TIMNAS Italia gagal lolos ke Piala Dunia 2018. Itu bak dosa besar buat Negara Sepatu Bot tersebut. Itulah mengapa, Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) langsung berbenah.
Diawali momen pengunduran diri Presiden FIGC ketika itu, Carlo Tavecchio, sebagai pertanggungjawaban karena gagal lolos, sepak bola Italia seperti kembali ke titik nol. Mereka benar-benar memulai semuanya dari bawah.
Advertisement
Pemain yang sudah melewati usia emas mulai ditepikan, digantikan pemain dengan usia rata-rata 24 tahun.
Jajaran tim pelatih juga dirombak. Dari pelatih gaek Gian Piero Ventura, mula-mula diisi Luigi Di Biagio sebagai caretaker. Baru kemudian dipilih sosok definitif, Roberto Mancini.
Di bawah Roberto Mancini, Timnas Italia seperti berganti wajah. Banyak muka baru yang selama ini tidak dapat banyak menerima panggilan dari timnas.
Pemain berusia di atas 30 tahun yang menerima pemanggilan, baik uji coba maupun pertandingan resmi seperti kualifikasi Piala Eropa 2020, jumlahnya bisa "dihitung dengan jari". Ini merupakan bentuk revolusi Italia.
Di posisi kiper utama ada Gianluigi Donnarumma. Kiper ajaib dari AC Milan yang sudah naik daun di usia 16 tahun. Kalau bukan karena cedera, Donnarumma selalu menjadi kiper utama Italia.
Lalu di lapangan belakang, tengok pemain macam Alessio Romagnoli, Alessandro Florenzi, hingga Giovanni Di Lorenzo. Usianya tidak ada yang lebih dari 28 tahun di tahun kemarin, saat berlangsungnya kualifikasi Piala Eropa 2020. Mereka hanya dilapis dua bek tengah senior, Leonardo Bonucci dan Francesco Acerbi.
Di lini tengah ada Jorginho, gelandang Chelsea yang usianya masuk masa emas, 28 tahun. Lalu ada duo Nicolo, Barella dan Zaniolo. Ada lagi pemain yang baru 19 tahun, Sandro Tonali. Ia sudah menjadi langganan skuat nasional.
Untuk lini depan, pemain yang diandalkan antara lain Federico Chiesa, anak dari rekan seangkatan Roberto Mancini saat masih jadi pemain, Enrico Chiesa. Selain itu tidak lain tidak bukan adalah Ciro Immobile, top scorer kompetisi papan atas Eropa sekarang ini.
Ciro Immobile menjadi simbol ujung tombak Timnas Italia. Di usia 30 tahun, ia sedang dalam puncak permainan. Pola permainannya pun cocok dengan sistem yang dikembangkan Roberto Mancini.
Sesuai undian yang digelar beberapa bulan lalu, Timnas Italia tergabung di Grup A. Satu tempat bersama Turki, Swiss, dan Wales. Dalam undian yang dilakukan itu Italia menempati Pot 1 atau pot unggulan.
Peluang Italia untuk melaju ke babak gugur terbilang besar. Alasannya, kemampuan Italia sekarang ini bisa dikatakan sedikit di atas tiga kompetitor. Hal itu bisa didasarkan kepada catatan di kualifikasi.
Hal itu masih ditambah dengan Italia yang bertindak sebagai tuan rumah Grup A. Jadi, tiga pertandingan fase grup Italia, semuanya akan dimainkan di Stadion Olimpico, Roma.
Dalam jadwal yang sudah disusun, Italia langsung menghadapi Turki. Negara yang pernah menjadi peringkat ketiga Piala Dunia 2002. Selain juga semifinalis di Piala Eropa 2008.
"Semua pertandingan harus dijalani dengan maksimal. Kami bukan favorit, karena semua negara memainkan sepak bola yang bagus," kata Roberto Mancini seperti dikutip dari uefa.com.
