Jakarta - Pelatih Juventus, Maurizio Sarri, merasa timnya menunjukkan perkembangan setelah kemenangan 2-1 atas SPAL, Sabtu (22/2/2020), dalam pertandingan lanjutan Liga Italia Serie A 2019-2020.
Namun, ekspektasi terhadap I Bianconeri ternyata lebih tinggi dari pencapaian mereka sejauh ini. Sarri ditanya berapa lama lagi untuk melihat Juventus seperti yang diharapkan para penggemar dan media.
Advertisement
"Itu tergantung apa yang orang harapkan. Tim ini berkembang, saya pikir dan berharap kami memiliki margin besar untuk peningkatan, terutama dalam konsistensi kinerja dan intensitas kami selama 90 menit," kata Sarri, seperti dilansir Tribal Football.
"Datang ke sini (SPAL) tiga hari sebelum laga Liga Champions dan bermain dengan konsentrasi seperti itu, menjadi hal yang tidak bisa diterima begitu saja, jadi ini adalah langkah maju," tutur eks pelatih Napoli ini.
Liga Champions diketahui sebagai target utama untuk Juventus musim ini. Namun, Sarri menekankan bahwa I Bianconeri juga harus menargetkan untuk mempertahankan gelar scudetto yang mereka rebut musim lalu.
"Tujuan kami harus tetap meraih Scudetto dan Liga Champions adalah impian. Dalam hidup kadang-kadang ada baiknya mengejar impian Anda dan kehilangan tujuan Anda," beber Sarri.
Saksikan Video Pilihan Kami:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Sistem Gugur Liga Champions Penuh Risiko
Lebih lanjut Sarri menyebut Liga Champions sudah masuk sistem gugur yang artinya ada sangat sedikit pertandingan dan masing-masing bisa menentukan.
"Ini adalah kompetisi yang berada dalam jangkauan 10-12 tim, jadi siapa pun yang menang pada akhirnya bukan hanya yang terbaik, tetapi juga yang paling beruntung," jelas pelatih berusia 61 tahun itu.
Sarri juga mengambil contoh bagaimana Chelsea musim lalu berhasil dia antarkan menjadi juara Liga Europa. Menurut Sarri, itu perjalanan yang berisiko, karena dengan sistem gugur siapapun bisa terhenti, tak peduli tim itu lebih diunggulkan.
"Musim lalu Chelsea bermain di Liga Europa dengan 13 kemenangan dan dua kali imbang, namun kami berisiko keluar pada satu babak dan harus lolos kualifikasi melalui adu penalti. Jadi kami berisiko tidak memenangkannya, meskipun kemudian tidak terkalahkan dan memenangkan 13 pertandingan," terangnya.
Disadur dari: Liputan6.com (Windi Wicaksono/Achmad Yani Yustiawan, Published 24/2/2020)
Advertisement