengahan.
Patung apel raksasa menyambut pengunjung yang hendak masuk lewat pintu utama. Gedungnya tampak kokoh dengan berbagai hiasan klasik menghiasi dindingnya. Saat matahari bersinar cerah, Milano Centrale benar-benar menampakkan kemegahannya.
Terdapat tiga lorong di pintu masuk utama. Di dalamnya, interior Milano Centrale tidak kalah memukau. Patung-patung dengan bernilai seni tinggi tampak menghiasi dindingnya.
Bagian langit-langitnya dibuat tinggi dan dilapisi kaca di beberapa bagian. Bentuknya yang melengkung menambah kesan megah layaknya bangunan bersejarah lain di kota Milan.
Meski demikian, fasilitas pendukung stasiun Milano Centrale terbilang modern. Mulai dari papan pengumuman kedatangan dan keberankatan kereta hingga gerai-gerai pedagang yang ada di dalamnya. Lantainya juga terbuat dari marmer dengan corak yang sangat elegan.
Waktu belum pukul 07.00 saat Liputan6 berada di sana. Meski demikian, para penumpang sudah ramai hilir mudik di stasiun. Sebagian baru tiba dan sebagian lagi hendak berangkat.
Hanya saja, suasana yang masih gelap membuat gedung ini terkesan suram, mirip gedung-gedung tua peninggalan kolonial Belanda yang banyak tersebar di Indonesia. Kesan 'horor' semakin kental terasa bila mengetahui sejarah kelam yang mewarnai gedung megah ini.
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Sempat Mangkrak
Milano Centralo telah berdiri sejak 1864. Namun dulu belum seperti sekarang. Bangunan pertama karya arsitek Prancis, Louis Jules Bouchat, mirip gedung-gedung di Paris.
Stasiun ini dibangun untuk menggantikan Porta Tosa yang merupakan ujung jalur Treviglio dan stasiun Porta Nuova yang menjadi penghungung ke Monza. Stasiun ini juga terhubung dengan seluruh jalur yang dibangun mengelilingi Milan dan beroperasi hingga 31 Juni 1931.
Namun stasiun lama sudah tidak berbekas sama sekali. Sebab Milano Centralo karya Stacchini benar-benar mengusung tema dan gaya arsitek yang berbeda pula.
Milano Centrale digagas Raja Victor Emmanuel III. Dia meletakkan batu pertama pada 28 April 1906 saat cetak biru pembangunannya belum dibuat. Tender akhirnya dimenangkan Stacchini pada 1912 dengan mengusung model seperti Union Station di Washington DC, Amerika Serikat. Itu sebabnya, di depan pintu utama Milano Centrale Stacchini menempatkan patung apel raksasa, yang merupakan lambang kota Wahsington.
Krisis ekonomi yang melanda Italia pada perang dunia I membuat proyek ini berjalan lambat. Apalagi desain yang awalnya sederhana belakangan bertambah rumit karena banyaknya perubahan. Akibatnya proses pengerjaan tidak bisa selesai tepat waktu.
Saat diktator Benito Mussolini menjadi perdana menteri Italia, dia ingin stasiun itu merepresentasikan rezim fasis. Perubahan besar kemudian dilakukan pada bagian peron dengan memperkenalkan model kanopi berbahan besi karya Alberto Fava.
Setelah pembangunan dikebut, pada 1925, Milano Centrale akhirnya resmi dibuka oleh Menteri Luar Negeri, Galeazzo Ciano dan beberapa kali direnovasi hingga saat ini.
Advertisement
Sejarah Kelam
Di balik keindahannya, Milano Centrale, menyimpan masa lalu yang bikin bulu kuduk merinding. Ya, stasiun ini merupakan saksi kekejaman tentara Nazi pimpinan Adolf Hitler.
Saat tragedi Holocaust melanda Italia, stasiun ini berperan dalam proses pemindahan tahanan dari penjara San Vittore ke lokasi pemusnahan massal. Mereka yang kebanyakan berasal dari Utara Italia lalu dibawa ke jalur rahasia, Binario 21 di bagian bawah stasiun. Dari sini sebanyak 120 ribu tawanan diangkut dengan 15 kereta untuk selanjutnya dieksekusi.
Milano Centrale telah mengalami banyak pembaruan hingga saat ini. Utamanya pada sisi pelayanan jalur-jalur kereta. Namun beberapa bangunan yang menjadi saksi kelamnya tragedi Holocoust tetap bertahan, termasuk ruang tunggu dengan lantai bergambar lambang Nazi yang dibangun untuk menyambut Hitler. Ruangan itu saat ini tidak dibuka untuk umum.
Stadion San Siro
Lalu seperti apa penampakan Stadion San Siro? Silahkan ikuti kisahnya di pada tautan ini.
Sumber asli: Liputan6.com
Disadur dari: Liputan6.com (Marco Tampubolon/Edu Krisnadefa, Published 27/11/2019)
Advertisement