"Soal kami bermain di Roma, itu hanya keuntungan kecil. Semua pertandingan tetap akan sulit," imbuh Roberto Mancini.
Roberto Mancini adalah pilihan paling tepat FIGC untuk mengisi jabatan pelatih Timnas Italia. Riwayat kariernya terlalu bagus kalau harus disia-siakan.
Prestasi paling utama Roberto Mancini adalah sudah menaklukkan ganasnya dua kompetisi top Eropa, Serie A Italia dan Premier League. Selain La Liga, Serie A Italia dan Premier League diyakini kompetisi paling sulit.
Di Italia, Roberto Mancini pernah mengharu-biru bersama Inter. Tiga scudetto Serie A berhasil direngkuh, pada 2005-2006, 2006-2007, dan 2007/2008. Belum termasuk Coppa Italia dan Piala Super Italia.
Di Inggris? Roberto Mancini adalah orang yang berhasil membawa Manchester City kembali juara kompetisi kasta tertinggi, setelah paceklik panjang selama 44 tahun. Kali terakhir Manchester City juara pada 1967-1968, baru juara lagi pada 2011-2012. Ya, Roberto Mancini otaknya.
Pengalaman itu membuatnya unggul dalam penilaian yang dilakukan FIGC untuk kandidat pelatih Timnas Italia sepeninggal Gian Piero Ventura.
Praktis, ketika itu hanya Antonio Conte yang menjadi pesaing Roberto Mancini. Massimiliano Allegri? Baru jago di Italia bersama AC Milan dan Juventus.
Namun, Antonio Conte belum lama menangani Timnas Italia, sebelum mundur dan melatih Chelsea. Jadi, pilihan paling bagus adalah Roberto Mancini. Ia belum pernah melatih Timnas Italia.
Terbukti pilihan terhadap Roberto Mancini tidak salah. Italia dibawanya begitu gila di kualifikasi Piala Eropa 2020. Italia jadi negara kedua, setelah Belgia, yang memastikan lolos ke putaran final.
Kini, tantangan sudah di depan mata. Roberto Mancini bakal membawa ke ajang sesungguhnya. Piala Eropa 2020. Akankah tuah juara Roberto Mancini di Serie A dan Premier League menular di Piala Eropa 2020? Kita tunggu saja.
Video:
Yuk gabung channel whatsapp Bola.com untuk mendapatkan berita-berita terbaru tentang Timnas Indonesia, BRI Liga 1, Liga Champions, Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, bola voli, MotoGP, hingga bulutangkis. Klik di sini (JOIN)
Pemain Bintang: Ciro Immobile
Ciro Immobile? Pemain yang belum pernah meraih trofi juara di liga itu sekarang duduk sebagai top scorer di kompetisi top Eropa.
Pernah memperkuat klub besar seperti Juventus dan Borussia Dortmund, atau Sevilla. Tetapi, tidak sekalipun trofi domestik berhasil diraihnya. Apalagi trofi internasional level Eropa.
Saat dikontrak Juventus (2009-2012), Ciro Immobile lebih banyak disekolahkan ke klub lain. Jadi tidak heran saat Juventus bergelimang gelar, Ciro Immobile tidak merasakannya karena sedang "sekolah".
Ketika direkrut Borussia Dortmund pada 2014-2015, ia juga tidak mendapat kepercayaan. Ia sempat dipinjamkan ke Sevilla. Sejak 2016, Ciro Immobile akhirnya diselamatkan Lazio. Dibawa pulang ke Italia.
Kini, Ciro Immobile tampak lebih matang. Lebih siap untuk meraih gelar, baik level klub maupun individu. Di level klub sekarang ini Lazio sedang bersaing ketat dengan Juventus di Serie A.
Kalau di level individu, Ciro Immobile adalah predator paling ganas di kompetisi top Eropa. Top scorer Premier League, La Liga, Ligue 1, sampai Bundesliga lewat semua dengan catatan gol Ciro Immobile.
Saat ini Ciro Immobile sudah memiliki 27 gol, dengan 10 diantaranya lewat titik penalti. Jauh meninggalkan megabintang Juventus, Cristiano Ronaldo, yang baru 21 gol.
Performa Ciro Immobile ini menguntungkan Timnas Italia. Ia menjadi andalan pelatih Roberto Mancini sebagai ujung tombak Italia.
Walau produktivitasnya tidak selancar di level klub, peran Ciro Immobile untuk memotivasi pemain yang usianya lebih muda dari dia, menjadi faktor penting.
Ciro Immobile menjadi mentor yang bagus buat striker yang sedang menuju fase matang di Timnas Italia senior. Mereka antara lain Federico Chiesa, Andrea Belotti, Riccardo Orsolini, hingga Federico Bernardeschi.
Dari barisan penyerang Timnas Italia, usia Ciro Immobile memang paling senior. Ia sudah 30 tahun. Sementara rekan-rekannya belum ada yang masuk usia kepala tiga.
Itulah mengapa, Piala Eropa 2020 menjadi tantangan besar buat Ciro Immobile untuk membuktikan dirinya adalah predator sejati. Tidak hanya di level kompetisi domestik, tetapi juga turnamen mayor Eropa.
Advertisement
Perjalanan ke Piala Eropa 2020
Perjalanan Timnas Italia ke putaran final terbilang mulus. Hampir tidak ada kendala berarti yang dihadapi Moise Kean dkk. sejak awal penyisihan.
Di fase penyisihan grup, Gli Azzurri tergabung di Grup J bersama Armenia, Bosnia, Finlandia, Yunani, dan Liechtenstein. Pertandingan di grup ini berlangsung pada 23 Maret-18 November 2019.
Keenam tim bertemu kandang dan tandang dalam format round-robin. Dua tim teratas, langsung mendapat tiket lolos ke putaran final. Sementara, ada pula yang masuk ke zona play-off berdasarkan penampilan di UEFA Nations League 2018-2019.
Sejak partai pertama, melawan Finlandia, pada 23 Maret 2019, hingga laga terakhir di Grup J, menghadapi Armenia pada 18 November 2019, Italia sama sekali tak tersentuh kekalahan.
Selain selalu menang, statistik yang dibukukan dari 10 pertandingan juga cukup oke. Mereka memasukkan 37 gol dan hanya kemasukkan empat gol saja.
Statistik itu hanya kalah dari Belgia, yang jadi penguasa di Grup I. Belgia mencatatkan 40 gol memasukkan dan hanya kebobolan tiga gol.
Kevin de Bruyne dkk. juga jadi negara pertama yang memastikan lolos ke putaran final. Italia menjadi negara kedua yang menyusul Belgia.
Skor kemenangan terbesar Gli Azzurri di Grup J tercipta saat melibas Armenia pada 18 November 2019. Italia pesta gol 9-1 atas tim tamu di Stadio Renzo Barbera, Palermo.
Liechtenstein juga jadi lumbung gol Alessio Romagnoli dkk. Pada dua partai kandang dan tandang, masing-masing dengan skor 6-0 (26/3/2019) serta 5-0 (15/10/2019).
Berikut ini hasil pertandingan Timnas Italia selama penyisihan Grup J:
23/3/2019 Italia vs Finlandia 2-0
26/3/2019 Italia vs Liechtenstein 6-0
8/6/2019 Yunani vs Italia 0-3
11/6/2019 Italia vs Bosnia 2-1
5/9/2019 Armenia vs Italia 1-3
8/9/2019 Finlandia vs Italia 1-2
12/10/2019 Italia vs Yunani 2-0
15/10/2019 Liechtenstein vs Italia 0-5
15/11/2019 Bosnia vs Italia 0-3
18/11/2019 Italia vs Armenia 9-1
Jadwal Pertandingan
12/6/2020 Turki vs Italia
17/6/2020 Italia vs Swiss
21/6/2020 Italia vs Wales
Advertisement